Perancangan atau perencanaan sebuah wilayah tidak lepas dari unsur-unsur pendekatan yang akan dilakukan untuk mewujudkan rancangan atau rencana tersebut dengan melihat berbagai aspek yang ada pada sebuah wilayah. Terdapat berbagai macam pendekatan pembagunan diantaranya adalah pendekatan Need-oriented, Self-reliance, Ecologically-sound, Structural transformation, dan yang akan dibahas selanjutnya yaitu Endogeneus (Endogen). Pendekatan pembangunan yang bersifat endogeneus atau endogen adalah pendekatan berbasis lokal yang awalnya berkembang di Eropa, Amerika Utara, dan Jepang pada tahun 1970 pertengahan. Upaya untuk menciptakan model pertumbuhan ekonomi umumnya berbasiskan komunitas (community-based economic growth) dan lebih bersifat bottom-up.Â
Pengertian endogenous development atau perkembangan endogen merurut pendapat Massey pada tahun 1984 adalah suatu pendekatan pembangunan kewilayahan (territorial approach) dalam proses pertumbuhan ekonomi dan perubahan strukturah yang dimotori oleh komunitas lokal dan memanfaatkan potensi-potensi lokal dalam pembangunan untuk memperbaiki tingkat kehidupan penduduk lokal. Sejatinya, endogenous development atau perkembangan endogen melihat suatu wilayah dengan mengembangkan potensi yang dimiliki wilayah tersebut untuk memenuhi dan memperbaiki tingkat kehidupan penduduk setempat.
Endogeneus development atau pembangunan endogen menekankan pada pendekatan wilayah, bukan sektoral, dan diarahkan untuk memaksimumkan manfaat bagi daerah lokal melalui pemanfaatan sumberdaya lokal, fisikal, maupun manusianya. Pembangunan ini dikontekstualkan melalui pemusatan perhatian terhadap kebutuhan, kapasitas, dan perspektif masyarakat lokal, yang berarti bahwa suatu wilayah seyogyanya mengembangkan kapasitasnya untuk melakukan pembangunan sosio-ekonomi yang khas dari wilayah tersebut.
Dalam hal ini, Kabupaten Sidoarjo sebagai penyangga dari Ibu Kota Jawa Timur yaitu Kota Surabaya, memiliki kekayaan alam yang dapat dikembangkan dan diambil potensinya untuk mendapatkan keuntungan ekonomi sehingga dapat meningkatkan tingkat hidup masyarakatnya. Sumber daya alam nabati yang ada di Kabupaten Sidoarjo adalah padi, jagung, kacang hijau, kedelai, sawi, bayam, kangkong, tebu, dan mangrove. Sebagaimana wilayah lain yang ada di Indonesia, padi merupakan kebutuhan pokok dan menjadi makanan pokok masyarakat Indonesia. Jagung juga merupakan salah satu komoditi unggulan Kabupaten Sidoarjo.Â
Selain itu, kacang hijau, kedelai, sawi dan bayam merupakan komoditi unggulan di Kabupaten Sidoarjo. Melihat pentingnya komoditi-komoditi tersebut untuk meningkatkan perekonomian, Pemerintah Kabupaten Sidoarjo melakukan beberapa upaya agar komoditi tersebut dapat mencapai target, diantaranya adalah dengan melakukan sosialisasi dan pendampingan penerapan teknologi tepat guna, menggunakan sarana dan prasarana mekanisasi pertanian, menambah persediaan pestisida agar dapat menangani dan mengendalikan hama, serta menyediakan bibit unggul bermerek.
Selain sumber daya alam nabati, Kabupaten Sidoarjo juga memiliki sumber daya alam hewani berupa hewan ternak seperti kuda, sapi, sapi perah, kerbau, kambing, domba, dan ayam buras. Kemudian sumber daya alam hewani berupa hewan ungags seperti ayam ras, itik, dan enthok. Kemudian terdapat sumber daya alam hewani berupa ikan-ikanan seperti ikan bandeng, ikan nila, udang windu, dan udang vannamei. Jika berkunjung ke Kabupaten Sidoarjo, ditemukan banyak tempat yang mendistribusikan ikan bandeng menjadi olahan seperti bandeng presto, otak-otak, hingga kerupuk sebagai oleh-oleh khas Kabupaten Sidoarjo. Pusat oleh-oleh tersebut banyak ditemukan terutama di pusat kota.
Selain sumber daya alam, Kabupaten Sidoarjo juga terkenal dengan perindustriannya terutama industtri tas dan koper. Dengan banyaknya sumber daya alam yang ada, maka semakin banyak juga kegiatan industri yang dikembangkan oleh masyarakat atau pemerintah. Menilik dari sebuah kecamatan yang ada di Kabupaten Sidoarjo yaitu Kecamatan Tanggulangin yang terkenal akan komoditi tas dan kopernya.
Mengapa bisa begitu?
Karena masyarakat Kecamatan Tanggulangin menerapkan prinsip Germas (Gerakan Masyarakat) sehingga sumber daya alam yang ada dapat dimanfaatkan melalui kreativitas tangan mereka. Dengan terkenalnya industri tas dan koper, dapat menciptakan toko-toko baru sehingga lapangan pekerjaan tersedia lebih banyak. Dengan tersedianya lapangan pekerjaan, maka dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat Kabupaten Sidoarjo. Selain itu, dengan terkenalnya industri tas dan koper, dapat menarik pengunjung dari berbagai wilayah untuk melihat dan membeli produk khas buatan masyarakat Kecamatan Tanggulangin.
Berdasarkan pada pembahasan sebelumnya, maka pendekatan endogenous yang lebih bersifat bottom-up dengan mengembangkan wilayah pinggiran bergantung pada komoditi atau sektor unggulan yang ada sehingga dapat menaikkan atau mengembangkan kualitas hidup masyarakatnya merupakan pendekatan yang tepat dilakukan sebelum merencanakan suatu pembangunan. Seperti halnya di Kabupaten Sidoarjo dengan komoditi unggulannya berupa sektor pertanian, perikanan, peternakan, hingga indutri dengan memanfaatkan kesadaran dan kreativitas masyarakat setempat dalam menciptakan produk khas sehingga dengan adanya sektor tersebut dapat membuka lapangan pekerjaan yang berakibat pada perkembangan perekonomian karena menurunnya angka pengangguran.
Sebelum berlangsungnya pendekatan pembangunan bersifat endogenous terdapat pula pendekatan pembangunan bersifat exogenous atau top-down. Terdapat beberapa faktor yang menyebabkan pergeseran pendekatan dari exogenous menuju endogenous yaitu lingkungan ekonomi semakin tidak dapat diprediksi pada tingkat nasional maupun regional, semakin berkembangnya persepsi bahwa kebijakan tradisional tidak memperoleh hasil yang diharapkan, dan banyak industry besar mengalami proses restrukturisasi san mengubah strategi, yang meningkatkan jumlah dan saling ketergantungan para pemangku kepentingan (stakeholders).
Pembangunan endogen berkaitan dengan proses akumulasi modal pada suatu wilayah tertentu (specific localities) dengan memperhatikan kapasitas wilayah dalam penyebaran inovasi ke seluruh sistem produksi lokal dan peran yang dimainkan oleh sistem inovasi lokal. Oleh karena itu, efisiensi penggunaan potensi lokal sangat ditentukan oleh bagaimana bekerjanya institusi di wilayah perdesaan. Pernyataan tersebut merupakan pernyataan yang dikemukakan oleh Vasquez-Barquero pada tahun 2005.
Kesimpulan yang diperoleh dari pembahasan ini yaitu, pendekatan exogenous bergeser ke pendekatan endogenous karena beberapa faktor, salah satunya adalah semakin berkembangnya persepsi bahwa kebijakan tradisional tidak memperoleh hasil yang diharapkan. Pendekatan endogenous lebih bersifat bottom-up seperti yang sering dicanangkan oleh Presiden Indonesia saat ini yaitu Pak Joko Widodo atau kerap dipanggil Pak Jokowi yang berbunyi "membangun dari pinggiran". Hal tersebut tidak semata-mata dilakukan tanpa ada pertimbangan, pendekatan endogenous yang lebih bersifat bottom-up ini terfokus pada pendekatan wilayah, bukan sektoral dengan memanfaatkan sumber daya alam, sumber daya buatan, maupun sumber daya manusia yang ada di suatu wilayah sebagai sumber penghasilan ekonomi yang dapat meningkatkan kualitas hidup masyarakatnya. Pendekatan endogenous dapat dilakukan sebelum melakukan perencanaan pembangunan wilayah dengan melihat potensi-potensi yang dapat dikembangkan di suatu wilayah maupun permasalahan yang dapat diatasi dan diminimalisir di suatu wilayah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H