Mohon tunggu...
Meita Eryanti
Meita Eryanti Mohon Tunggu... Freelancer - Penjual buku di IG @bukumee

Apoteker yang beralih pekerjaan menjadi penjual buku. Suka membicarakan tentang buku-buku, obat-obatan, dan kadang-kadang suka bergosip.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kisah Berobat di Rumah Sakit

28 Januari 2016   11:13 Diperbarui: 28 Januari 2016   11:46 791
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Aku lalu memotong si operator baik hati itu.

“A, maaf deh, saya gak jadi pake kartu BPJS. Kalau saya jadinya bayar kayak pasien umum aja, saya bisa daftar sekarang kan?” tanyaku.

“Oh bisa…” kata operator itu. Dia lalu meminta nomor telpon, nama, dan alamatku. Dan dia langsung memberiku antrian nomor 3.

Bidan yang mendengarkanku telponan tadi langsung berkata “Ih Teh Meta gak boleh gitu. Teteh harus nyobain gimana rasanya jadi pasien BPJS di rumah sakit. Kan Teteh suka nyaranin orang buat dirujuk.”

Iya juga sih tapi ribet gitu prosedurnya. Aku kalau jadi pasien sakit juga bisa jadi langsung sembuh kali atau mending mati aja sekalian. Disitulah aku kemudian sangat bersyukur dengan keadaanku. Setidaknya aku masih punya pilihan lain selain mengikuti prosedur rumit itu.

Sesampainya aku di rumah sakit, aku langsung diminta untuk ke ruangan dokter, dan tak berapa lama kemudian aku diperiksa.Aku menunggu dokternya selesai memeriksa orang lain selama 10 menit. Coba aku pakai kartu BPJS, berapa lama waktu yang aku butuhkan dari dateng ke rumah sakit sampai menunggu pemeriksaan?

Saat aku menunggu dokter, aku melihat ada pasien BPJS yang dimarahi oleh perawatnya. Pasien tadi sudah konsultasi ke dokter, kemudian di counter BPJS ada berkas yang kurang, si pasien meminta berkas yang kurang pada perawatnya dan si perawat malah memarahi pasien seolah menuduh pasien menghilangkan berkasnya.

Pasien itu lalu membongkar lagi mapnya untuk mencari kertas yang hilang. Aku jadi kasian pada pasien itu. Pasien itu adalah ibu-ibu yang sudah berusia lanjut, yang datang seorang diri memeriksakan diri ke dokter dengan segala berkas-berkas yang sepertinya menambah beban hidupnya.

Saat perawatnya memanggilku untuk masuk ke ruang dokter, aku berbisik pada perawatnya,

“Teh, saya minta tolong dong, kertas yang diminta ibu itu dikasih lagi aja. Kasian tau Teh dia orang tua, sendirian, bingung gitu.” Kataku memohon pada perawatnya.

Perawatnya menatapku dengan muka sebal beberapa saat. Namun, dia lalu menulis sesuatu di kertas di tangannya dan memberikannya pada pasien ibu-ibu berusia lanjut itu. Ibu-ibu tadi lalu berterimakasih berulang kali pada perawatnya. Dan aku, lalu masuk ke ruang dokter dan memeriksakan kondisi mataku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun