Mohon tunggu...
Meike Juliana Matthes
Meike Juliana Matthes Mohon Tunggu... Freelancer - Mencintai alam, budaya, dunia literasi, dan olahraga

Menghargai perbedaan

Selanjutnya

Tutup

Halo Lokal Artikel Utama

Banjir di Gorontalo dan Peran Manusia Kedepannya

14 Juli 2024   05:42 Diperbarui: 14 Juli 2024   16:01 358
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Banjir di Gorontalo (Foto: Ekke Bachmid) 

Aku memperhatikan video dari seorang kawan di monitor ponselku, nampak di sana air keruh, deras, dan kencang menerjang rumah-rumah penduduk. Sepertinya peristiwa itu terjadi di bantaran sungai yang terletak di kaki bukit. 

Aku menggeser layar ke bawah, jalan-jalan kota digenangi air, setinggi dada orang dewasa. Di tempat lain, ada sekoci-sekoci yang digunakan untuk mengevakuasi warga yang rumah mereka hampir tenggelam.

"Alhamdulillah..... Mengevakuasi diri secara mandiri menembus Jalan Moh. Yamin 2 sampai ke Jalan Diponegoro, rasanya sangat mencekam seperti menembus jalan yang sangat jauh padahal hanya berjarak 100 meter dan airnya berarus, tinggi air rata-rata sampai di dada orang dewasa. Akhirnya kami sampai ke Gelael dan mendapat tumpangan mobil pick up sampai di tujuan ke Jalan Sulawesi. Terimakasih yang tak terhingga buat pemilik mobil yang sudah bersedia memberi tumpangan, semoga kita semua dilindungi dari mara-bahaya dan bala-bencana. Allah sayang, Allah jaga." (Ekke Bachmid). 

Semua ini adalah postingan sahabat-sahabatku di salah satu aplikasi media sosial jaringan pertemanan yang aku ikuti.

Aku menarik napas panjang, sesak rasa dada ini karena peristiwa banjir besar itu terjadi di kota di mana aku dibesarkan, Hulondalo Lipu'u atau Kota Gorontalo yang saya sangat cintai.

Aku teringat rumah saat masih bersekolah dulu yang terletak di jalan Sarini Abdullah, jalan yang namanya diambil dari seorang Qoriah, juara MTQ tingkat nasional pada tahun 1980-an yang rumahnya dibangun sebagai hadiah dari pemerintah Kotamadya Gorontalo (saat itu Gorontalo masih merupakan wilayah Sulawesi Utara). Pada waktu itu jalan dimana rumahku berada belum bernama. Sejak itu, jalan itu disebut Jalan Sarini Abdullah.

Saat aku menghabiskan masa sekolah di sana sampai di tingkat SMA kemudian pindah ke Manado, halaman rumahku itu tidak pernah kebanjiran apalagi sampai air masuk ke dalam rumah meskipun berhari-hari hujan turun. Air yang mengguyur dari awan-awan kelabu ke bumi, bisa diserap dengan baik oleh tanah.

Di akhir tahun 1990-an dan awal 2000-an. Mendiang ayahku mengatakan bahwa dengan hujan sedikit saja bisa membuat air naik dan menggenangi halaman rumah. Hal itu terjadi sejak area belakang rumah kami yang dahulunya sebagai area persawahan, dibangun perumahan warga oleh pengembang properti.

"Tambo" sebagai sebutan atau bahasa Gorontalo untuk kuala-kuala kecil yang dahulunya terdapat pula di area persawahan itu, tempat dimana aku dan kakak bersama teman-teman tetangga sepermainan di masa masa kecil menghabiskan waktu sore dan masa libur dengan memancing dan mandi-mandi setelah bermain di tumpukan jerami, telah berubah menjadi parit-parit kecil bersemen.

Bagi orang awam pun, ini bisa dipahami bahwa banjir di lokasi sekitar perumahan disebabkan salah satunya karena sistem drainase yang buruk. Meskipun sistem drainase bukanlah satu-satunya hal penyebab banjir.

Sekoci untuk evakuasi warga (foto:Serniwaty Ishak) 
Sekoci untuk evakuasi warga (foto:Serniwaty Ishak) 

Bagaimana banjir terjadi? 

Banjir terjadi akibat curah hujan yang berkepanjangan dan berskala besar. Ketika hujan turun ke permukaan bumi, sebagian akan merembes ke dalam tanah dan berkontribusi terhadap pengisian ulang air tanah sedangkan sisanya akan mengalir ke atas permukaan tanah.

Berapa banyak curah hujan yang merembes keluar dan berapa banyak yang mengalir dari permukaan bergantung pada sifat-sifat tanah dan topografi landskap. Jenis tanah, tingkat kepadatan, dan vegetasi menentukan seberapa banyak air yang dapat meresap kedalam tanah.

Lembah yang curam, perairan yang lurus atau berkanalisasi, juga tingkat penutupan tanah atau banyaknya kawasan terbangun yang menutupi tanah, bisa mendorong terjadinya limpahan air dengan cepat ke permukaan.

Banyaknya anak sungai atau ukuran kedalaman sungai bisa membantu naiknya air secara perlahan-lahan sebelum meluap ke tepinya.

Faktor Manusia bisa memperburuk dampak banjir

Meskipun banjir merupakan peristiwa alam, manusia mempengaruhi kemungkinan terjadinya banjir, yang berdampak pada kerusakan yang ditimbulkannya.

Intervensi manusia terkait iklim dan campur tangan manusia secara besar-besaran pada aliran sungai dan bentang alam juga berdampak pada terjadinya banjir.

Salah satu hal yang sangat bisa disorot pada terjadinya banjir di daerah-daerah dimana jarang terlihat sampah di sungai-sungai adalah faktor hutan.

Salah satu fungsi hutan adalah menahan banjir dan longsor. Akar pohon membantu menjaga kestabilan tanah dan mengurangi resiko longsor, sementara dedaunan lebat akan menyerap dan menyimpan air hujan.

Selain itu, hutan juga berperan sebagai penyerap air dan sumber daya air berskala besar. Hal ini dapat membantu mengurangi volume dan kecepatan aliran air di permukaan tanah saat hujan deras, sehingga mengurangi resiko banjir di wilayah sekitarnya.

Berkurangnya pohon-pohon di hutan membuat air resapan tidak cepat tertahan di tanah dan mengalir ke dataran rendah. Salah satu penyebab berkurangnya pohon-pohon di hutan adalah apa yang marak terjadi di Indonesia yaitu aktivitas pertambangan. 

Pengaruh aktivitas tambang

Adanya aktivitas tambang yang terlalu banyak atau bahkan ada yang tidak terkontrol menyebabkan pembabatan hutan berlebih dan berdampak pada kondisi DAS (Daerah Aliran Sungai) dengan banyaknya sedimentasi atau endapan lumpur tambang yang memperkecil daya tampung air sungai.

Eksploitasi tambang bisa mengubah topografi dan landkap alami suatu daerah secara drastis, yang akan berakibat pada kerusakan permanen pada lingkungan, termasuk erosi tanah dan perubahan pola aliran sungai.

Seperti dikutip dari Mongabay, salah satu penyedia ragam berita konservasi dan sains lingkungan bahwa tambang emas ilegal di Bone Bolango, Gorontalo, membawa bencana. Hujan deras memicu tanah longsor di area pertambangan emas ilegal di Desa Tulabolo Timur, Kecamatan Suwawa Timur, Kabupaten Bone Bolango, Gorontalo. 

Ratusan orang jadi korban, sebagian selamat, puluhan tewas, puluhan masih dalam pencarian. Peristiwa tanah longsor itu terjadi pada 7 Juli 2024, sekitar Pukul 09.00. Data Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan (BNPP) per 9 Juli 2024 sekitar 148 orang jadi korban longsor, 90 selamat, 30 dalam pencarian, dan 23 orang meninggal dunia. (https://www.mongabay.co.id/2024/07/10/longsor-area-tambang-emas-ilegal-di-gorontalo-telan-puluhan-korban-jiwa/)

Peristiwa seperti di Gorontalo ini, juga terjadi belum lama di Sulawesi Selatan. Aktivitas pertambangan diduga menjadi biang kerok terjadinya bencana banjir dan longsor yang menyebabkan 15 orang tewas di tiga kabupaten pada Jumat (5/3.24). (https://www.detik.com/sulsel/berita/d-7333277/aktivitas-tambang-diduga-biang-kerok-bencana-banjir-longsor-di-sulsel)

Begitu juga dengan kejadian di Samarinda Utara. Banjir diiringi pasir dan lumpur yang diduga berasal dari tambang batu bara, sebabkan sejumlah rumah warga terendam seperti musibah yang terjadi RT 5, Gang Ulin, Kelurahan Sungai Siring pada, Minggu (7/7/2024). (https://politikal.id/diduga-akibat-tambang-batu-bara-rumah-warga-di-kawasan-sungai-siring-terendam-banjir-lumpur)

Sektor pertambangan sebagai salah satu pemberi devisa terbesar bagi negara kita, namun ada banyak konsekuensi yang akan terjadi jika tidak dibarengi dengan cara yang tepat.

Begitu juga pembangunan tanpa memperhitungkan sistem peresapan air akan membuat debit air cepat meningkat saat hujan.

Banjir memiliki dampak yang sangat merugikan masyarakat. Harta benda yang terkena banjir akan rusak, tergenang atau hanyut bersama air. Kekurangan air bersih dan genangan air kotor menimbulkan penyebaran penyakit. Stok makanan juga menjadi terbatas karena akses yang sulit. Banjir bisa menyebabkan kegagalan panen karena tanaman bisa mati atau tidak kuat terendam banjir.

Bersatu-padunya pemerintah dan masyarakat dalam mitigasi atau tindakan yang diambil sebelum bencana terjadi harus dilakukan untuk meminimalisir potensi bencana. 

Langkah mitigasi banjir dengan memperbaiki drainase, rajin membersihkan saluran air, tidak membuang sampah sembarangan. Melaksanakan penanaman pohon kembali atau reboisasi. 

Masyarakat juga harus mewaspadai banjir dengan tidak membangun rumah dan permukiman di bantaran sungai. Kesadaran atau sikap awas terhadap bencana akan membuat kita terhindar dari hal yang membahayakan diri sendiri maupun orang lain.

Bencana tidak selamanya datang dan disebabkan karena kondisi alam, bisa juga itu disebabkan karena pengaruh manusia.

Pembangunan yang berkelanjutan selayaknya benar-benar bertanggung-jawab, bukan hanya sekedar lip-service agar alam tetap lestari dan terjaga sehingga manusia dan mahluk hidup lainnya terhindar dari mara-bahaya.

Salam lestari lingkungan. 

Kernen im Remstal, Germany

Meike Juliana Matthes

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Halo Lokal Selengkapnya
Lihat Halo Lokal Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun