Sastra merupakan sebuah seni yang menggunakan bahasa sebagai media untuk mengekspresikan berbagai aspek dalam kehidupan manusia, baik secara imajinatif maupun berdasarkan kenyataan yang dialami. Sastra merupakan cermin dari nilai-nilai budaya, moral, dan sosial masyarakat. Menurut Sumardjo dan Saini KM (1991: 3), sastra adalah ungkapan pribadi manusia yang berupa pengalaman, pemikiran, perasaan, ide, semangat, keyakinan dalam suatu bentuk gambaran kongkrit yang membangkitkan pesona dengan alat bahasa.
Karya sastra terbagi kedalam beberapa bentuk, salah satunya adalah novel. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), novel adalah karangan prosa yang panjang mengandung rangkaian cerita kehidupan seseorang dengan orang di sekelilingnya dengan menonjolkan watak dan sifat setiap pelaku. Novel memiliki beberapa genre antara lain percintaan, horor, fantasi, dan masih banyak lagi.
Berdasarkan jenisnya, Novel terbagi menjadi dua jenis yaitu novel populer dan novel Adi Luhung.
Keduanya memiliki perbedaan yang signifikan dari segi isi, tujuan, dan konflik yang diangkat.
1. Novel Populer
Novel populer atau karya sastra populer adalah karya sastra yang disukai dan diterima oleh berbagai kalangan masyarakat. Novel ini bertujuan untuk sarana hiburan bagi pembaca dan memiliki nilai komersial tinggi, sehingga sering kali karya novel populer diangkat menjadi sebuah film.
Novel populer banyak disukai oleh khalayak luas karena menggunakan bahasa yang mudah dipahami oleh masyarakat awam termasuk remaja, memiliki alur cerita yang menarik, menyajikan tema-tema seperti percintaaan, persahabatan, keluarga, dan komedi.
Salah satu contoh novel populer adalah Novel "Sama Rasa" oleh Umi Astuti. Sama Rasa karya Umi Astuti adalah novel romantis yang menceritakan kisah cinta antara Engga dan Galindra. Novel ini pertama kali diterbitkan pada tahun 2021 dan telah menjadi salah satu novel populer di kalangan remaja Indonesia. Engga, seorang gadis yang selalu jatuh cinta pada orang yang tidak mungkin, akhirnya menemukan cintanya yang sejati dalam diri Galindra, tetangga barunya yang tampan dan dewasa. Namun, hubungan mereka tidak direstui oleh ibu Engga karena perbedaan usia dan status sosial. Novel ini dikemas dengan gaya bahasa yang ringan dan penuh humor, sehingga mudah dibaca dan dinikmati oleh para remaja. Novel ini memberikan pesan moral yang positif tentang cinta, persahabatan, dan keluarga yang dapat menginspirasi para pembaca.
Novel adi luhung adalah karya sastra yang diakui secara kritis karena nilai sastranya yang tinggi dan kontribusinya terhadap perkembangan sastra Indonesia. Novel-novel ini tidak hanya menghibur, tetapi juga membuat pembaca berpikir dan merenungkan berbagai aspek kehidupan.
Novel Adi Luhung cenderung memiliki tema yang universal dan mendalam, memiliki alur cerita yang kompleks, menggunakan bahasa yang kaya akan makna, mengandung nilai-nilai moral dan budaya yang tinggi, serta memiliki gaya penulisan yang khas.
Salah satu contoh karya novel Adi Luhung adalah Novel "Salah Asuhan" karya Abdoel Moeis yang terbit pertama kali pada tahun 1927 ini merupakan salah satu karya sastra klasik Indonesia yang paling terkenal. Novel ini mengisahkan tentang tragedi cinta antara Hanafi, seorang pemuda Minangkabau yang terdidik dengan budaya Barat, dan Corrie, seorang gadis Belanda keturunan Perancis.
Hanafi dibesarkan oleh keluarga Belanda sejak kecil dan dididik dengan nilai-nilai Barat. Hal ini membuatnya terasing dari budaya dan adat istiadat Minangkabau. Ia jatuh cinta pada Corrie yang memiliki kecantikan khas Eropa dan gaya hidup yang modern. Namun, hubungan mereka ditentang oleh keluarga dan masyarakat karena perbedaan budaya dan status sosial.
Pernikahan Hanafi dan Corrie yang dipaksakan pada akhirnya mengakibatkan tragedi. Corrie tidak bahagia dengan pernikahan mereka dan merasa terkekang oleh adat istiadat Minangkabau. Hanafi pun dilanda kebingungan identitas dan terjebak dalam dua dunia yang berbeda.
Novel ini juga mengangkat tema-tema penting seperti identitas, diskriminasi ras, dan modernisasi. Novel yang kaya akan makna ini mengajak kita untuk merenungkan tentang identitas dari suatu budaya terhadap dampak kolonialisme dalam masyarakat.
Dengan demikian perbedaan utama antara novel adi luhung dan novel populer terletak pada tujuan penciptaan, pemilihan tema, gaya bahasa, dan cara penyampaian pesan. Novel adi luhung diciptakan untuk nilai estetika dan kultural, mengangkat tema universal dengan bahasa yang kaya, dan pesan yang disampaikan secara implisit. Sedangkan novel populer diciptakan untuk hiburan, mengangkat tema ringan dengan bahasa yang mudah dipahami, dan pesan yang disampaikan secara eksplisit.
Berdasarkan pengamatan, Gen Z cenderung lebih menyukai sastra populer. Alasannya sederhana: sastra populer lebih sesuai dengan gaya hidup cepat dan dinamis mereka. Namun, bukan berarti sastra adiluhung tidak memiliki tempat. Banyak program pendidikan dan inisiatif budaya berusaha mengenalkan karya-karya sastra adiluhung melalui metode yang lebih interaktif dan menarik, seperti adaptasi film, teater, dan diskusi kelompok.
Secara keseluruhan, preferensi Gen Z lebih condong kepada sastra populer karena kemudahan akses dan relevansi tematiknya. Namun, ini bukanlah penolakan terhadap sastra adiluhung. Dengan pendekatan yang tepat, sastra adiluhung tetap bisa menarik minat Gen Z, memperkaya pemahaman mereka tentang warisan budaya dan intelektual dunia. Tantangannya adalah menemukan keseimbangan antara kemudahan konsumsi dan kedalaman makna, serta menyediakan platform yang mendukung eksplorasi kedua jenis sastra tersebut.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H