“Mbah, itu si Adit setahun sekolah di SMA 1 udah pernah main sini belom?” celetuk Fitra, adikku yang kedua, mau meledek Adit, adik bungsuku.
“Belom, kok.” Jawab Simbah, adiknya nenekku yang tinggal tak jauh dari sekolahnya si Adit.
“Ih, Mas Fitra apaan sih?” gumam si Adit.
“Alah, kamu dulu juga sekolah 3 tahun disitu emang ada mampir kesini?” kata Simbah membalikkan kata-kata Fitra. “Kalo gak lebaran gak kesini, sama aja kamu!”
Kami yang ada di ruangan itu tertawa dan Fitra menggaruk kepalanya.
Ini hari raya. Semua orang saling mengunjungi satu sama lain dan saling bercerita kabar. Aku sendiri, hari ini juga mengikuti ayahku mengunjungi banyak saudara kami mulai dari selesai solat Ied dan baru pulang jam 8 malam. Padahal besok kami masih akan berkeliling lagi.
Aku membayangkan bagaimana kalau hari raya gak ada? Akan kah aku bertemu dengan orang-orang yang aku temui hari ini? Sepertinya tidak. Kami akan sibuk dengan urusan kami masing-masing. Seperti adikku yang tidak pernah ke rumah simbah walaupun sekolahnya dekat. Apalagi aku yang tinggalnya nunjauh di sana.
***
“Mbok sekali-sekali main ke Lampung, Mbak Meta...” ajak seorang tante yang tinggal di Lampung.
“Emh... September atau Oktober itu saya mau ke Pahawang, rencananya.” Kataku mengingat-ingat agendaku.
“Nah, nanti kalau sampai sana telpon tante, ya?” kata tanteku.
“Emang deket sama rumah tante?” tanyaku.
“Ah, gak deket juga dibanding kamu di Jakarta lebih deket di Pahawang,” kata tante itu yang seingatnya aku masih tinggal di Jakarta. “Bener lho ini?”
“Ya nanti kalau jadi saya hubungi tante,” Kataku tidak berani berjanji. Bukan apa, karena ke Pahawangnya juga belum tentu jadi. “Da masih rencana. Soalnya Agustus mau test IELTS.”
“Kan testnya Agustus. Ke Pahawangnya September. Harus jadi donk, Mbak.” Paksa tante.
“Test IELTS tuh bikin miskin tante, masalahnya. Nanti dilihat dulu dampak kemiskinan testnya itu sampai kapan.” Jawabku asal.
Ya, hari raya menyatukan kami kembali. Mempertemukan orang-orang yang sibuk dalam dunianya sehingga kami menyempatkan diri untuk berkumpul. Untuk sekedar ngobrol, bercerita apa yang kami alami, dan menceritakan apa yang akan kami lakukan.
***
“Di sana, kami tinggal dalam satu komplek yang sama...” cerita seorang saudara yang tinggal di Bondowoso. “Semua orang sehat. Anakku sekolah di Brawijaya jadi aku sekarang sering laju Malang-Bondowoso.”
“Anakku sekarang tinggal di Karangkates,” cerita ayahku. “Wah, kalau ke Malang besok janjian biar bisa ketemu.”
Kalau tidak di hari raya ini, akankah ayahku tau kalau saudaranya juga sering datang ke Malang seperti ayahku yang ngelaju Jogja-Malang untuk mengunjungi adikku?
***
“Kok udah pada punya cucu sih?” tanya ayahku pada seorang kerabat yang umurnya sama dengan ayahku.
“Ya emang udah waktunya, Njenengan juga bentar lagi pensiun to?” Jawabnya. “La Mbak Meta kapan mau ngasih cucu?”
“Atuh Om, Mbak Metanya aja nikah juga belum.” Jawab Ibuku.
“Masih mau cari apa sih, Mbak?” tanya kerabat ayah.
“Tau tuh.” Sambut Ibuku.
Kalau lagi jalan, pingin banget rasanya balik kanan aku.
Selain bertukar kabar dan kegembiraan, ada aja pertanyaan yang merusak kesenangan orang.