Patrolsari - Mahasiswa dari Program Studi Gizi Universitas Pendidikan Indonesia yang telah menjalankan kegiatan Program Pemberdayaan Masyarakat Berkelanjutan (P2MB) berkesempatan untuk menggali informasi terkait komunitas petani dan pangan lokal yang ada di Desa Patrolsari pada Selasa, 24 September 2024.
Desa Patrolsari merupakan salah satu desa yang terletak di Kecamatan Arjasari, Kabupaten Bandung. Desa Patrolsari memiliki karakteristik fisik yang khas, terletak di kawasan pegunungan dengan tanah yang subur sehingga sangat cocok untuk pertumbuhan berbagai jenis tanaman.Â
Di dataran rendah, padi tumbuh dengan baik, sementara di lahan yang lebih tinggi, sayuran dan tanaman hortikultura berkembang dengan subur. Selain itu, iklim dan cuaca di Desa Patrolsari sangat mendukung pertumbuhan tanaman pangan dan hortikultura (buah, sayur, serta tanaman hias).
Membangun komunitas petani yang tangguh dan berkelanjutan menjadi salah satu aspek penting dalam mendorong pertanian yang berkelanjutan di Desa Patrolsari. Hal tersebut dapat memperkuat komunitas tani, sektor pertanian dapat lebih optimal dalam memproduksi pangan berkualitas tinggi serta mampu memenuhi kebutuhan masyarakat lokal. Maka dari itu, di Desa Patrolsari dibentuk suatu komunitas tani yang disebut Komunitas Malakarea.
Komunitas Malakarea ini didirikan pada tahun 2012 dan dikukuhkan oleh Dinas Pertanian pada Tahun 2014. Tujuan dibentuknya komunitas ini yaitu untuk memudahkan pendataan terkait jumlah petani, luas lahan, jenis tanaman, dan kebutuhan mereka dapat dikumpulkan dan dikelola dengan lebih efisien serta membantu anggota mendapatkan akses lebih mudah dalam mendapatkan bantuan benih berkualitas, pupuk, alat pertanian, dan dukungan teknis.
Malakarea berasal dari kata 'Malaka' yang berarti buah malaka dan 'Rea' yang berarti banyak. Jadi, Malakarea berarti kampung yang memiliki banyak buah malaka. Komunitas Malakarea ini memiliki anggota sebanyak 84 orang dan diketuai oleh Bapak Popon Wahyudin yang lebih dikenal dengan sebutan Bapak Ujang.
"Malaka th tina buah Malaka, Malaka berbiji. Di dieu mah teu aya, upami di kebon bapa mah aya tangkalna nya buah na g aya, sapertos tangkal asem, mirip-mirip asem lah rasa asam-asam na mah. Pami "Ra' mah bahasa kasar na mah loba jadi seueur, ah tos w malakara jadi seueur buah malaka dulu na mah." ujar Bapak Ujang dalam keterangannya, dikutip Selasa (24/9/2024).
Jumlah anggota komunitas yang banyak membuat para petani jarang mengadakan pertemuan khusus. Namun, beberapa kegiatan dapat menjadi kesempatan untuk mengumpulkan para petani, diantara lain musyawarah pra-musim tanam, kegiatan penyuluhan, pemberian bantuan bibit dan pupuk, serta kerja bakti seperti pembuatan jalan dan perbaikan saluran air.
Komunitas Malakarea di Desa Patrolsari kini memiliki lahan pertanian yang luasnya mencapai 25 ha yang digunakan untuk berbagai kegiatan agrikultur. Lahan ini di bagi untuk 84 anggota komunitas berdasarkan hasil tani yang mereka garap.
"Ti dieu ka ditu teh Malakara, ka Posyandu. Pokokna sakuriling srang eta, anu wilayah kerja bapak teh terus ka ditu, ka sukamulya, ka RW 11. Aya 25 hektar th jumlah anggotana 84 orang."
Lahan ini dikelola secara kolektif oleh Komunitas Malakarea dengan tujuan meningkatkan ketahanan pangan, memperkuat ekonomi desa, serta melestarikan praktik pertanian berkelanjutan. Program pertanian ini diharapkan dapat memberikan dampak positif pada kesejahteraan masyarakat dan lingkungan sekitar.
Komunitas petani di Desa Patrolsari mengelola kebun yang didominasi oleh tanaman padi, terutama pada musim hujan. Namun, saat musim kemarau tiba, mereka beralih menanam palawija seperti singkong, cabai keriting, paria, dan komoditas lainnya di lahan sekitar sawah.Â
Selain itu, sebagian lahan juga dimanfaatkan secara khusus untuk menanam singkong, ubi, dan jagung, yang menjadi salah satu sumber pangan alternatif di wilayah tersebut. Pergantian jenis tanaman ini dilakukan sebagai upaya adaptasi terhadap musim dan untuk menjaga produktivitas lahan sepanjang tahun.
Kebun yang dikelola oleh Komunitas Malakarea di Desa Patrolsari menghasilkan berbagai macam hasil tani, mulai dari padi hingga palawija. Hasil panen ini didistribusikan untuk dijual kepada tengkulak lokal, sementara sebagian produk unggulan juga diekspor hingga ke mancanegara seperti ubi jalar yang di ekspor langsung ke Hongkong.
Meski begitu, tak sedikit hasil tani yang dikonsumsi langsung oleh para petani dan masyarakat setempat, sebagai bagian dari upaya menjaga ketahanan pangan lokal serta memanfaatkan hasil bumi untuk kebutuhan sehari-hari.
Di sisi lain, tidak selamanya hasil tani yang dihasilkan berjalan dengan baik. Ada kendala yang dihadapi, salah satu kendala yang pernah dialami adalah cuaca yang buruk. Lahan pertanian pernah terkena banjir dan longsor akibat hujan yang melanda wilayah ini dan menyebabkan kerugian.
"...upamanya musim hujan pernah banjir ya, ya pernah itu pada rusak sawah, udah ditanamin itu ya parnya, udah gd, longsor-longsor w."
Kejadian yang melanda lahan pertanian mendorong Dinas Bagian Pangan, Balai Penyuluhan Pertanian (BPP) untuk memberikan bantuan berupa beras kepada para petani yang terdampak sebagai bentuk dukungan untuk meringankan beban akibat kerugian yang dialami.
"Atos aya bantosan ti dinas bagian pangan, nya bantosan beras kitu dibagikeun ka kamusibahan bagian ta kitu. Ai aya na kelompok ta th gampang data kelompokna saha wa, lapor langsung nya ieu dongkap nu ti dinas pertanian ti bpp, ti kabupaten langsung ka lokasi, kitu hungkul."
Dirinya juga menegaskan bahwa dengan adanya Komunitas Malakarea dapat mempermudah petani untuk mendapatkan akses bantuan ketika petani mendapatkan musibah.
Setelah mengetahui adanya komunitas tani di desa Patrolsari, Mahasiswa Gizi UPI melakukan wawancara lanjutan terkait jenis pangan lokal di daerah tersebut bersama Bapak Ujang.Â
Ia menjelaskan bahwa pada musim kemarau ini petani memanfaatkan lahan untuk menanam tanaman palawija, seperti singkong, paria, ubi, dll. Singkong adalah salah satu hasil pertanian yang biasanya diolah oleh warga sekitar hanya sebatas direbus ataupun digoreng. Selain itu, singkong juga tak jarang dijadikan sebagai pakan hewan oleh warga.Â
Oleh karena itu, Mahasiswa Gizi UPI kenalkan pemanfaatan singkong serta membagikan resep olahan singkong yang sebelumnya belum pernah dijumpai oleh warga yaitu berupa olahan singkong thailand.
Singkong Thailand merupakan olahan yang berasal dari Thailand berbahan dasar singkong yang disiram dengan saus santan kental yang manis dan sedikit gurih. Pengenalan olahan ini bertujuan agar masyarakat dapat menikmati singkong dalam bentuk yang lebih inovatif. Selain itu, Singkong Thailand yang memiliki tekstur lembut dengan rasa gurih-manis dapat menjadi Inovasi Pemberian Makanan Tambahan (PMT) bagi balita.
Singkong Thailand yang memiliki cita rasa lezat ini juga berpotensi untuk memperkaya variasi menu lokal dengan bahan yang mudah didapat. Memperkenalkan olahan singkong thailand kepada masyarakat menjadi suatu peluang untuk membuat masyarakat semakin tertarik mengonsumsi singkong dan diharapkan dapat meningkatkan pemanfaatan pangan lokal serta mendukung keberlanjutan sumber daya pangan.Â
Selain itu, pengembangan olahan seperti singkong thailand dapat membantu meningkatkan asupan gizi balita melalui program Pemberian Makanan Tambahan (PMT) yang lezat dan bergizi, sekaligus mengurangi risiko stunting dan masalah gizi lainnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H