Kehilangan kemampuan untuk melihat menjadi keterbatasan yang di alami penyandang tunanetra. Tunanetra adalah hilangnya kemampuan seseorang untuk melihat. Di Indonesia sendiri jumlah penyandang tuna netra mencapai 1,5 persen atau sekitar 3,5 juta orang, jumlah tersebut berdasarkan data tahun 2016 dari Yayasan Mitra Netra, yang di ketuai oleh Anita Chairul Tanjung.
Keterbatasan yang dimiliki, membuat para penyandang tunanetra mengalami beberapa masalah yang di hadapi dalam kehidupan sehari-hari. Seperti, kesulitan dalam hal pendidikan, masalah dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitar, sulitnya untuk mendapat lapangan pekerjaan, masalah emosional, dan lain sebagainya.
Namun bukan berarti hal itu menjadikan mereka kehilangan semangat untuk tetap melanjutkan kehidupan. Bahkan tidak jarang dari mereka justru menginspirasi, karna mampu melakukan hal lebih dari apa yang dilakukan oleh orang normal pada umumnya.
Banyak dari mereka yang berhasil mendobrak benteng keterbatasan yang ada dengan kelebihan yang di miliki. Mereka mampu memaksimalkan fungsi indera lain yang dimilikinya, dengan indera pendengaran mereka dapat mengerti dunia, menggunakan anggota tubuh lainnya sebagai peraba serta dengan jemarinya mereka mampu berkarya.
Meski seperti itu, tidak dapat di pungkiri penyandang tunanetra memiliki kekurangan pada penglihatan sehingga sulit untuk berpergian tanpa bantuan orang lain. Untuk menunjang aktifitasnya, penyandang tunanetra menggunakan tongkat yang berfungsi sebagai pemberi isyarat ketika ada benda yang menghalangi di sekitarnya.
Namun tongkat konvensional yang bayak di gunakan saat ini tidak cukup untuk mempermudah aktifitasnya. Diperlukan adanya pengembangan teknologi yang dapat membantu penyandang tunanetra untuk lebih mudah dalam beraktifitas.
Kemajuan teknologi kini terjadi sangat pesat terutama di era milenial dan revousi industri 4.0, dimana kegiatan manufaktur terintegrasi melalui penggunaan teknologi wireless dan big data secara masif. "di era revolusi industri 4.0 Komputer tersambung satu sama lain melalui internet" ujar ketua tim pelaksana wantiknas Dr. Ing Ilham Akbar Habibie, MBA. Dalam acara seminar pemanfaatan aplikasi teknologi pendidikan di era revolusi industri 4.0, 15 Februari 2019.
Saat ini pergeseran perilaku turut berubah seiring dengan kemajuan teknologi, hampir semua teknologi kini sudah serba digital. Pengembangan teknologi digital merupakan salah satu bentuk pengaplikasian ilmu fisika di era mienial saat ini. Hal tersebut mendorong semangat generasi muda tidak terkecuali saya dan teman-teman,utuk bersama berkarya serta mengembangkan teknologi yang ada.
Salah satunya adalah dengan meakukan pengembangan teknologi terhadap tongkat penyandang tunanetra. Tongkat penyandang tunanetra konvensional yang di modifikasi sedemikian rupa agar lebih mempermudah penyandang tunanetra dalam aktivitasnya. Salah satu teknologi yang dapat digunakan adalah menggunakan Arduino yang di hubungkan dengan sensor ultrasonik sebagai input lalu buzzer dan micro vibration motor sebagai output-nya.
Teknologi tersebut merupakan bentuk pengembangan digital dari tongkat tuna netra konvensional yang banyak di gunakan saat ini. Tongkat tersebut kami beri nama "Tong Mantra" yaitu tongkat pemandu tunanetra berbasis arduino.