Awal usia remaja menunjukkan percepatan pertumbuhan fisik, bahkan terjadi perubahan dari kecilnya yang 'buruk rupa' menjadi ganteng atau cantik molek, tentu saja hal tersebut akan memberi kebanggaan padanya. Namun, yang lebih perlu diperhatikan adalah perkembangan mental atau karakternya, apakah ia akan menjadi tangguh, keras kepala atau bahkan lembek, dan semua hal tersebut banyak ditentukan pada usia remaja.
Masa remaja biasa disebut masa pubertas yaitu suatu masa peralihan dari anak-anak menuju dewasa, remaja banyak mengalami perubahan fisik, psikologis dan sosial (Pieter & Lubis, 2010)
 Pernahkah Anda mendengar anak remaja marah kepada orang tuanya, lalu kabur dari rumah? Atau remaja yang berkata kasar dalam menyampaikan pendapat atau keinginannya sampai ikut-ikutan tawuran? Atau berpenampilan aneh-aneh hingga terjerumus narkoba. Belum lagi yang mengambil tindakan nekat seperti bunuh diri hanya karena malu terlambat membayar uang sekolah atau tidak diijinkan untuk bisa ikut menonton bersama teman-temannya atau malu bila tidak mempunyai HP keluaran terbaru?
Bila mendengar semua fakta tersebut, kita akan cenderung mengatakan,"Memang mentalitasnya lemah. Karakternya tidak kuat, sehingga mudah terpengaruh hal-hal negatif." Benarkah demikian? Bisakah dari dinamika persoalan remaja itu bisa langsung ditarik kesimpulan bagaimana karakternya?
Secara teoritis masa remaja merupakan masa peralihan, yaitu perpindahan dari satu tahapan perkembangan ke tahapan perkembangan berikutnya (menuju remaja), di mana apa yang sudah terjadi sebelumnya akan membawa bekas pada apa yang terjadi sekarang dan yang akan datang.
Hal tersebut juga akan berpengaruh pada pola perilaku dan sikapnya. Masa remaja dikenal sebagai masa yang penuh kegoncangankarena masih dalam tahap mencari identitas (Hurlock, 1980).
Tahapan perkembangan di usia remaja cenderung sulit diatasi karena remaja biasanya akan menolak bantuan dari orang lain, berusaha untuk mandiri dan menunjukkan sikap ingin diakui yang ditandai dengan adanya keinginannya mencari identitas diri dan ingin menunjukkan dirinya berbeda dengan orang lain.
Masa remaja juga dianggap sebagai masa yang menimbulkan ketakutan. Hal ini terjadi karena ada anggapan atau stereotip bahwa remaja kurang bisa dipercaya, kurang bertanggung jawab dalam menyelesaikan tugasnya, nakal alias susah diatur, remaja dianggap hanya membuat orang tua khawatir dalam membimbing dan mengawasi perilakunya.
Bila pendekatan orang tua dan lingkungan tidak tepat, bisa menimbulkan gesekan-gesekan atau konflik antar remaja dan orang tua maupun lingkungannya. Apalagi masa remaja ini suasana hatinya kerap tidak stabil. Pemicu kecil saja bisa meledakkan emosinya.
Kuat lemahnya karakter remaja memang banyak dipengaruhi oleh pola pengasuhan yang diterimanya sejak ia masih kecil. Pada beberapa remaja yang manja dan tidak suka tantangan biasanya diasuh oleh orang tua dengan pola asuh permisif, jadi orang tua tidak punya kontrol sama sekali terhadap anak, terserah anak maunya apa dan bagaimana, semuanya serba ada dan serba di toleransi. Hal seperti ini membuat remaja menjadi sosok yang kurang tangguh.Â
Remaja yang biasanya mengalami masalah psikologis seperti merokok, obat-obatan, membolos, seks bebas dan lain-lain umumnya memiliki 'bibit' masalah sejak ia berada pada masa kanak-kanak. "Misalnya anak yang diabaikan orang tua, hanya diberikan materi tetapi kurang diberikan perhatian atau sentuhan kasih sayang".
Bila di masa peralihan ini timbul adanya tekanan atau stres yang tidak mampu Ia hadapi, rasa marah, tidak nyaman yang selama ini Ia pendam akan di ekspresikan ketika remaja.Â
Sebaliknya anak-anak yang diasuh orang tua dengan model otoriter, akan menghasilkan remaja yang cenderung keras kepala, suka melawan dan memberontak. Kenapa demikian? Karena orang tua otoriter biasanya keras, tidak mau mendengarkan pendapat anak serta aturan yang diterapkannya cenderung kaku.
Anak-anak yang diasuh oleh orang tua demokratis, biasanya memiliki karakter yang kuat, sportif, berani tetapi tidak agresif, mau mendengarkan orang lain, senang berdiskusi, dan biasanya secara emosional lebih stabil karena mampu menyaring informasi.Â
Tetapi mengapa bila metode pengasuhan sudah benar namun remaja masih bisa melakukan perbuatan yang tidak baik? Hal ini biasanya disebabkan karena pengaruh lingkungan sosial seperti teman sebaya.
Di usia ini, remaja akan menunjukkan sikap komformitas atau mengikuti kelompok teman sebayanya. Semakin kuat peran teman sebaya (misalnya geng atau peer group), maka semakin mempengaruhi perilaku remaja. Bila tidak mengikuti, remaja takut menjadi bahan ejekan atau dimusuhi. Sehingga apa pun yang dilakukan teman akan memberikan dampak tersendiri kepada remaja, termasuk merokok atau membolos.Â
Tidak adanya role model yang positif juga bisa memberikan pengaruh pada karakter seorang remaja, karena itu kita sebagai orang tua perlu mencermati sekeliling remaja kita. Yang tidak kalah penting juga adalah mengawasi penggunaan internet kepada remaja yang berdampak negatif.
Sebagai orang tua sebaiknya kita perlu membangun perilaku positif kepada remaja kita, yaitu dengan cara :
1. Ciptakan komunikasi yang efektif. Jadilah pendengar yang aktif, mendengarkan dengan mengerahkan seluruh indra kita sehingga bisa bersikap empati pada apa yang terjadi dan dirasakan remaja. Selain itu penting bersikap fleksibel dalam menyatakan pendapat dan bersikap.Â
2. Mengajarkan kemandirian sedini mungkin, karena hal itu akan membuat remaja nantinya bisa bertahan di saat-saat sulit, bisa mencari solusi, tidak tergantung pada teman, atau ketergantungan pada obat dan hal-hal negatif lainnya. Karena kita tidak mungkin selalu ada disisinya untuk menolong dia saat mendapat masalah, namun sebaliknya apabila kita tidak ada disisinya ia akan berusaha secara mandiri menghadapi masalahnya.
3. Memberikan kesempatan dan fasilitas pada remaja melakukan berbagai aktivitas yang positif. Caranya dimulai ketika Ia masih usia kanak-kanak. Arahkan pada aktivitas yang Ia gemari dan minati misalnya organisasi remaja yang sifatnya sosial, musik, tari dan olahraga.
4. Sikap yang tepat bagi orang tua adalah dengan bersikap demokratis. Berusaha bersikap hangat, tidak menuduh, mau mendengarkan, memberikan aturan yang jelas dan bijaksana, mengutamakan diskusi sebelum membuat keputusan.
Semoga masa remaja kita akan menjadi masa yang paling indah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H