Mohon tunggu...
Humaniora

Fenomena Dimas Kanjeng Taat Pribadi di Negeri Kecuali

12 Oktober 2016   14:22 Diperbarui: 12 Oktober 2016   14:40 85
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Merujuk pada tulisan Miftakhul Huda – Redaktur Majalah Konstitusi tentang konsep Demokrasi Pancasila*3, masyarakat bergerak ke arah yang lebih maju; membentuk keadaan yang lebih maju dalam kehidupan yang bertoleransi; saling beri-memberi. Kalau kita kembali menelisik fenomena Dimas Kanjeng Taat Pribadi, kemajuan seperti apa yang sudah dicapai? Sikap toleransi apa yang sudah dibangun dan terbentuk? Saling memberi apa yang diajarkan? Semua pertanyaan ini sudah bisa dipastikan berujung pada jawaban yang sifatnya relatif. Sangat subeyektif, bergantung pada kepada siapa kita bertanya.

Sekali lagi, disinilah peran negara sangat ditunggu. Melindungi warga masyarakat lain supaya tidak menjadi korban “kesaktian” yang tidak bisa dibuktikan secara konkrit.

Dalam tulisannya tentang Demokrasi Terpimpin, Ki Hajar Dewantara sebagai pendiri Taman Siswa juga menjabarkan landasa kehidupan berkelompok (berkeluarga) yang harus disesuai dengan jaman dan dengan jiwa masyarakat sekarang*4.

Negara tidak hanya melindungi, secara paralel juga memberikan pemahaman sebagai bekal masyarakat supaya tidak mudah silau dan terpesona dengan sosok-sosok mengaku sakti mandraguna. Masyarakat bebas menentukan nasib dan arah perjalanan hidupnya, sesusai dengan kaedah dan norma yang berlaku di masyarakat dengan meminjam semboyan “Tut Wuri Handayani”*5.

Masyarakat diberi bekal untuk menumbuhkan “tameng” logika berdasarkan ajaran agamanya masing-masing terhadap mulut manis nan-meyakinkan orang-orang “sakti” yang mungkin akan terus muncul di masa mendatang.

PERLUNYA PEMIMPIN

Dalam menjamin arah tujuan maju bersama berlandaskan kebenaran dan keadilan, masyarakat membutuhkan pemimpin berwibawa, tegas dan memihak pada kepentingan khalayak. Ibarat sebuah kapal, pemimpin inilah yang bertanggung jawab sebagai nakhoda membawa semua penumpang (warganya) menuju arah yang disepakati. Kehidupan yang lebih baik. Pemimpin yang bisa menjamin jalannya fungsi-fungsi kehidupan untuk tertib-damainya hak-hak diri*6. Menciptakan suasana tanpa nafsu untuk memikirkan diri sendiri; menguntungkan diri dengan merugikan orang lain*7.

SEANDAINYA

Seandainya aku sakti seperti Dimas Kanjeng Taat Pribadi, aku akan sering berkunjung ke panti anak yatim, panti lansia. Akan kubagikan kekayaan hasil kesaktianku untuk mereka.

Seandainya aku bisa menggandakan uang, aku jadikan sahabat orang-orang yang rela berdiri di tengah jalan jalur Probolinggi-Banyuwangi membawa ember; keranjang; kaleng meminta sumbangan buat pembangunan masjid atau tempat ibadah.

Seandainya aku sakti, bisa menggandakan uang seperti mereka, aku akan bangun sekolah reot di pelosok negeri ini dan kujadikan guru-gurunya sebagai sahabatku supaya mereka bisa memahami dan merasakan sebenarnya sejahtera.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun