Para difabel tidak butuh dikasihani, namun diperhatikan dan diakui keberadaannya. Bentuk perhatian kita terhadap para difabel yang kesulitan berjalan (seperti lumpuh, pincang, dan buta) dapat diwujudkan dengan membangun trotoar yang memberikan ruang yang lebih lebar dan bebas dari halangan, dengan permukaan yang lebih rata dan tidak bergelombang. Halte bis pun perlu menyediakan jalur landai yang dapat dilewati difabel yang menggunakan kursi roda atau tongkat. Selain itu, lampu lalu lintas juga perlu dilengkapi dengan panel berisi teks atau ikon sebagai penanda lalu lintas bagi mereka yang buta warna.
[caption caption="Contoh halte Transjakarta yang baik, sehingga dapat dilewati oleh para difabel/ Foto oleh Ita Lismawati F. Malau"]
Di taman-taman kota, dapat dibuat jalan khusus untuk tunanetra dengan keramik yang terdapat tonjolan kotak-kotak. Hal ini bertujuan agar para penyandang tunanetra menjadikannya sebagai panduan saat menggunakan tongkat. Juga disediakan wastafel dan toilet khusus difabel dengan fasilitas yang memudah mereka untuk menggunakannya. Misalnya wastafel dirancang lebih rendah, sehingga dapat digunakan oleh orang kerdil atau toilet khusus untuk mereka yang lumpuh.
Selain itu, bentuk himbauan dan sosialisasi di ruang publik perlu dilengkapi dengan perangkat dalam format yang dapat diakses oleh difabel seperti misalnya dalam format huruf braille, pengeras suara, huruf dicetak besar, penggunaan sinyal dan bahasa tubuh (sign language) ataupun dalam bentuk lainnya yang ramah terhadap penyandang tuna netra, tuna rungu, tuna wicara, ataupun penyandang difabel lainnya.
[caption caption="Difabel butuh toilet khusus yang berbeda dari kebanyakan orang / Foto oleh Ichsan Rosyid)"]
Mewujudkan kota yang ramah terhadap difabel juga harus mempertimbangkan berbagai aspek, misalnya keterjangkauan sarana bagi difabel, meningkatkan kualitas layanan, lingkungan sosial yang positif serta mewujudkan partisipasi aktif para difabel. Para perencana pembangunan haruslah memahami kebijakan pembangunan fisik yang ramah terhadap difabel (disability policy). Dengan mempedulikan kebutuhan ruang publik bagi difabel, otomatis kota itu dapat dikatakan sebagai kota yang ramah bagi semua orang. Sebab difabel juga punya hak yang sama dengan orang normal untuk menikmati ruang publik kota yang lebih baik.
[1] http://www.pedoman.id/berita-kbr68h/27787-masalah-besar-bagi-pejalan-kaki-di-indonesia
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H