Angin hangat musim panas bertiup tak mencekam membawa wewangian rerumputan dan gandum kering.
Wangi jerami menyapa saat kakiku melangkah memasuki ladang gandum, mengingatkanku akan kampung halaman dimana aku menghabiskan masa kanak-kanak, rumah dengan area persawahan di belakangnya.Â
Hafer dan Weizen, nama dua jenis gandum yang tumbuh di ladang ini sudah menguning, ada juga yang sudah dipanen. Buah-buah apel dan pir menggantung berat di pohon-pohonnya menandakan bahwa mereka telah cukup ranum tinggal menunggu waktu untuk dipetik.Â
Aku berjalan melintasi jalan setapak ditemani belalang-belalang yang berukuran kecil jika dibandingkan dengan belalang di Indonesia. Mereka melompat kesana-kemari turut bersuka akan mentari yang begitu gagah menampakkan sinarnya.
Beberapa petakan besar di ladang ini ditumbuhi bunga matahari. Bunga yang ditanam bukan hanya sebagai penghias tetapi juga diambil bijinya sebagai bahan untuk minyak nabati. Tak hanya itu bunga matahari juga digunakan untuk memproduksi biodiesel dan untuk tujuan farmasi. Tak heran, jika bunga ini banyak dijumpai di ladang termasuk di ladang di desa tempatku tinggal.
Tujuan perjalananku melintasi area perkebunan kali ini adalah untuk melihat traktor-traktor antik yang sedang diparkir di Weingut Zimmer.
Weingut dalam bahasa Indonesia diterjemahkan sebagai "Kilang Anggur". Ini adalah pabrik anggur dengan pertanian yang mengkhususkan dalam penanaman anggur, mengolahnya sendiri, lewat budidaya, perawatan, memanen, kemudian memproduksi menjadi minuman anggur, anggur bersoda, dan jus anggur. Hasil-hasil produksi ini kemudian dijual juga sendiri oleh mereka.
Kilang anggur biasanya merupakan bisnis keluarga yang diwariskan oleh generasi mereka sebelumnya. Kebanyakan kilang anggur membawa nama keluarga masing-masing, misalnya Weingut Zimmer, milik keluarga Zimmer.