Mohon tunggu...
Meike Juliana Matthes
Meike Juliana Matthes Mohon Tunggu... Freelancer - Mencintai alam, budaya, dunia literasi, dan olahraga

Menghargai perbedaan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Frankfurt Book Fair 2024 dan Titipan Asa bagi Pemerintah RI

25 Oktober 2024   11:43 Diperbarui: 27 Oktober 2024   23:12 509
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Buku bagaikan kupu-kupu, memberi sayap-sayap baru yang bisa membawa kita ke taman-taman pengetahuan yang paling menawan (pepatah lama, Unknown) 

Frankfurt International Book Fair 2024 adalah pameran buku Internasional yang menjadi tempat bertemunya para pencinta buku: penerbit, penulis, agen buku dan sastra, seniman, pembaca termasuk anak-anak dan remaja dari berbagai penjuru dunia. 

Ini adalah pameran buku tertua di dunia, yang pelaksanaannya diadakan setiap tahun sejak tahun 1949.

Tahun ini pelaksanaannya mulai pada tanggal 16 Oktober dan  berakhir di hari Minggu tanggal 20 kemarin. Ada tercatat sekitar 4.000-an penerbit, penulis, penjual buku, seniman, agen sastra, penyedia perangkat lunak dan multimedia dari 100 negara, termasuk sekitar 230.000 pengunjung dari berbagai belahan dunia yang datang bersuka dalam acara pecinta buku ini.

Berdasarkan pengalaman sebelum-sebelumnya, acara ini menarik banyak sekali pengunjung maka panitia pelaksana membatasi tiket masuk, himbauan diberikan untuk memesan tiket jauh-jauh hari sebelum pameran dimulai, dan informasi bahwa pada akhir pekan tidak dibuka penjualan di tempat.

Gedung Frankfurt Book Fair sangatlah luas, terbagi dalam 6 Hall, misalnya Hall 1 diperuntukan bagi Guest Of Honour yang tahun ini adalah Italia, kemudian Hall lainnya bagi International Exhibitors, Asia Stage, Children's and Young Adult Media, Artist Alley, dsb.

Stan Indonesia kembali hadir dalam acara pameran buku tahun ini. Tim Indonesia dibawa oleh Yayasan 17000 Pulau Imaji dengan perwakilan dari berbagai penerbit dan agen: Gramedia Pustaka Utama, Kanisius, Agen Literasi Literasia, Pear Press, Kabar Media, Yayasan Pustaka Obor Indonesia, dan Kayabaca.

Stan Indonesia (dokumentasi pribadi) 
Stan Indonesia (dokumentasi pribadi) 
Yayasan 17000 Pulau Imaji adalah organisasi non-profit yang berupaya meningkatkan kualitas konten sastra dan kreatif di Indonesia, berkolaborasi dengan industri penerbitan, pemerintah, perusahaan swasta, termasuk komunitas dalam melakukan inisiasi dan pengorganisasian.

Perwakilan Indonesia ini menempati stan Jakarta Content week (Jaktent) yang bertempat pada Hall 4.1 H.36 dengan menampilkan buku-buku dan ilustrasi dari Indonesia.

Yani Kurniawan, Manajer Umum Yayasan 17000 Pulau Imaji (dokumentasi pribadi) 
Yani Kurniawan, Manajer Umum Yayasan 17000 Pulau Imaji (dokumentasi pribadi) 
Jika dibandingkan dengan stan perwakilan negara lain atau katakan saja dari sesama negara Asia Tenggara, stan negeri kita menempati ruangan yang ukurannya terbilang kecil. Meskipun demikian penataan dan dekorasi dari tim terlihat sangat menarik apalagi dengan ilustrasi yang ditempelkan di dinding dari Gabungan Ilustrator Indonesia (GARIS). 

Jakarta Content Week dan Ilustrasi GARIS (dokumentasi pribadi) 
Jakarta Content Week dan Ilustrasi GARIS (dokumentasi pribadi) 

Mereka menggelar pameran mini 25 karya seniman Indonesia bertemakan Living Colours of Indonesia.

Di antara pengunjung WNA juga ada cukup banyak WNI yang datang mengunjungi stan Indonesia. 

 "Waduh, sedih sekali, kok stan kita kecil ya...."

"Padahal pada tahun-tahun sebelumnya, stan Indonesia cukup besar."

 "Iya, malah ada stan kopinya juga."

"Memangnya, Indonesia kekurangan buku-buku unggulankah?"

Pengunjung-pengunjung WNI yang datang ke stan Indonesia memberikan pendapat mereka. Pendapat yang keluar dari lubuk hati atas kecintaan dan kepedulian mereka kepada tanah-air, meskipun mereka sudah tinggal berpuluh-puluh tahun di Jerman. Pertanyaan-pertanyaan itu hadir karena mereka dan saya hanya ingin agar bangsa kita  juga bisa lebih dikenal secara mendalam di mata dunia lewat buku.

Di bawah ini adalah stan Indonesia tahun 2015-2019. 

Stan Indonesia di tahun 2019 dengan ruangan besar dan banyak buku unggulan yang bisa ditampilkan (Komite Buku Nasional, ©Lambok Hutabarat) 
Stan Indonesia di tahun 2019 dengan ruangan besar dan banyak buku unggulan yang bisa ditampilkan (Komite Buku Nasional, ©Lambok Hutabarat) 

Stan Indonesia di tahun 2019 dengan menampilkan penganan khas, kue tradisional, jamu, dan kopi (Komite Buku Nasional, ©Lambok Hutabarat) 
Stan Indonesia di tahun 2019 dengan menampilkan penganan khas, kue tradisional, jamu, dan kopi (Komite Buku Nasional, ©Lambok Hutabarat) 

Saya menyempatkan diri untuk bercakap tentang keikutsertaan Tim Indonesia pada pameran dengan Manajer Umum Yayasan 17000 Pulau Imaji, Yani Kurniawan setelah saya menyatakan betapa bahagia rasa hati ini karena buku motivasi yang saya tulis di bidang kesehatan neurologi menjadi salah satu dari buku-buku yang diikutkan dalam pameran ini. 

(Perbincangan dengan Manajer Umum Yayasan 17000 Pulau Imaji, Yani Kurniawan) 

Mas Yani, seperti dia biasa disapa, menjelaskan bagaimana cara mereka berusaha memberikan yang terbaik meskipun memiliki keterbatasan ruangan begitu juga tidak banyak buku yang bisa ditampilkan padahal Indonesia punya banyak buku-buku unggulan. 

Beliau mengisahkan bahwa sejak tahun 2019 bantuan pemerintah dalam ajang pameran buku sangat minim atau bisa dikatakan hampir tidak ada. Subsidi diberikan pada tahun 2015, disusul tahun-tahun berikutnya sampai pada 2019, sesudah itu Yayasan Imaji berupaya sendiri untuk menampilkan buku-buku unggulan ke pameran internasional di Frankfurt ini.

Pada tahun 2015-2019, tim Indonesia membawa 2 barista dari Indonesia, selain bertujuan untuk membetahkan pengunjung stan, juga disamping buku masih ada hal lain yang bisa dipromosikan. Memanfaatkan momen sebaik-baiknya untuk memperkenalkan produk unggulan Indonesia lainnya, misalnya kopi.

Buku atau literasi jika dibandingkan dengan dukungan yang diberikan pada dunia film dan seni masihlah sangat minim padahal buku adalah salah satu sumber dari adaptasi karya seni lainnya misalnya film dan pagelaran budaya lainnya, seperti buku yang diangkat ke dalam layar lebar "Gadis Kretek". 

Salah satu contoh, majunya industri perfilman di Korea Selatan dimulai dari buku. Korea Selatan dengan Literary Translation Institute of Korea berhasil mendukung upaya penerbitan dari karya-karya penulis Korea ke berbagai belahan dunia sehingga karya-karya tersebut lebih dikenal atau bahkan sangat terkenal selanjutnya diadaptasi dalam bentuk film.

The Asia Stage Program

Ini adalah sesi dimana banyak hal yang bisa diperkenalkan dan didiskusikan, misalnya pada program: Overview of Book Markets in Asia, Cross Interaction between Asia and the West, Asia's Bestseller Showcase, Copyright and Open Access in Asia, Women and Publishing in Asia, A Conversation: Young and Indie Publishers in Asia, Spirituality? Still a topic? Dan masih banyak program lagi.

Ada yang istimewa di panggung Asia Stage kali ini, dengan penampilan "Songs without Words: Celebrating Indonesian Poet Sitor Situmorang" yaitu musikalisasi puisi-puisi memperingati 100 tahun Sitor Situmorang.

Di akhir perbincangan, ada asa yang hadir di hati kami bagi Pemerintah RI untuk memberi perhatian lebih kepada karya anak-anak bangsa dalam bentuk buku, misalnya dalam upaya penerjemahan dan dukungan terhadap industri perbukuan, bantuan dalam keikutsertaan dalam pameran internasional supaya Indonesia bisa hadir dengan stan yang lebih representative seiring akan lebih banyak buku unggulan yang bisa diikutsertakan karena hal ini dapat memberi keanekaragaman wawasan aktual dan sajian perkembangan-perkembangan literasi terbaru mengenai bangsa kita di mata internasional. 

Meskipun kita sudah berada di era digital, tapi buku fisik tetap diperlukan sebagai bukti tertulis sebelum masuk ke dalam EBook. Seperti mahasiswa yang menyelesaikan pendidikannya dengan skripsi/thesis dan paper-paper yang ada atas meja saat dia menjelaskan ide dan pempertahankan gagasan atau hasil penelitian untuk diuji. Layar monitor hadir sebagai pendukung. 

Gedung pelaksanaan Frankfurt Book Fair 2024 (dokumentasi pribadi) 
Gedung pelaksanaan Frankfurt Book Fair 2024 (dokumentasi pribadi) 
Buku masih sebagai jendela dunia dimana kita bisa melihat isinya secara mendalam. Buku ada jendela ilmu yang membuka cakrawala kehidupan manusia. Buku adalah sahabat yang paling setia, yang rela mendampingi dimanapun kita mau membawanya, dan dia bisa memahami diri kita. 

Buku bagaikan kupu-kupu, memberi sayap-sayap baru yang bisa membawa kita ke taman-taman pengetahuan yang paling menawan (pepatah lama, Unknown). 

Kenangan di Frankfurt Book Fair. 
Salam literasi,
Meike Juliana Matthes

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun