Mohon tunggu...
Meita Eryanti
Meita Eryanti Mohon Tunggu... Freelancer - Penjual buku di IG @bukumee

Apoteker yang beralih pekerjaan menjadi penjual buku. Suka membicarakan tentang buku-buku, obat-obatan, dan kadang-kadang suka bergosip.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Tim Hore Jalan-jalan ke TBM Teratai Bambu

12 Oktober 2016   20:48 Diperbarui: 13 Oktober 2016   16:48 123
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Aku mengenyitkan dahi dan teringat kata-kata Mbak Lutfi, temanku. Kalau memberikan buku itu harus dilihat penerima bukunya dan disesuaikan. Kalau enggak, berarti harus tinggal disana untuk membacakan buku-buku yang dikasih. Bagaimanapun, buku tidak bisa menceritakan dirinya sendiri pada anak-anak.

Kemudian Kang Rendi mempunyai ide untuk membuat film tentang salah seorang anak yang ikut berkegiatan di TBM Teratai Bambu. Seorang anak yang sudah kelas 4 SD tetapi belum juga bisa membaca kemudian dibimbing pelan-pelan oleh Teh Ncum sehingga sekarang sudah pandai membaca dan menulis. Film tersebut rencananya mau diikutkan dalam sebuah lomba bertemakan perpustakaan.\

Di tengah pembuatan film tersebut hujan deras pun turun. Namun hujan tidak menyurutkan niat Kang Rendi dan Romi untuk mendokumentasikan kegiatan yang ada di TBM sederhana ini dengan segala perlengkapan sederhana juga yang mereka bawa. 

Aku sendiri sibuk mengagumi keindahan alam di desa itu yang seperti lagu, “…. Sungai tampak berliku, hijau sawah membentang bagai permadani di kaki langit. Gunung menjulang berpayung awan….”

Aku yang sempat mendongeng untuk anak-anak tersebut mencoba meminta seorang anak untuk gantian membaca buku ceritanya. Aku agak terkejut saat anak tersebut membacanya masih terbata-bata padahal dia sudah kelas 4 SD. Bukan apa-apa, aku pernah melihat buku pelajaran keponakanku yang kelas 4 SD dan nampak bahwa pelajarannya cukup kompleks. Bagaimana anak ini berproses di sekolah padahal dia saja untuk membaca masih terbata-bata seperti itu?

Aku kemudian mengutarakan kekhawatiranku tersebut pada Teh Ncum dan Teh Ncum juga ternyata mengiyakan pendapatku.

“Makanya disini saya latih anak-anak untuk bisa lancar membaca. Supaya di sekolahnya mereka bisa mengikuti pelajaran dengan baik.” Katanya.
Aku lalu melirik lagi ke buku matematika, biologi, fisika, dan kimia berbahasa Inggris yang ada di rak. Buat apa coba buku-buku itu disini? Mereka membaca tulisan berbahasa Indonesia aja masih ribet.

Pengambilan gambar untuk film baru selesai lepas magrib dan kami berpamitan pada Teh Ncum pukul 20.30an. Suasana agak mencekam karena tidak adanya lampu jalan di situ. Belum lagi jalanan yang licin dan kecil karena gerimis padahal sebelah adalah jurang.

“Mbak Mei, Mbak jalan dulu ya dari sini sampai atas?” kata Kang Rendi. “Serem ih kalau boncengan.”

“Iya.” Jawabku. “Kalo jatuh sebelah jurang, Bo.”

“Ih, si Mbak mah komentarnya gitu.”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun