"Kalau pemerintah tidak akan membubarkan HMI, maka janganlah kalian berteriak-teriak menuntut pembubaran HMI. Lebih baik kalian bubarkan sendiri. Dan kalau kalian tak mampu melakukan itu, lebih baik kalian jangan pakai celana lagi, tapi tukar saja dengan sarung!" (DN Aidit)
Bung Karno meninggalkan Istana sebelum 16 Agustus 1967, keluar hanya memakai celana piyama warna krem dan kaos oblong cap cabe. Baju piyamanya disampirkan di pundak, memakai sandal cap Bata yang sudah usang. Tangan kanannya memegang kertas koran yang digulung agak besar, isinya Bendera Pusaka Sang Saka Merah Putih. (Sogol Djauhari Abdul Muchid, anggota DKP)
"De Belandas hebben mij nog goed behandelt, maar, bangsa sendiri begitu kasar dan kejam. Is dit als dank dat ik gekregen heb, voor wat ik gedaan heb voor mijn volk en vanderland. Ik kan dit alles maar niet begrijpen. Apakah ini bentuk terima kasih yang kudapat atas apa yang telah kulakukan untuk rakyat dan Tanah Air? Aku tidak bisa mengerti semua ini. Ik wou maar dat ik de schot krijgt. Aku ingin agar aku ditembak saja." (Bung Karno).
dan sekarang, Soeharto dianggap Pahlawan
3 tahun yang lalu, Setelah Soeharto masuk RSPP, lingkungan paling dalam pemerintahan SBY-JK sudah mempersiapkan teks belasungkawa itu. Bisa dibayangkan betapa rumitnya kalkulasi yang dilakukan pemerintahan SBY-JK, termasuk mempertimbangkan laporan intelijen– mengenai dinamika politik dan reaksi masyarakat.
adaisu kalangan mahasiswa akan melancarkan demonstrasi besar-besaran untuk mendesak pemerintah mengadili Soeharto. Di sisi lain para kroni Soeharto juga aktif melakukan berbagai manuver, termasuk mengkooptasi sejumlah kalangan untuk merekayasa keadaan, agar segenap unsur bangsa ini memaafkan dosa-dosa politik Soeharto. Pada saat bersamaan persiapan pasukan keamanan juga meningkat sangat intens, dengan indikator disiagakannya sejumlah panser di titik-titik strategis.
kini kita menjadi maklum. Pemerintahan SBY telah melakukan siasat yang berani dan bahkan nekad, untuk merehablitasi reputasi Soeharto, dan sekaligus menjejalkan ke kepala rakyat Indonesia bahwa Soeharto adalah seorang pahlawan. Siasat ini adalah gabungan dari cara kerja propaganda dan trik kehumasan. Sebuah indoktrinasi yang tak kentara atau “kudeta” terhadap akal sehat dan suara nurani masyarakat. Ini “brain washing” atau cuci otak, dimana obyeknya adalah rakyat, dengan memanfaatkan kekuatan media massa.
Nah, para pembaca yang budiman, terserah pada anda semua. Apakah anda sendiri menganggap Soeharto sebagai pahlawan bangsa ataukah seorang tiran yang tega mengorbankan rakyat demi memperkaya diri dan kelompoknya, serta menghilangkan nyawa banyak orang untuk kelanggengan kekuasaannya?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H