Mohon tunggu...
Meilisna Maulina
Meilisna Maulina Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa program studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia UIN Syarif Hdiyatullah Jakarta.

Mahasiswa program studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia UIN Syarif Hdiyatullah Jakarta.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Periodesasi Sastra Indonesia Menurut Para Ahli

15 April 2022   15:39 Diperbarui: 15 April 2022   15:49 6818
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Sastra Indonesia adalah sebuah istilah yang melingkupi berbagai macam karya sastra yang berada di Indonesia. Istilah "Indonesia" sendiri mempunyai arti yang saling melengkapi, terutama dalam cakupan sejarah politik yang ada di wilayah tersebut. Sastra Indonesia sendiri dapat merujuk pada sastra yang di buat di wilayah kepulauan Indonesia. Sering juga secara luas dirujuk pada sastra yang bahasa akarnya berdasarkan bahasa Melayu (di mana bahasa Indonesia adalah turunannya). Sastra indonesa telah berkembang dari zaman ke zaman. Hal itu membuktkan bahwa sastra merupakan aspek penting yang ada dalam kehidupan sehari-hari.

Periodesasi sastra ini merupakan pembabakan waktu pada awal munculnya sastra terhadap perkembangannya yang ditandai dengan ciri-ciri tertentu.  Maksudnya, tiap babak waktu (periode) memiliki ciri tertentu yang berbeda dengan periode yang lain. Dalam periodisasi sastra Indonesia dibagi menjadi dua bagian besar, yaitu lisan dan tulisan.  Secara urutan waktu terbagi atas angkatan Pujangga Lama, angakatan Balai Pustaka, angkatan Pujangga Baru, angkatan 1945, angkatan 1950-1960-an, angkatan 1966-1970-an, angkatan 1980-1990-an, angkatan Reformasi, sampai dengan angkatan 2000-an.

Beberapa tokoh mengklasifikasikan Periodesasi sastra Indonesia menurut perkembangan zaman, tokoh tersebut di antaranya; Buyung Saleh, HB. Jassin, Nugroho Notosusanto, dan Ajip Rosidi. Periodesasi sastra menurut Buyung Saleh adalah jangka yang panjang atau pendek dalam perkembangan sastra yang menunjukkan ciri khas karya sastra yang pada umumnya terbagi menjadi tiga yaitu; Kesusastraan Lama, Kesusastraan Peralihan, dan Kesusastraan Baru. Pada masa kesusastraan lama, karya sastra masih berkisar pada cerita yang disampaikan dari mulut ke mulut (lisan). Adapun hasil karya sastranya yaitu berupa mantra, hikayat, dan dongeng. Cerita pada masa ini mengisahkan kehidupan raja-raja (istana sentries). Sedangkan pada masa kesusastraan peralihan ini telah di tinggalkannya kebiasaan lama, yaitu istana sentries menjadi karya yang realistis. Terakhir pada masa kesusastraan baru yang di dalamnya terdapat Balai Pustaka, Angkatan Pujangga baru, Angkatan 1945, dan Angkatan 1966.

menurut HB. Jasin periodesasi sastra Indonesia terdiri dari; Sastra Melayu Lama dan Sastra Indonesia Modern. Pada masa sastra melayu lama, periode sastra digolongkan berdasarkan ciri-ciri sastra yang dikaitkan dengan situasi sosial serta berdasarkan pembabakan waktu dari awal kemunculan sampai dengan perkembangan.

Pada masa ini juga sastra dipengaruhi oleh kebudayaan Hindu-Budha dan kebudayaan islam di Indonesia, ciri-ciri Melayu lama tentunya masih menggunakan bahasa Melayu, ceritanya seputar istana sentries dan hal-hal tahayul, serta  masih sangat terikat dengan aturan-aturan dan adat-istiadat daerah setempat. Adapun sastra Indonesia modern ini muncul pada awal ke-20 yang dipelopori oleh gerakan nasionalis dari pejuang bangsa Indonesia. Yang di dalamnya terdapat angkatan Balai Pustaka, angkatan Pujangga Baru (33), angkatan 45, dan angkatan 66.

Nugroho Notosusanto tidak memberikan ciri-ciri intrinsik karya sastra Indonesia yang ada dalam tiap-tiap periode, ia rupanya mengikuti H.B. Jassin dan Boejoeng Saleh. Hanya mengenai angkatan 50 dikatakan olehnya (1963: 208) bahwa para sastrawan periode 50  jangkauan orientasinya meliputi seluruh dunia, tak hanya Belanda dan Eropa Barat. Penyair dan penulis berguru kepada sastrawan Indonesia sendiri, mereka berguru puisi pada Chairil Anwar dan Sitor Situmorang, pengarang prosa berguru kepada Pramoedya Ananta oer atau Idrus. Unsur-unsur persajakan dari bahasa-bahsa daerah semakin digali hingga makin kayalah bahasa Indonesia. Sifat nasional periode 50 juga dicerminkan oleh tersebarnya pusat-pusat kegiatan ke seluruh wilayah tanah air Indonesia.

Selain Nugroho Natosusanto yang tidak memberikan ciri-ciri intrinsik pada periode sastra ini, Ajip Rosidi juga tidak menguraikan ciri-ciri intrinsik karya sastra Indonesia yang ada dalam tiap-tiap periodenya. Menurutnya, periode-periode sastra itu tidak tersusun multlak. Berdasarkan ketidakmutlakan itu, maka gambaran sesungguhnya priode-periode sejarah sastra Indonesia bertumpang tindih sebagai berikut:

1.  Periode Balai Pustaka: 1920-1940

2.  Periode Pujangga Baru: 1930-1945

3.  Periode Angkatan 45: 1940-1955

4.  Periode Angkatan 1950-1970 dan

5.  Periode Angkatan 70: 1965-sekarang (1984).

Dapat disimpulkan dari pengertian periodesasi sastra menurut para ahli, sebenarnya tidak ada perbedaan antara periodesasi yang satu dengan yang lain. Semua mulai perkembangan sastra Indonesia modern sejak tahun 20-an, kesemuanya juga menempatkan tahun 30, tahun 45, dan tahun 66 sebagai tonggak-tonggak penting dalam perkembangan sastra. Perbedaannya hanya berkisar pada masa dan istilah serta masalah peranan tahun 1942 dan tahun 1950 di dalam perkembangan sastra Indonesia. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun