Bagi para karyawan Jepang, pulang lebih cepat atau sampai di rumah tepat waktu bisa mengundang tudingan bahwa keputusan itu menunjukkan ketidaksetiaan pada perusahaan. Dikutip dari CNN, anggapan demikian yang membuat mereka memilih untuk meninggalkan kantor setelah bekerja selama delapan jam.
Bekerja setengah-setengah membuat para karyawan takut dipecat, sehingga mereka memaksakan diri untuk terlihat produktif di depan atasan. Harapan akan kenaikan gaji dan tingkat karir lebih tinggi membuat pekerja lalai akan kondisi tubuh mereka. Pada kenyataannya, usaha keras tersebut tidak selalu membuahkan hasil. Banyak usaha mereka berujung sia-sia dengan perolehan imbalan tak seimbang meski telah mengambil jadwal lembur di luar batas.
Dampak Menonjol Karshi di Jepang
Terungkap bahwa populasi Jepang mengalami penurunan selama sepuluh tahun berturut-turut. Dikutip dari hidayatullah.com, Jepang tercatat memiliki populasi sekitar 126.420.000 penduduk pada tahun 2018 lalu. 900.000 bayi lahir di Jepang pada tahun 2017, namun di tahun itu juga sebanyak 1,3 juta penduduk meninggal dunia.
Dapat dikatakan bahwa populasi kematian di Jepang lebih tinggi daripada angka kelahirannya. Diperkirakan jumlah kelahiran di Jepang akan terus mengalami penurunan. Ditambah oleh tingkat kasus bunuh diri yang cukup tinggi di negeri sakura tersebut, Jepang menempati peringkat 30 dalam daftar negara dengan tingkat bunuh diri terbanyak di dunia.
Bagaimana Pemerintah Jepang Menanggapi Kasus Karshi?
Fenomena karshi yang semakin membludak membuat Pemerintah Jepang membuat kampanye bernama "Jumat Premium" di tahun 2017, di mana karyawan boleh menyelesaikan pekerjaan pada Jumat terakhir setiap bulan. Kebijakan lainnya adalah membatasi jam lembur dengan total maksimal 30 jam setiap bulan. Namun, diketahui bahwa pada Mei 2017 terdapat lebih dari 300 perusahaan melanggar undang-undang ketenagakerjaan tersebut.
Pada tahun 2014, pengadilan di Tokyo menyuruh restoran membayar kompensasi 58 juta yen kepada keluarga mantan manajer salah satu outlet-nya yang gantung diri pada 2010. Dikutip dari CNN, dokumen pengadilan menunjukkan bahwa pria itu bekerja hampir 200 jam per bulan selama tujuh bulan sebelum ia menghembuskan napas terakhir. Hakim menilai kekejaman itu dengan sebutan "pelecehan kekuasaan" karena membiarkan korban menderita sakit mental.
Perusahaan besar otomotif di Jepang ikut mendukung pembatasan waktu kerja oleh pemerintah. Mereka mulai memerhatikan kesehatan para pegawai dengan memberi arahan agar pulang setelah pukul 19.00 atau diperbolehkan kembali lebih cepat jika memiliki anak kecil di rumah. Kebijakan itu berhasil menekan kasus karshi meski tidak signifikan.
Kemudian, pada April 2019, kantor berita Kyodo mengumumkan undang-undang tentang pembatasan kerja lembur hanya 45 jam sebulan dan 360 jam setahun. Jika melanggar peraturan, pihak perusahaan harus membayar denda hingga 300.000 yen (Rp38.000.000).