Mohon tunggu...
Meita Eryanti
Meita Eryanti Mohon Tunggu... Freelancer - Penjual buku di IG @bukumee

Apoteker yang beralih pekerjaan menjadi penjual buku. Suka membicarakan tentang buku-buku, obat-obatan, dan kadang-kadang suka bergosip.

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Balada Dokter dan Apoteker: Perdebatan yang Belum Berujung

12 Juli 2016   11:13 Diperbarui: 12 Juli 2016   21:07 1476
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: stok foto istimewa | huffingtonpost.ca

Aku tertawa membaca komentar ini. Tidakkah dokter yang merasa eksistensinya terancam tadi tahu kata tabayyun?

Banyak dokter yang mempertanyakan apotek yang menjual obat keras (terutama antibiotika) tanpa resep dokter. Ada seorang apoteker yang menjawab, dia terpaksa memberikan obat keras karena pasien memaksa dan daripada pasien mendapatkan obatnya di tempat lain. Buatku, itu cuma dalih untuk membenarkan hal yang salah.

Apapun alasannya, penjualan obat keras tanpa resep dokter adalah salah. Buat apa obat digolongkan obat bebas dan obat keras bila ternyata semua boleh diberikan tanpa syarat? Obat keras yang tergolong obat wajib apotek pun memiliki kondisi tertentu untuk bisa diserahkan tanpa resep dokter. Bukan asal diberikan.

Dokter yang memasang status tadi juga baik sekali karena mau menyimpulkan hasil diskusi tadi. Kesimpulannya, sudah ada standar profesi masing-masing mereka tinggal membacanya, dalam setiap profesi ada oknum yang tidak melaksanakan standar keprofesiannya dan tugas organisasi profesi untuk mendisiplinkan anggotanya, serta perlu adanya diskusi yang lebih baik untuk meminimalkan salah paham.

Tentang ini, aku jadi ingat ketika aku pindah kontrakan beberapa waktu lalu. Kontrakanku yang baru letak ruangannya agak aneh sehingga aku merasa bingung untuk menata perabotanku yang tidak seberapa. Aku lalu menghubungi temanku seorang arsitektur untuk membantuku. Dia lalu menjawab, “Aih, itu mah kerjaan desainer interior, kamu! Aku bisa aja sih, tapi kan bukan wewenangku yang kayak begitu. Ntar deh, aku bilang sama temenku desainer interior. Moga-moga bisa ngasih diskon khusus.”

Seharusnya di dunia kesehatan, kita bisa juga seperti itu. Kita bisa tau wilayah kerja masing-masing profesi. Bila sudah di luar wilayah swamedikasi, apoteker harus menyarankan pasien untuk konsultasi ke dokter. Bukan menyarankan penggunaan obat-obat keras. Demikian juga dengan dokter, perlu tau bahwa obat-obatan itu ranahnya apoteker. 

Sehingga dokter (seharusnya bukan cuma dokter, tetapi perawat dan bidan juga) tidak perlu menyimpan dan memberikan obat pada pasien sendiri. Serahkan resep pada apotek dan apoteker akan menyerahkan obat pada pasien lengkap dengan cara minum dan informasi penyimpanannya. Dan dengarkan juga bila apoteker menanyakan kerasionalan resep terkait sediaan, farmakokinetika, dan farmakodinamika obat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun