Pertemanan manusia dengan ragi roti (Saccharomyces cerevisiae), seperti yang digunakan pada pembuatan bir, anggur dan tentunya, roti sudah berlangsung sejak zaman kuno. Hyeroglyph menunjukkan penggunaan ragi oleh bangsa Mesir untuk membuat alkohol dan roti lebih dari lima ribu tahun lalu.Â
Ragi roti adalah mikroorganisme uniseluler yang merupakan bagian dari keluarga jamur. Ragi roti umumnya berukuran lebih besar dibandingkan dengan bakteri, dan tampak berbentuk bulat atau oval di bawah mikroskop.Â
Semakin modern, pemanfaatan ragi roti oleh manusia terus berkembang. Ragi roti dapat dimanfaatkan tidak hanya di industri makanan, namun juga dalam pembuatan obat.Â
Probiotik
Alkisah dalam perjalanannnya ke Indochina pada awal tahun 1920, Henri Boulard, seorang ilmuwan Perancis, mendapati terjadinya wabah kolera yang menjangkiti penduduk pribumi. Ia memperhatikan bahwa pribumi yang mengunyah kulit leci dan manggis atau membuat teh dari kulit buah tersebut, tidak menunjukkan gejala kolera.Â
Setelah Henri melakukan penelitian lebih lanjut, diketahui bahwa kulit buah leci dan manggis mengandung mikroorganisme yang kemudian ia namakan Saccharomyces boulardii. Beberapa tahun kemudian diketahui bahwa mikroorganisme ini merupakan spesies yang sama dengan ragi roti, hanya berbeda galurnya.Â
Saat kembali ke Perancis, Henri mematenkan galur tersebut dan menjualnya pada tahun 1947 ke perusahaan Biocodex. Sejak tahun 1953, probiotik ini dijual ke pasaran dalam bentuk suplemen kapsul, dan hingga kini menjadi satu-satunya jenis ragi yang digunakan sebagai probiotik.Â
Ragi ini biasanya dindikasikan untuk membantu mencegah diare yang disebabkan oleh penggunaan antibiotik, Traveller's diarrhea (diare yang disebabkan oleh asupan makanan atau minuman yang terkontaminasi mikroba), diare pada pasien HIV, dan pada tukak lambung yang disebabkan oleh bakteri Helicobacter pylori.
Produk bioterapetik adalah molekul atau komponen biologis yang digunakan sebagai obat, seperti hormon, vaksin, atau antibodi. Pada tahun 2014, setidaknya 13% produk bioterapetik dihasilkan dari ragi. Hal ini dimungkinkan dengan perkembangan bioteknologi. Dengan teknologi DNA rekombinan, molekul DNA dari organisme yang berbeda dapat digabungkan, dan dimasukkan ke dalam sel inang untuk menghasilkan kombinasi genetik yang diharapkan. Dengan teknologi ini, ragi dapat memproduksi berbagai protein dan senyawa yang secara alami tidak bisa dihasilkannya.Â
Berdasarkan hasil Sample Registration System (SRS) pada tahun 2015 dan 2016, penyakit diabetes menduduki peringkat ketiga penyebab kematian terbesar di Indonesia. Diabetes terjadi saat kandungan glukosa, atau gula darah terlalu tinggi. Gula darah ini didapatkan dari makanan, dan merupakan sumber energi utama tubuh manusia.Â
Namun, agar dapat menjadi energi, gula dari makanan harus dapat masuk ke dalam sel tubuh manusia terlebih dahulu dengan dibantu insulin. Secara normal, insulin diproduksi oleh pankreas, tetapi jumlahnya terkadang tidak mencukupi kebutuhan atau insulin yang dihasilkan tidak dapat digunakan dengan efisien.Â
Akibatnya, gula tetap berada pada darah dan tidak dapat masuk ke dalam sel. Jika tidak ditangani dengan baik, diabetes dapat menyebabkan gangguan jantung, stroke, gangguan ginjal, masalah penglihatan, kerusakan gigi, dan kerusakan sistem saraf.Â
Salah satu penanganan diabetes dilakukan dengan pemberian insulin dari luar (melalui injeksi atau inhalasi). Pada awalnya, insulin diekstrak dari pankreas hewan, terutama sapi dan babi). Namun, ada resiko keterbatasan suplai dibandingkan dengan permintaan yang semakin meningkat.Â
Sejak tahun 1978, penelitian dilakukan untuk memproduksi insulin manusia dari bakteri atau ragi dengan bantuan teknologi DNA rekombinan. Pada tahun 1987, perusahaan pembuat insulin, Novo, merilis insulin manusia pertama yang diproduksi dari ragi roti sebagai pengganti insulin dari babi. Insulin tersebut terbukti memberikan efek klinis yang sebanding dengan insulin yang diekstrak dari hewan.Â
Meskipun perbaikan sistem higiene terus dilakukan, penyakit yang disebabkan oleh infeksi bakteri dan virus masih menjadi masalah yang mengancam hidup manusia. Salah satu cara pencegahan yang dapat dilakukan adalah dengan pemberian vaksin (imunisasi). Vaksin menstimulasi sistem pertahanan tubuh manusia untuk memberikan perlindungan atau kekebalan terhadap infeksi.Â
Kementerian Kesehatan merekomendasikan pemberian vaksin Hepatitis B (HB) pada bayi dan anak untuk mencegah penyakit hepatitis B yang dapat menyebabkan kegagalan fungsi hati dan kanker hati. Penyakit ini disebabkan oleh infeksi virus hepatitis B (HBV). Vaksin yang diberikan mengandung protein antigen yang disebut HBsAg. Protein ini merupakan bagian dari virus HBV yang dapat memicu tubuh manusia untuk memproduksi antibodi sebagai perlindungan terhadap infeksi. Namun demikian, protein ini tidak menyebabkan penyakit hepatitis.Â
Vaksin HB yang dipasarkan pertama kali didapatkan dari plasma darah pasien yang terinfeksi. Pada tahun 1986, dibuat vaksin rekombinan pertama yang dihasilkan dari ragi roti. Vaksin rekombinan dibuat dengan menyisipkan gen penyandi protein pada sel ragi, sehingga sel ragi dapat memproduksi protein tersebut. Karena keamanannya lebih baik, vaksin rekombinan ini digunakan untuk menggantikan vaksin HB yang berasal dari darah.Â
Vaksin rekombinan lain yang diproduksi dari ragi roti adalah vaksin terhadap Human Papillomavirus (HPV). Seperti pada vaksin HB, vaksin HPV mengandung protein virus yang menginduksi pembentukan antibodi tanpa menimbulkan penyakit.Â
HPV sendiri adalah virus yang menginfeksi kulit atau sel mukosa seperti pada vagina dan serviks (leher rahim). Terdapat dua jenis HPV "beresiko tinggi" yang berkontribusi pada 70% kasus kanker serviks. Pemberian vaksin HPV terbukti efektif dalam mencegah terjadinya infeksi virus tersebut. Di Indonesia, pemberian vaksin HPV direncanakan pemerintah untuk masuk ke dalam program imunisasi nasional untuk siswi SD/MI dan sederajat kelas 5 dan 6 melalui program Bulan Imunisasi Anak Sekolah (BIAS).
Antibiotik, Antikanker, hingga Ganja
Pada tahun 2017, peneliti dari Imperial College London berhasil merekayasa sel ragi roti untuk memproduksi antibiotik penisilin yang memberikan aktivitas antimikroba pada bakteri Streptococcus, yaitu golongan bakteri penyebab infeksi tenggorokan ringan hingga pneumonia.Â
Penelitian serupa yang dilakukan pada tahun 2018 di Universitas Stanford sukses menghasilkan noskapin, obat pereda batuk dengan potensi antikanker yang secara tradisional hanya dapat diekstrak dari tanaman opium atau candu. Karena jumlah noskapin yang dihasilkan memadai secara komersial, penelitian ini dapat mengatasi kendala ketersediaan noskapin mengingat budidaya opium membutuhkan kontrol yang ketat dan mahal.Â
Universitas California di tahun 2019 juga berhasil merekayasa sel ragi roti untuk memproduksi komponen utama pada ganja: tetrahydrocannabinol (THC) yang memberikan efek "high", dan cannabidiol (CBD).
 Secara medis, THC atau dronabinol dapat diresepkan untuk mengatasi mual dan muntah, serta untuk menstimulasi nafsu makan terutama pada pasien yang mengalami penurunan berat badan dan massa otot akibat penyakit seperti AIDS dan kanker. Sementara, CBD digunakan pada anak yang mengalami kejang epilepsi.Â
Senyawa ini juga berpotensi untuk digunakan pada pengobatan kegelisahan (anxiety), penyakit Parkinson, dan nyeri kronis. Seperti halnya pada opium, penelitian ini dapat memberikan alternatif yang lebih mudah dan murah untuk memproduksi bahan baku murni dibandingkan dengan proses ekstraksi bahan alam dari tanaman ganja.Â
Sebagai kesimpulan, ragi roti memberikan alternatif sebagai penghasil berbagai protein maupun senyawa yang berguna bagi kesehatan, sehingga dapat menjaga ketersediaan produk obat di pasaran. Hal ini menjadi daya tarik tersendiri bagi berbagai penelitian. Ke depannya, perkembangan teknologi yang semakin pesat juga memungkinkan ragi untuk dapat digunakan dalam menghasilkan senyawa yang benar-benar baru, dengan efektivitas dan keamanan yang diharapkan lebih baik bagi manusia.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H