Mohon tunggu...
Meisy Angelita
Meisy Angelita Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswi

manusia yang ingin terus belajar

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Gagal Fokus Penanganan Stunting

16 Mei 2024   14:03 Diperbarui: 16 Mei 2024   14:06 56
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Pemkab Paser mengadakan kegiatan rembuk stunting di Hotel Kyriad Sadurengas pada Selasa (26/3/2024), dengan tujuan memperkuat sinergi lintas sektor guna mengurangi angka stunting di wilayah tersebut. Dalam sambutannya, Asisten Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat pada Sekretariat Daerah Kabupaten Paser, Romif Erwinadi, menekankan bahwa rembuk stunting merupakan langkah konkret berdasarkan arahan pemerintah pusat untuk menangani masalah stunting. Romif mengungkapkan bahwa dalam beberapa tahun terakhir, baik pemerintah daerah maupun pusat telah memberikan perhatian yang besar terhadap penanggulangan stunting. Upaya ini diperkuat dengan dikeluarkannya Perpres No 72 tahun 2021 tentang Percepatan Penurunan Stunting, yang menekankan pendekatan holistik, integratif, dan berkualitas melalui koordinasi yang erat antar sektor terkait. Ia juga mencatat bahwa pada tahun 2023, jumlah desa yang menjadi fokus penanganan stunting meningkat pesat dari 20 desa menjadi 47 desa.


Stunting menjadi gangguan gizi kronis yang terjadi selama 1.000 hari pertama kehidupan anak, dari masa kehamilan hingga usia 2 tahun. Hal ini ditandai dengan tinggi badan di bawah -2 SD. Stunting berpotensi mengakibatkan ketidakoptimalan kecerdasan dan risiko penyakit kronis di masa mendatang. Pencegahan stunting membutuhkan pendekatan spesifik, seperti perbaikan gizi ibu dan anak, dan pendekatan sensitif, yang mencakup berbagai faktor seperti pola asuh, sanitasi, dan literasi orang tua. Dalam penanganan stunting, intervensi sensitif memiliki kontribusi sebesar 70%, sementara intervensi spesifik sekitar 30%. Oleh karena itu, stunting menjadi masalah yang kompleks dan memerlukan solusi yang integral. Negara harus menggunakan semua sumber daya yang ada, termasuk pendanaan dan edukasi masyarakat terkait gizi. Selain itu, aspek lain yang terkait dengan stunting juga perlu diperhatikan, seperti kesejahteraan masyarakat dan stabilitas harga pangan. Masalah kemiskinan dan pengangguran yang tinggi dapat memperburuk kondisi gizi masyarakat. Oleh karena itu, penanganan stunting membutuhkan perubahan mendasar dalam jaminan kebutuhan dasar oleh negara.


Tidak hanya menjadi masalah Indonesia, stunting juga menjadi perhatian dunia. Data PBB menunjukkan bahwa sekitar 22% balita di seluruh dunia mengalami stunting. Hal ini menyoroti kegagalan sistem kapitalisme dalam memenuhi kebutuhan dasar manusia, terutama dalam hal pangan. Oleh karena itu, penanganan stunting tidak hanya penting bagi Indonesia tetapi juga menjadi tantangan global yang harus diatasi dengan serius. Stunting tidak hanya mencerminkan kekurangan gizi pada tingkat individu, tetapi juga menggambarkan kegagalan sistem dalam memenuhi kebutuhan dasar rakyat, terutama terkait pangan. Kurangnya perhatian dari negara dalam pemenuhan kebutuhan dasar tersebut menyebabkan banyaknya kasus kekurangan gizi, terutama pada ibu hamil, bayi, dan balita, yang pada akhirnya berujung pada gagal tumbuh atau stunting.


Langkah-langkah yang diambil oleh pemerintah untuk menangani stunting seringkali menimbulkan kontroversi. Misalnya, Presiden menyatakan kekecewaannya terhadap kegiatan Posyandu yang hanya memberikan biskuit kepada balita, tanpa memperhatikan asupan protein yang penting bagi pertumbuhan. Begitu pula dengan program pencegahan stunting yang dikecam di media sosial karena menu makanannya yang dianggap kurang sesuai dan terlalu mahal. Bahkan, pembagian susu untuk mencegah stunting juga dipertanyakan oleh sebagian pihak, menunjukkan bahwa pemahaman akan terminologi dan strategi penanganan stunting masih belum merata di masyarakat.


Kasus stunting terus berlangsung tanpa henti, dengan pemerintah cenderung hanya fokus pada solusi-solusi yang belum mampu menghentikan masalah ini, seperti penggunaan obat, tanpa memperhatikan akar masalahnya. Kepala DPPKBP3A diminta untuk meningkatkan layanan KB dan memberikan edukasi kepada keluarga berisiko stunting, namun pada intinya, persoalan stunting adalah bagian dari masalah yang lebih mendasar, yaitu pemenuhan kebutuhan dasar rakyat, khususnya dalam hal pangan, yang sering diabaikan oleh negara, menyebabkan banyak rakyat mengalami kekurangan gizi, termasuk ibu hamil, bayi, dan balita.
Dalam pandangan Islam, pernikahan dianggap sebagai langkah penting yang memerlukan kesiapan baik fisik maupun mental dari kedua belah pihak. Agama Islam mewajibkan negara untuk mempersiapkan generasi muda sejak dini dengan sistem pendidikan yang berlandaskan nilai-nilai Islam, agar mereka siap menjalankan peran dan tanggung jawab mereka dalam pernikahan. Pemerintah juga diharapkan menerapkan sistem ekonomi Islam yang memastikan pemenuhan kebutuhan primer seperti pangan, tempat tinggal, pendidikan, dan kesehatan bagi seluruh warga, serta memberikan bantuan kepada mereka yang ingin menikah namun tidak memiliki modal.


Kesejahteraan dalam Islam diukur dari terpenuhinya semua kebutuhan individu dalam masyarakat, yang merupakan amanah dari Allah yang harus dipenuhi oleh negara. Dalam sistem ekonomi Islam, dana yang diperoleh dari berbagai sumber seperti zakat dan dana umum negara akan digunakan untuk memberikan bantuan kepada warga yang membutuhkan, termasuk dalam hal pendidikan, kesehatan, dan pemenuhan kebutuhan dasar lainnya. Dengan pendekatan ini, diharapkan masalah seperti gizi anak-anak dapat diatasi secara menyeluruh sehingga kesejahteraan keluarga dapat terwujud.


Politik ekonomi Islam menjamin pemenuhan semua kebutuhan dasar setiap individu secara menyeluruh, termasuk kemungkinan memenuhi kebutuhan yang lebih tinggi sesuai dengan kapasitasnya dalam masyarakat yang memiliki pola hidup tertentu. Sebagai institusi yang menerapkan syariat Islam, Daulah Islam menjamin pemenuhan kebutuhan primer seperti sandang, pangan, papan, pendidikan, kesehatan, dan keamanan bagi setiap warga. Pemerintah Daulah Islam, di bawah kepemimpinan khalifah dan struktur administrasi yang disebut jihaz al-idari, bertanggung jawab memastikan kecukupan gizi bagi setiap individu, termasuk ibu hamil dan balita, serta menyediakan fasilitas seperti rumah yang sehat, air minum yang layak, sanitasi, pendidikan, dan layanan kesehatan. Sistem ekonomi Islam yang diterapkan Daulah Islam bertujuan untuk mencegah akumulasi kekayaan pada segelintir orang dan mengembalikan kepemilikan umum kepada rakyat guna mencapai kesejahteraan yang merata. Sebagai hasilnya, terwujudlah generasi Daulah Islam sebagai generasi unggul yang merupakan generasi terbaik, sebagaimana digambarkan dalam QS Ali Imran: 110, "Kamu (umat Islam) adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia." Daulah Islam akan menghasilkan generasi yang kuat, bukan generasi lemah. Ini sebagaimana sabda Rasulullah saw., "Mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai Allah 'Azza wa Jalla daripada mukmin yang lemah dan pada keduanya ada kebaikan." (HR Ahmad, Ibnu Majah, dan Nasa'i).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun