Salah satu sifat bahasa adalah bahasa bersifat semesta atau universal. Poedjosoedarmo (dalam Waljinah, dkk., 2018) mengemukakan tentang beberapa prinsip kesemestaan bahasa yang meliputi aturan gramatika, fonologi, dan semantik. Kesemestaan bahasa yang paling umum adalah bunyi bahasa itu terdiri atas vokal dan konsonan.
Sebagian besar bahasa memiliki vokal dan konsonan yang sama, yaitu 21 vokal [b], [c], [d], [f], [g], [h], [j], [k], [l], [m], [n], [p], [q], [r], [s], [t], [v], [w], [x], [y], [z], dan 5 konsonan [a], [i], [u], [e], [o]. Beberapa bahasa memiliki vokal dan konsonan yang berbeda. Misalnya adalah bahasa Korea yang memiliki aksara sendiri yang disebut 한글 (Hangeul).
Terdapat 10 vokal dalam bahasa Korea, yaitu [ㅏ] (a), [ㅑ] (ya), [ㅓ] (eo), [ㅕ] (yeo), [ㅗ] (o), [ㅛ] (yo), [ㅜ] (u), [ㅠ] (yu), [ㅡ] (eu), [ㅣ] (i), dan 14 konsonan yang terdiri atas [ㄱ] (g), [ㄴ] (n), [ㄷ] (d), [ㄹ] (r/l), [ㅁ] (m), [ㅂ] (b), [ㅅ] (s), [ㅇ] (~ng), [ㅈ] (j), [ㅊ] (ch), [ㅋ] (kh), [ㅌ] (the), [ㅍ] (ph), [ㅎ] (h).
Setiap bahasa juga memiliki satuan-satuan bahasa berupa kata, frasa, klausa, kalimat, dan wacana. kalimat. Wacana dibentuk oleh kalimat-kalimat. Kalimat dapat dibentuk oleh kata, frasa, dan klausa.
Kalimat "Kemarin, orang itu makan nasi goreng di warung" tersusun atas delapan kata, memiliki frasa 'orang itu', dan memiliki klausa 'makan nasi goreng'. Kalimat "When I see you smile, I can face the world" tersusun atas sepuluh kata, memiliki frasa 'when I', 'see you smile', 'can face', 'the world', dan tersusun atas klausa 'When I see you smile', 'I can face the world'.
Keuniversalan atau kesemestaan bahasa berarti suatu bahasa dapat dipahami, diterima, disepakati, dan berlaku bagi masyarakat penutur bahasa itu (Khoiri, 2015).
Kalimat "Aku cinta kamu" mengandung kata 'aku' yang berfungsi sebagai subjek, 'cinta' sebagai predikat, dan 'kamu' sebagai objek. Semua masyarakat Indonesia memahami bahwa 'aku' mengacu kepada diri seseorang tunggal, 'cinta' sebagai aksi perasaan dan pikiran yang mengandung kesukaan, ketertarikan, atau keinginan (besar) untuk memiliki, dan 'kamu' sebagai orang kedua tunggal yang dalam konteks tersebut berfungsi sebagai objek.
Pada tataran gramatika, mayoritas bahasa di dunia menganut pola berurutan, yaitu subjek dan predikat bisa ditambah objek dan dapat juga ditambah keterangan. Untuk mengungkapkan rasa cinta dalam bahasa Indonesia, dikatakan “Aku cinta kamu”, bahasa Jawa “Aku tresna sliramu”, bahasa Inggris “I love you”, bahasa Cina “Wo ai ni”, dan bahasa Arab “Ana uhibbuka (ki)”. Beberapa ungkapan rasa cinta tersebut memiliki pola kalimat yang sama meski dengan wujud fonologis dan morfologis yang berbeda.
Bahasa memang memiliki sifat universal seperti pada umumnya, tetapi bahasa juga memiliki keunikan-keunikan pada khususnya. Misalnya, di dalam bahasa Indonesia, tidak semua bentuk ulang dapat dinyatakan dengan peniadaan pengulangannya. 'berbondong-bondong' tidak bisa dinyatakan dengan 'berbondong', 'teka-teki' tidak bisa dinyatakan dalam 'teka', dan 'mondar-mandir tidak bisa dinyatakan dengan 'mondar'.
Berbeda dengan bahasa Indonesia, bahasa Arab ketika menyatakan jamak tidak perlu mengulang atau menaambahkan fonem /s/ atau sejenisnya, seperti bahasa Inggris, tetapi dengan perubahan bentuk atau konjugasi.
Misalnya, bentuk tunggal مسلم (muslimun) mengalami perubahan bentuk menjadi مسلمان (muslimaani) ketika dalam bentuk ganda dan mengalami perubahan bentuk menjadi مسلمون (muslimuuna) ketika dalam bentuk jamak. Contoh lainnya adalah kata مسافر (musaafirun) memiliki bentuk ganda مسافران (musaafiraani) dan bentuk jamak مسافرون (musaafiruuna).
Beberapa kata dalam suatu bahasa tertentu juga tidak dapat diterjemahkan ke dalam bahasa lainnya hanya dengan mengubah salah satu fonemnya secara pukul rata. Bahasa Jawa 'rame' diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia menjadi 'ramai' dengan mengubah [e] menjadi [ai], tetapi kata 'gering' tidak bisa diterjemahkan menjadi 'kering' dengan mengubah [g] menjadi [k] karena berbeda arti (bahasa Indonesia dari gering adalah kurus).
Verba di dalam suatu bahasa tidak semuanya cocok dengan afiks tertentu. Dalam bahasa Indonesia, terdapat verba yang tidak bisa mendapat afiks 'ter-'. Contohnya, kata 'lari' tidak bisa menjadi 'terlari'. Beberapa bahasa juga tidak mengenal jenis kelamin (jantina) dalam nominanya.
Contohnya adalah bahasa Indonesia. Dalam bahasa Indonesia, kata 'buku' bersifat netral atau berlaku untuk semua jenis kelamin. Tidak seperti bahasa Arab, kata 'kitab' (buku) bersifat maskulin atau berjenis kelamin laki-laki. Begitu pula kata 'mata' dalam bahasa Indonesia bersifat netral. Kata 'ainun' (mata) dalam bahasa Arab bersifat feminim atau berjenis kelamin perempuan.
Di dalam bahasa Jawa, terdapat kata suwe 'lama'; dan suwi 'lama banget'; gedhe 'besar'; dan gedhi 'besar banget'; tenan 'yakin'; dan tenin 'yakin banget'. Namun, kata banter 'cepat' tidak bisa dijadikan bantir karena tidak ada artinya. Begitu juga dengan kata tuwa 'tua' tidak berkaitan dengan kata tuwi karena memiliki makna yang berbeda, yaitu menengok. Masih di dalam bahasa Jawa, vokal /a/ yang berada dalam posisi koda atau suku akhir biasanya diucapkan [ᴐ]. Misalnya, kata dawa diucapkan [dᴐwᴐ], kata iya diucapkan [iyᴐ], kata padha diucapkan [pᴐdhᴐ].
Di dalam bahasa Indonesia, terdapat frasa anak kecil, tetapi tidak ada frasa anak besar. Selain itu, di dalam gramatika bahasa Indonesia, frasa yang benar adalah sampai jumpa, bukan melihat kamu walaupun bahasa Inggrisnya see you.
Have lunch tetap diterjemahkan menjadi makan siang dan bukan memiliki makan siang, take a nap tetap menjadi tidur siang dan bukan mengambil tidur siang, serta sometime diterjemahkan menjadi terkadang atau kadang-kadang dan bukan beberapa waktu.
DAFTAR PUSTAKA
Imelwati, Sri, dkk.. 2017. Variasi Sintaksis Bahasa Inggris Para Guru Bahasa Inggris di Kota Padang, Sumatera Barat. Jurnal Penelitian Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia V3.i2 (173-182).
Khoiri, Much. 2015. Diskusi tentang Kesemestaan Bahasa. Kompasiana, https://www.kompasiana.com/much-khoiri/diskusi-tentang-kesemestaan-bahasa.
Santosah, Prayogi dan Edy Victor Haryanto. 2020. Rancang Bangun Aplikasi Pengenalan Budaya dan Aksara Hangeul Korea dengan Audio Berbasis Android. Jurnal Mahasiswa Fakultas Teknik dan Ilmu Komputer 1 (1), 981-955, 2020.
Tarmini, Wini dan Rr. Sulistyawati. 2019. Sintaksis Bahasa Indonesia. Jakarta: UHAMKA Press.
Waljinah, Sri dan Harun Joko Prayitno. 2018. Kajian Pengkaidahan dan Kesemestaan Bahasa dalam Pembelajaran Filsafat Ilmu. Seminar Nasional SAGA# 2 (Sastra, Pedagogik, dan Bahasa) 1 (1), 304-310, 2018.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H