Mohon tunggu...
Meisya Zahida
Meisya Zahida Mohon Tunggu... Wiraswasta - Perempuan penunggu hujan

Sejatinya hidup adalah perjuangan yang tak sudah-sudah

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Layu Sebelum Mekar

2 Mei 2020   20:50 Diperbarui: 2 Mei 2020   21:09 257
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Cinta adalah nikmat terindah yang patut disyukuri oleh hamba-Nya, tidak diperkenankan seseorang mengatas namakan cinta bila tak ada niat untuk memiliki"

Ungkapan sakral itu kembali bermain di gendang telinga Arin, pada suatu hari saat Arga lelaki pencuri hatinya menyatakan tulus perasaannya. Hanya tatapan haru dan anggukan penuh arti mewakili kata-kata yang tak mampu terucap dari bibir Gadis itu, tanpa diminta Ia pun menanam niatan yang sama, mengarungi mahligai rumah tangga dalam janji setia.

"Terimakasih, Ar. Seperti kamu aku akan selalu menjaga kebersamaan ini, semoga Tuhan kan merestui ikhtiar kita. Sampai kelak kita benar-benar bersatu," ujar Arin dengan mata berkaca-kaca.

"Insya Allah sayang, akan ada kegembiraan untuk niat baik kita." Jawab Arga sembari menggenggam tangan Gadis itu erat-erat.

Segalanya terlewati begitu saja, kebersamaan yang tak ada akhir, rindu tumbuh dan hadir menitip pendar bahagia yang membunga. Di mana ada Arin di situ Arga ikut serta.
***
Suatu hari Arin dihadapkan pada sebuah dilema karena sikap adiknya, senyum-senyum sendiri kadang bengong, bahkan sering keluar rumah tanpa pamit. Ia pun berusaha mencari tahu lewat mama, tapi perempuan itu hanya menggelengkan kepala. Tak putus asa didekatinya Mery, saat Gadis kecil itu duduk sendirian di taman belakang.

"Ada apa denganmu, Mer. Sepertinya kau menyembunyikan sesuatu dari kakak!" ditepuknya pundak Mery, adik semata wayangnya, setelah beberapa hari terakhir ini  menangkap keanehan sikap Gadis itu.

"Ah ... kakak mau tahu aja, biasalah masalah hati." Jawab Mery sembari ngeloyor pergi. Arin hanya geleng-geleng kepala dibuatnya. Rasa cemas dan takut tiba-tiba menyergap, antara tanya dan rasa penasaran bergolak di dadanya.
***

Malamnya, Arin yang masih penasaran dengan sikap Mery menggeledah kamar adiknya, ketika Gadis  itu tak ada di kamar. Sesekali ia merapikan sprei yang terlihat kusut, buku-buku yang berantakan di meja belajar, baju-baju kotor tergeletak begitu saja, ia mendesah berat, setelah kemudian matanya terbelalak lebar saat menemukan selembar foto Mery berdua dengan orang yang sangat dicintainya.

"Ya Tuhan ... Arga!" Arin jatuh terduduk, ditekannya dadanya kuat-kuat. Pupus sudah harapan yang dirajut selama ini. Keindahan yang terpeta dalam benak seolah menimpakan nyeri, melemparnya dalam sakit dan luka hati.

Air mata mulai menderas tiba-tiba, secuil pun ia tak menduga, Arga laki-laki yang dikenal lembut dan penyabar seorang budaya darat, dan itu dilakukan pada saudaranya sendiri. Sekali lagi ia pandangi potret dalam genggamannya, potret yang begitu utuh menatapnya, di sisinya Mery tersenyum manja. Di bawah potret tertulis "Bogas Pelabuhan Hati" ia mengernyitkan kening, sembari mengulang nama itu dalam desis, Bogas?

"Kakak! Kenapa di sini?" suara Mery yang tiba-tiba menyentak kesadarannya, ia berbalik dan mendapati Mery menatapnya dengan amarah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun