Pemilihan Kepala Daerah (PILKADA) serentak yang telah diselenggarakan pada tanggal 27 Juni lalu telah menimbulkan berbagai kontroversi yang terjadi di Indonesia. Mulai dari persaingan antara calon pemimpin dari berbagai partai politik (parpol), larangan memilih salah satu pemimpin yang apabila dilanggar akan mendapat imbalan yang tidak sepenuhnya masuk akal, hingga masalah yang timbul dari ditetapkannya hari libur nasional oleh Keputusan Presiden (keppres) Nomor 15 tahun 2018.
Sejak duduk di bangku sekolah dasar murid di Indonesia mendapatkan mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (PKN). Di dalam mata pelajaran tersebut murid-murid dijejali dan dibekali dengan segala macam cara agar nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila dapat tumbuh dan tidak luntur termakan usia untuk mempersiapkan pribadi masa depan yang bermoral.
 Di dalam Undang-Undang 1945 Pasal 22E ayat 1 dan 2 disebutkan bahwa "(1) Pemilihan umum dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil setiap lima tahun sekali. (2) Pemilihan umum diselenggarakan untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Presiden dan Wakil Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah".
Langsung, Umum, Bebas, Rahasia, Jujur, dan Adil atau disingkat "LUBER JURDIL" agar menjadi kalimat yang mudah diingat. Ya memang benar hingga kini masih teringat oleh masyarakat. Namun apakah kalimat tersebut masih berada pada makna yang sama? Sepertinya kalimat tersebut tidak benar-benar dipegang oleh "seluruh masyarakat di Indonesia". Mengapa ?
Semenjak kasus mantan Gubernur DKI Jakarta (BTP), masyarakat Indonesia begitu sensitif untuk memilih pasangan calon pemimpin. Namun seharusnya hal tersebut harus diimbangi dengan melihat makna dari pancasila "Bhineka Tunggal Ika" yang berarti "Berbeda tapi Tetap Satu". Indonesia berdiri dengan berbagai suku bangsa, ras, agama, dan lain sebagainya. Mereka bersatu untuk kemerdekaan Indonesia.
Dalam etika pancasila yang terkandung pada sila pertama "Ketuhanan Yang Maha Esa" berarti menghormati setiap orang atau warga atas berbagai kebebasannya dalam menganut agama dan kepercayaannya masing-masing. Serta menjadikan ajaran-ajarannya sebagai panutan untuk menuntun maupun mengarahkan jalan hidupnya.
Sila kedua "Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab", berarti menghormati setiap warga negara sebagai pribadi yang utuh sebagai manusia. Sila ketiga "Persatuan Indonesia", bersikap dan bertindak adil juga bersatu dalam perbedaan dan berbeda dalam persatuan.Â
Sila keempat "Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan Perwakilan", berarti kebebasan, kemerdekaan, kebersamaan, dimiliki dan dikembangkan dengan dasar musyawarah untuk mencapai kemufakatan secara jujur.Â
Sila kelima "Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia", yang memiliki arti membina dan mengembangkan masyarakat yang berkeadilan sosial mencakup kesamaan derajat dan pemerataan bagi setiap orang atau setiap warga. (Pendidikan Pancasila Dr. H Syahrizal Syarbaini, M.A.)
Semua warga negara Indonesia berhak memahami lahir dan batin juga menjalankan makna yang terkandung dalam pancasila sebagai dasar negara untuk kehidupan yang harmonis, aman, dan tenteram.
Hal yang baru-baru ini terjadi di salah satu kota di Jawa Barat, didapati seorang karyawan yang dipecat oleh pihak yayasan karena perbedaan pilihan calon pemimpin. Apakah masih memaknai kalimat "LUBER JURDIL"? Tentu hal tersebut sudah tidak mengkolaborasikan kebebasan, kejujuran, dan keadilan pada korban. Meskipun pada akhirnya pihak yayasan meminta maaf, namun hubungan antara kedua belah pihak tidak mudah untuk kembali pada keadaan semula.