Eka Kurniawan juga sangat lihai dalam menghadirkan emosi dan suasana dalam cerita pendeknya. Gambaran suasana dalam cerpen "Penjaga Malam" ditulis dengan sangat detail sehingga pembaca ikut merasakan ketegangan danketakutan tokoh-tokoh di dalamnya.
Kesenyapan sekonyong datang begitu angin berhenti. Gelap pekat membuatku serasa dikubur hidup-hidup, dan aku bertanya-tanya ke mana suara binatang-binatang malam. Aku berharap ajak itu muncul lagi, paling tidak untuk meyakinkanku sesuatu masih hidup di sekitar gardu. Tapi tak ada ajak setelah menit-menit berlalu. Bukan kebiasaan mereka tersesat hingga ke kampung. Babi dan monyet sering melakukannya, tapi tidak ajak. Seekor burung hantu menggeram, demikian suaranya kudengar, namun segera lenyap. Dunia kembali sunyi, lelap seperti mayat. Kugerakkan jemariku, memastikan diriku masih hidup (Kurniawan, 2018:97).
Eka Kurniawan menyajikan sindiran halus yang membuat pembaca tersenyum miris, misalnya dalam cerpen "Tak Ada Yang Gila di Kota Ini". Dalam cerita itu, para pengkhotbah mengancam akan membakar losmen yang sering dijadikan tempat para pelancong memperkosa orang gila. Namun, mereka tidak melarang para pelancong datang karena kehidupan mereka sendiri bergantung kepada parapelancong.
Kumpulan  cerpen  Cinta Tak Ada Mati menyajikan  ciri  khas  gaya  menulis Eka Kurniawan yang unik. Tokoh-tokoh, latar, jalan cerita, dan cara penulisan cerpen-cerpen tersebut berada di luar kelaziman. Buku ini sukses membuat pembaca tertegun.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H