Pada Senin (20/05), Kepala Kantor Kementerian Agama Kota Samarinda, H. Aji Mulyadi, S,Ag, M.Pd., memberikan materi tentang Bahaya Pra Nikah dalam kegiatan Wawasan Anggota Kader Kesehatan Remaja UKS/M di MTs Negeri Samarinda. Kegiatan ini merupakan bagian dari upaya yang dilakukan selama satu hari penuh untuk membentuk kader kesehatan di kalangan remaja. Tujuannya adalah agar mereka memiliki pemahaman yang lebih baik tentang pentingnya menjaga kesehatan dan untuk lebih waspada terhadap pengaruh media yang berpotensi merusak kehidupan mereka di masa depan.
Melalui kegiatan ini, diharapkan bahwa para kader UKS akan dapat menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) serta memahami dampak negatif dari praktek-praktek pra nikah.Â
Dengan memperoleh pengetahuan dan pemahaman yang memadai, para siswa-siswi MTs Negeri Samarinda diharapkan dapat lebih siap menghadapi masa depan, terutama ketika mereka memasuki jenjang pernikahan. Bimbingan yang diberikan oleh Kepala Kantor Kementerian Agama Kota Samarinda menjadi sebuah landasan yang kuat bagi generasi muda ini dalam menghadapi tantangan kehidupan, terutama terkait dengan aspek kesehatan dan kehidupan berkeluarga.Â
Hal ini merupakan bagian dari pendekatan holistik dalam pembentukan karakter yang diintegrasikan dalam kurikulum pendidikan. Secara keseluruhan, kegiatan ini tidak hanya memberikan wawasan tentang kesehatan dan bahaya pranikah, tetapi juga menjadi sarana untuk membangun sosial dan moral di kalangan remaja.
Bekal pranikah yang disediakan mandiri oleh sekolah, bukan melalui sistem negara, menyoroti pentingnya peran pendidikan dalam membekali generasi muda dengan pengetahuan dan keterampilan yang relevan dengan kehidupan sehari-hari. Isu ini sejalan dengan semangat moderasi beragama yang ditekankan pada kalangan remaja, khususnya melalui pengarusutamaan kesehatan reproduksi remaja dan pencegahan nikah dini.Â
Namun, perlu diakui bahwa bimbingan pra-nikah tidak cukup sekali dilakukan; hal ini seharusnya dimasukkan ke dalam sistem pendidikan secara lebih terstruktur dan berkelanjutan.Meskipun begitu, ada kekhawatiran bahwa sistem pendidikan saat ini cenderung memisahkan agama dari kehidupan sehari-hari dan lebih mementingkan aspek-aspek sekuler, seperti kebebasan individual dan prinsip-prinsip kapitalisme.Â
Ini menimbulkan pertanyaan tentang keberlanjutan pendekatan pendidikan yang bersifat holistik, yang seharusnya mencakup aspek agama dan moral sebagai bagian integral dari pembentukan karakter dan persiapan hidup para siswa.
Dalam konteks persiapan pranikah, pengetahuan agama dan ketakwaan dianggap sebagai bagian esensial yang harus disiapkan. Oleh karena itu, diperlukan pendekatan pendidikan yang lebih menyeluruh dan terintegrasi, yang tidak hanya fokus pada aspek kesehatan fisik dan reproduksi, tetapi juga memperhatikan aspek-aspek spiritual dan moral.Â
Hanya dengan pendekatan yang komprehensif ini, generasi muda dapat dibekali dengan bekal yang memadai untuk menghadapi pernikahan dan kehidupan berkeluarga dengan bijaksana dan bertanggung jawab.Â
Hal ini akan memastikan bahwa para siswa tidak hanya dibekali dengan pengetahuan dan keterampilan praktis, tetapi juga dengan nilai-nilai dan prinsip-prinsip yang membangun, sehingga mereka dapat menjadi individu yang lebih baik dalam menjalani kehidupan berkeluarga dan sosial.
Dalam Islam, persiapan generasi untuk peran sebagai isteri, ibu, suami, dan ayah dipandang sebagai tanggung jawab yang utama, baik dari pihak negara maupun keluarga. Sistem pendidikan yang diselenggarakan oleh negara memiliki peran penting dalam mempersiapkan generasi muda untuk mengemban peran tersebut.Â
Melalui kurikulum yang sesuai dengan tsaqafah islam, generasi muda diberikan pemahaman yang mendalam tentang nilai-nilai serta tugas-tugas dalam kehidupan berkeluarga sesuai ajaran Islam. Selain itu, peran orang tua dalam mendidik juga sangat penting. Di rumah, generasi muda dibekali dengan contoh dan pembelajaran langsung tentang prinsip-prinsip moral, tanggung jawab, dan keterampilan yang diperlukan dalam membangun keluarga yang harmonis dan berdasarkan ketakwaan kepada Allah.
Dengan demikian, generasi dalam Islam tidak hanya disiapkan untuk mencapai kesuksesan materi atau karier semata, tetapi juga untuk menjadi individu yang bertakwa dan siap mengemban amanah sebagai bagian dari kehidupan berkeluarga. Melalui pendidikan yang holistik dan pembelajaran dari lingkungan keluarga yang memadai, diharapkan generasi muda akan menjadi pilar-pilar yang kokoh dalam membangun masyarakat yang sesuai dengan nilai-nilai Islam, di mana ketakwaan kepada Allah menjadi landasan utama dalam setiap aspek kehidupan.
Agar setiap keluarga, termasuk keluarga muda, bisa mencapai keluarga sakinah, mawadah, dan rahmah, penting untuk menyoroti akar masalah pernikahan dini dan mencari solusi yang tepat. Sebaliknya, terus mempermasalahkan pernikahan dini dan membatasi usia nikah mungkin bukan solusi terbaik.Â
Menyadari hal ini, beberapa langkah bisa diambil untuk mengatasi masalah tersebut. Pertama, pendidikan di sekolah dan keluarga harus mampu mempersiapkan anak-anak yang sudah balig agar siap menanggung tanggung jawab hukum yang menjadi bagian dari kematangan mereka. Pentingnya kurikulum Pendidikan Agama Islam (PAI) dari tingkat SD hingga SMA dalam membahas pernikahan dan aturan pergaulan sesuai dengan ajaran Islam sangat diperlukan. Dengan demikian, pemerintah bertanggung jawab untuk menyiapkan kematangan anak-anak agar siap menikah dan bahkan memberikan kemudahan dalam menikah.
Berkaitan dengan sistem pergaulan antara laki-laki dan perempuan, ajaran Islam mengatur tentang menutup aurat, melarang khalwat, dan menegaskan larangan komunikasi yang tidak ada kebutuhan syar'i antara keduanya. Lebih dari itu, kurikulum pendidikan seharusnya juga membahas tentang pentingnya pernikahan dan hal-hal terkait dalam konteks islam.Â
Dengan demikian, kurikulum harus membahas tentang pernikahan dan hal-hal terkait pernikahan. Pernikahan menurut hukum Islam adalah akad yang sangat kuat (mitsaqqan ghalizhan) untuk menaati perintah Allah. Melaksanakannya merupakan ibadah.
Rasululah saw. bersabda,
Dari Anas bin Malik ra., bahwasanya Nabi saw. memuji dan menyanjung-Nya. Beliau bersabda, "Tetapi aku pun salat, tidur, puasa, berbuka, dan menikahi wanita-wanita. Siapa yang tidak suka dengan sunahku, maka ia tidak mengikuti jalanku." (Muttafaqun 'alaih).
Tujuan perkawinan adalah keluarga sakinah, mawadah, dan rahmah, yaitu keluarga tenteram dan saling berkasih sayang karena Allah agar keturunannya lestari dalam ketakwaan.
Firman Allah dalam QS Ar-Rum: 21,
Â
Â
"Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya. Dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir."
Selanjutnya, media juga harus berperan sebagai sarana edukasi bagi masyarakat. Media yang sehat dan bertanggung jawab akan membantu membentuk masyarakat yang lebih bertakwa. Negara perlu mengatur media agar tidak menampilkan konten-konten yang merusak moral, terutama konten-konten yang mendekati zina atau pornografi.Â
Sanksi yang tegas perlu diberikan kepada mereka yang melanggar aturan ini. Terakhir, pemerintah juga harus mengeluarkan aturan yang jelas terkait dengan pergaulan dan hukuman bagi pelanggar. Penerapan hukum Islam secara adil dan proporsional sangat penting dalam menegakkan keadilan sosial.Â
Dengan demikian, masalah-masalah terkait pernikahan bisa diatasi secara efektif, sehingga masyarakat bisa hidup dalam kedamaian dan kesejahteraan sesuai dengan ajaran agama.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H