Lalu karena masih penasaran dengan bentakan Tuhan, Haji Saleh lalu bertanya pada malaikat apakah dia salah karena sembahyang?
Malaikat menjawab, “Kesalahan engkau, karena engkau terlalu mementingkan dirimu sendiri. Kau takut masuk neraka, karena itu kau taat sembahyang. Tapi engkau melupakan kehidupan kaummu sendiri, melupakan kehidupan anak istrimu sendiri, sehingga mereka itu kucar-kacir selamanya. Inilah kesalahanmu yang terbesar, terlalu egoistis. Padahal engkau di dunia berkaum, bersaudara semuanya, tapi engkau tak mempedulikan mereka sedikit pun.”
Aku lalu bercerita pada ayahku tentang ini. Kenapa seorang ustad malah bisa bertindak seperti itu.
“Denger ya Meta, gak semua orang itu sama.” Kata Ayahku pada akhirnya. “Navis dan Cak Nun itu mereka adalah budayawan. Dibanding ibadah-ibadah ritual, mereka lebih mengedepankan interaksi sosial. Dan yang kamu harus tau, orang yang bisa menerima pemikiran mereka itu orang-orang yang moderat. Kayak kamu. Kalo orang kayak ustad Itu gitu gak bisa terima mereka. Mereka dicap sesat sama orang itu.”
Aku lalu membayangkan Ustad Itu, seorang ustad yang menurutku kolot di daerah tempat tinggal ayahku. Semua hal serba bid’ah di mata ustad itu. Dan semua hal yang kulakukan adalah salah juga di hadapannya. Ustad itu, jarang sekali bersosialisasi dengan tetangganya sehingga tak jarang menjadi bahan gunjingan.
Sebetulnya, pada akhirnya, kita sendiri yang menentukan. Apa yang akan kita lakukan di dunia. Apakah mau menyaingi malaikat dengan hanya bersembahyang saja ataukah melakukan sesuatu yang lain.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI