Mohon tunggu...
Mei Pritangguh
Mei Pritangguh Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Aktivis Sosial

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Penguatan Identitas Nasional dan Upaya Strategi Politik dalam Membangun Kewaspadaan terhadap Ancaman Konflik Agraria

6 April 2018   21:39 Diperbarui: 6 April 2018   21:59 836
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kewaspadaan Nasional merupakan sikap waspada suatu bangsa adalah kualitas kesiapan dan kesiagaan yang harus dimiliki oleh bangsa itu agar mampu mendeteksi, mengindentifikasi, mengantisipasi sejak dini dan melakukan aksi pencegahan awal terhadap berbagai bentuk dan sifat potensi ancaman. 

Definisi Kewaspadaan Nasional yaitu kesadaran dan kesiapsiagaan bangsa untuk melihat dengan cermat masalah-masalah yg dihadapi secara nasional, baik dalam bentuk kerawanan atau Ancaman, Gangguan, Hambatan dan Tantangan (AGHT), serta mampu menemukan peluang yg terbuka, sehingga dpt mengambil sikap & keputusan yg benar & komprehensif bagi keutuhan bangsa & NKRI.

Upaya Strategi Politik yang tepat dalam menangani konflik agraria adalah kebijakan pemerintah. Undang-undang Penanganan Konflik Sosial (PKS), Inpres PGKDN, dll merupakan hasil dari upaya pemerintah menangani konflik dalam negeri. Selanjutnya, kebijakan dalam segi pertahanan merujuk pada bagaimana menjaga negara, keselamatan rakyat, dan kepentingan nasional melalui ancaman dan penggunaan kekuatan militer.

 Hal ini merupakan salah satu outputdari sistem politik dengan tujuan yang lebih luas yaitu keamanan nasional. Jelas bahwa ancaman yang mengganggu stabilitas kearnanan akan dipertahankan dengan segala usaha agar terciptanya keamanan nasional (Hays dkk, 1997). Sekian banyak konflik agraria yang terjadi, jika diatasi secara tepat maka tercipta stabilitas keamanan negara.

Pembuatan kebijakan publik dalam tatanan politik negara memerlukan tahapan-tahapan yang tepat, agar kebijakan tersebut mampu berfungsi optimal. Terdapat empat tahapan pembuatan kebijakan menurut William Dunn (2003), yaitu: (1) Penyusunan agenda; (2) formulasi kebijakan; (3) legitimasi kebijakan; (4) evaluasi kebijakan.

 Penyusunan Agenda adalah sebuah proses yang sangat strategis dalam realitas kebijakan publik. Dalam proses inilah memiliki ruang untuk memaknai apa yang disebut sebagai masalah publik dan prioritas dalam agenda publik dipertarungkan. Jika sebuah isu berhasil mendapatkan status sebagai masalah publik, dan mendapatkan prioritas dalam agenda publik.

Selanjutnya formulasi kebijakan, masalah yang sudah masuk dalam agenda kebijakan kemudian dibahas oleh para pembuat kebijakan. Masalah-masalah tadi didefinisikan untuk kemudian dicari pemecahan masalah yang terbaik. Pemecahan masalah tersebut berasal dari berbagai alternatif atau pilihan kebijakan yang ada. Sama halnya dengan perjuangan suatu masalah untuk masuk dalam agenda kebijakan, dalam tahap perumusan kebijakan masing-masing alternatif bersaing untuk dapat dipilih sebagai kebijakan yang diambil untuk memecahkan masalah.

Ketiga adalah legitimasi, tujuan legitimasi adalah untuk memberikan otorisasi pada proses dasar pemerintahan. Jika tindakan legitimasi dalam suatu masyarakat diatur oleh kedaulatan rakyat, warga negara akan mengikuti arahan pemerintah. Namun warga negara harus percaya bahwa tindakan pemerintah yang sah.Mendukung. Dukungan untuk rezim cenderung berdifusi -- cadangan dari sikap baik dan niat baik terhadap tindakan pemerintah yang membantu anggota mentolerir pemerintahan disonansi.Legitimasi dapat dikelola melalui manipulasi simbol-simbol tertentu. Di mana melalui proses ini orang belajar untuk mendukung pemerintah

Evaluasi sebagai tahapan akhir di setiap proses. secara umum evaluasi kebijakan dapat dikatakan sebagai kegiatan yang menyangkut estimasi atau penilaian kebijakan yang mencakup substansi, implementasi dan dampak. Dalam hal ini, evaluasi dipandang sebagai suatu kegiatan fungsional. Artinya, evaluasi kebijakan tidak hanya dilakukan pada tahap akhir saja, melainkan dilakukan dalam seluruh proses kebijakan. 

Dengan demikian, evaluasi kebijakan bisa meliputi tahap perumusan masalh-masalah kebijakan, program-program yang diusulkan untuk menyelesaikan masalah kebijakan, implementasi, maupun tahap dampak kebijakan. Pembuatan kebijakan dalam menangani konflik seyogianya dilakukan berdasarkan tingkat urgensi dan esensi kebijakan, serta melibatkan stakeholder. Hal tersebut dilakukan agar terbentuk rumusan dasar hukum dan lembaga yang kokoh.

Era demokratisasi saat ini memberikan political leveragekepada rakyat yang diwakilkan oleh DPR. Sebagai pemegang checks and balance, DPR mempunyai tiga fungsi yaitu: Legislasi, Pengawasan, dan Budgeting. Budaya politik seperti ini disebut sebagai kemajuan demokrasi Indonesia. DPR sebagai representasi rakyat memiliki kewajiban menyuarakan kepentingan rakyatnya. Kebijakan politik yang dihasilkan juga dituntut mampu sesuai dengan perkembangan dan kebutuhan masyakarakat, terutama penanganan konflik yang terjadi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun