Mohon tunggu...
Meilana Lestari
Meilana Lestari Mohon Tunggu... -

Pecinta seni. Tertarik dengan gerakan lingkungan. Pemerhati sosial-politik dan pertanian.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Mewujudkan Ruang Publik Ramah Difabel

27 September 2015   18:56 Diperbarui: 27 September 2015   20:01 1282
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Para difabel tidak butuh dikasihani, namun diperhatikan dan diakui keberadaannya. Bentuk perhatian kita terhadap para difabel yang kesulitan berjalan (seperti lumpuh, pincang, dan buta) dapat diwujudkan dengan membangun trotoar yang memberikan ruang yang lebih lebar dan bebas dari halangan, dengan permukaan yang lebih rata dan tidak bergelombang. Halte bis pun perlu menyediakan jalur landai yang dapat dilewati difabel yang menggunakan kursi roda atau tongkat. Selain itu, lampu lalu lintas juga perlu dilengkapi dengan panel berisi teks atau ikon sebagai penanda lalu lintas bagi mereka yang buta warna.

[caption caption="Contoh halte Transjakarta yang baik, sehingga dapat dilewati oleh para difabel/ Foto oleh Ita Lismawati F. Malau"]

[/caption]

Di taman-taman kota, dapat dibuat jalan khusus untuk tunanetra dengan keramik yang terdapat tonjolan kotak-kotak. Hal ini bertujuan agar para penyandang tunanetra menjadikannya sebagai panduan saat menggunakan tongkat. Juga disediakan wastafel dan toilet khusus difabel dengan fasilitas yang memudah mereka untuk menggunakannya. Misalnya wastafel dirancang lebih rendah, sehingga dapat digunakan oleh orang kerdil atau toilet khusus untuk mereka yang lumpuh.

Selain itu, bentuk himbauan dan sosialisasi di ruang publik perlu dilengkapi dengan perangkat dalam format yang dapat diakses oleh difabel seperti misalnya dalam format huruf braille, pengeras suara, huruf dicetak besar, penggunaan sinyal dan bahasa tubuh (sign language) ataupun dalam bentuk lainnya yang ramah terhadap penyandang tuna netra, tuna rungu, tuna wicara, ataupun penyandang difabel lainnya.

[caption caption="Difabel butuh toilet khusus yang berbeda dari kebanyakan orang / Foto oleh Ichsan Rosyid)"]

[/caption]

Mewujudkan kota yang ramah terhadap difabel juga harus mempertimbangkan berbagai aspek, misalnya keterjangkauan sarana bagi difabel, meningkatkan kualitas layanan, lingkungan sosial yang positif serta mewujudkan partisipasi aktif para difabel. Para perencana pembangunan haruslah memahami kebijakan pembangunan fisik yang ramah terhadap difabel (disability policy). Dengan mempedulikan kebutuhan ruang publik bagi difabel, otomatis kota itu dapat dikatakan sebagai kota yang ramah bagi semua orang. Sebab difabel juga punya hak yang sama dengan orang normal untuk menikmati ruang publik kota yang lebih baik.

[1] http://www.pedoman.id/berita-kbr68h/27787-masalah-besar-bagi-pejalan-kaki-di-indonesia

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun