Menurut data dari greenpeace.org, sungai citarum mengalir dari hulunya di Gunung wayang selatan kota Bandung mengalir ke utara dan bermuara di laut jawa. Citarum menyuplai air untuk kebutuhan penghidupan 28 Juta masyarakat. Sungai ini merupakan sumber air minum untuk masyarakat di Jakarta, Bekasi, Karawang, Purwakarta, dan Bandung. Dengan panjang sekitar 269 km mengaliri areal irigasi untuk pertanian seluas 420.000 hektar.
Citarum, sungai terpanjang dan terbesar di provinsi Jawa barat, ini sangat mempengaruhi kehidupan masyarakat disekitarnya. Pemanfaatan sungai Citarum sangat bervariasi dari hulu hingga hilir dari yang memenuhi kebutuhan rumah tangga, irigasi, pertanian, peternakan dan Industri. Dengan perkembangan industri di Sepanjang DAS citarum dan tidak terkelolanya limbah industri merupakan salah satu penyebab pencemaran sungai. Selain, banyaknya rumah tangga yang membuang sampahnya di sungai Citarum.
Tanaman Enceng Gondok merupakan tanaman yang disebut gulma dengan biaya pengelolaan jutaan dollar dan gulma terburuk banyak memenuhi sungai citarum. Tanaman enceng gondok tumbuh lebih pesat pada perairan yang banyak sampah. Eceng gondok juga memberikan pengaruh terhadap perairan lingkungan sekitarnya, diantaranya adalah dapat menghambat lancarnya arus air, mempercepat proses pendangkalan karena ia memiliki kemampuan untuk menahan partikel-partikel yang terdapat dalam air, menyuburkan perairan dengan sampah-sampah organiknya sehinga memungkinkan tumbuhnya tanaman lain dan merupakan sarang dari berbagai penyakit, seperti nyamuk.
Siang hari Rabu di awal bulan Juni yang terik itu, setelah angkot-angkotan, nyambung ojek dan berjalan kaki, aku tiba di bengkel kreatif milik Pak Indra di Kampung Babakan Desa Cihampelas Kecamatan Cililin Kabupaten Bandung Barat. Di sana masih tersisa keramaian acara yang sudah dimulai sejak pukul 8 pagi tadi.
Acara bertajuk Selamatkan Citarum dengan Industri Kreatif ini berisikan talkshow, peresmian TBM Bening Saguling, peluncuran program green school, dan workshop pembuatan kerajinan tangan dari enceng gondok. Acara ini merupakan acara pelibatan masyarakat bidang ekonomi yang diselenggarakan oleh TBM Asy Syifa Pembangunan dan disponsori oleh Smartfren.
“Mbak Meta, dari mana aja? Aku dari tadi sendirian.” Kata Teh Siska, relawan TBM Asy Syifa Pembangunan.
Aku memamerkan senyumku. “Ih, aku ngeburuh dulu. Udah selesai yah acaranya?”
“Udah…” jawabnya. “Talkshownya udah selesai, peluncuran program green school nya udah, peresmian TBMnya juga udah….”
“Udah selesai donk acaranya?” tanyaku polos.
“Udah…” jawab Teh Siska lagi. “Ngapain Mbak kesini?”
Aku lalu tersenyum lagi. Habis gimana dong, ini hari Rabu gitu.
“Belum sih, ini masih ada workshop. Bentar lagi mulainya.” Kata Teh Siska.
Tak lama kemudian, workshop pun dimulai. Para peserta belajar kerajinan tangan dari pengrajin yang bekerja di bengkel kreatif pak Indra. Mereka membuat tas dari tanaman enceng gondok ditemani senandung lagu dari Azalia Voice.
“Jadi, tadi talkshownya ngomongin apa?” tanyaku pada seorang peserta.
“Ngomongin tentang sungai citarum yang dia itu kotor gitu kondisinya, banyak sampah. Nah Kang Eri, sebagai budayawan, menjelaskan kenapa orang-orang sekarang gak peduli sama Citarum dan malah bikin kotor. Kemudian dengan kepedulian Pak Indra sebagai pengusaha, beliau membuat kerajinan tangan berupa tas, topi, dan sebagainya dari taneman enceng gondok. Trus selain itu, pak Indra juga bikin bank sampah. Dengan bank sampah itu, dia mengelola sampah yang bisa didaur ulang. Orang ke sana bawa sampah ntar dibeli gitu,” Katanya. “Gitu deh, Teh intinya.”
Kang Eriyandi Budiman, seorang budayawan yang menjadi narasumber dalam acara talkshow, menjelaskan bahwa kearifan lokal sudah tidak lagi diindahkan itu penyebab utama kerusakan lingkungan.
“Dulu Neng, orang mau nebang pohon aja ritualnya banyak dan yang ditebang emang pohon pilihan, selain itu mereka nanem pohon dulu sebelum mau nebang pohon. Nah sekarang, orang nebang pohon mah nebang aja. Dulu orang mau buang sampah di sungai itu takut kualat. Sekarang mah biasa aja,” Kata Kang Eri. “Jangan kan sama aturan aturan yang tidak tertulis dan disampaikan turun menurun, orang jaman sekarang sama larangan yang jelas ada aja orang banyak yang tidak peduli. Itu yang saya omongin. Nah, bagian Pak Indra membuat sampah yang melimpah itu menjadi suatu hal yang menghasilkan. Misalnya tas dari enceng gondok itu.”
Aku merasa sayang karena sudah melewatkan acara talkshow yang menarik itu. Di tangan seorang kreatif, gulma dengan biaya pengelolaan sejuta dollar itu bisa diubah menjadi barang dengan nilai seni dan menghasilkan. Memang, Tuhan tidak menciptakan hal yang sia-sia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H