Mohon tunggu...
Meike Juliana Matthes
Meike Juliana Matthes Mohon Tunggu... Freelancer - Mencintai alam, budaya, dan olahraga. Menghargai perbedaan dan tertarik akan keanekaragaman dunia

Penulis buku, The Purple Ribbon. Buku tentang kelainan neurologis akibat cacat kongenital tengkorak, diterbitkan oleh Pustaka Obor Indonesia, 2024.

Selanjutnya

Tutup

Ramadan Artikel Utama

Masjid di Stuttgart dengan Minaret Simbol Toleransi

5 April 2024   00:32 Diperbarui: 5 April 2024   11:28 3485
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Halaman masjid dengan Shadrivan atau paviliun wudhu, pintu masuk ruang shalat, ruang shalat (dokumen pribadi)

Jika bukan karena sahabat-sahabat muslim di Perkumpulan Perempuan Internasional di desa tempatku tinggal maka aku tidak akan tahu bahwa ada beberapa masjid yang terletak di kota Stuttgart, ibu kota dari negara bagian Baden-Wuertemmberg, Jerman. Salah satunya adalah masjid yang terletak di distrik Wangen.

Diluar cuaca tidak lagi dingin dan menggetarkan, alam sudah bangun dari tidur panjangnya dan berdandan bak gadis remaja. Aku menggunakan kesempatan itu untuk berjalan-jalan di pusat kota Stuttgart.

Pemandangan begitu indah dan segar dihiasi pohon-pohon yang mulai bertunas, bunga-bunga berkuncup, dan ada pun yang sudah mulai mekar berwarna putih, kuning, atau merah muda seperti pohon Magnolia yang terletak di alun-alun kota. 

Cantik nian dia terlihat membuat hampir semua orang yang melewatinya akan singgah sebentar atau bahkan berlama-lama untuk mengaguminya.

Magnolia di alun-alun kota Stuttgart (dokumen pribadi) 
Magnolia di alun-alun kota Stuttgart (dokumen pribadi) 

Hari itu setelah menyelesaikan beberapa urusan kecil, aku menuju Stuttgart Hauptbanhof atau Stasiun Utama kereta Stuttgart. Dari situ aku menaiki Stadtbahn (tram) U9-Hedelfingen. Tujuanku ke masjid Wangen. Perjalanan memakan waktu hampir 20 menit melewati beberapa stasiun kecil.

Hedelfingen adalah distrik terakhir dimana kereta berhenti dan Wangen terletak sebelum itu. Hedelfingen dan Wangen terletak di bagian Tenggara Stuttgart dan di tepi kiri Sungai Neckar sehingga di kota ini dibangun Pelabuhan Stuttgart, Der Stuttgarter Hafen. Ini adalah pelabuhan sungai bukan laut karena kota Stuttgart sangat jauh dari laut. 

Sekitar 15 jam bermobil ke arah laut Utara (Nordsee). Keberadaan pelabuhan di kota inilah yang membuat wilayah ini menjadi kawasan industri karena memudahkan perusahaan-perusahaan untuk menyalurkan logistik mereka.

Der Stuttgarter Hafen (www.stuttgart.de)
Der Stuttgarter Hafen (www.stuttgart.de)

Sebagian perjalanan kulewati bukan dengan melamun, tapi dengan melihat pemandangan kawasan industri tersebut. Biasanya dari tempatku tinggal untuk ke distrik ini kulakukan dengan mobil dan tidak perlu lagi memasuki kota Stuttgart yang sering macet, tapi kali ini aku melakukannya kendaraan umum.

Hal lain adalah masalah kesehatan yang belum memungkinkan menyetir jauh-jauh. Aku turun di Stasiun Hedelfinger Strasse, dari situ aku hanya perlu waktu kurang dari 5 menit untuk sampai ke Kesselstrasse 27, tempat di mana masjid Wangen berada.

Bosnische Moschee adalah nama resmi dari Masjid Wangen ini karena didirikan oleh Asosiasi Komunitas Muslim Bosnia di Jerman, didirikankan sejak tahun 2008 dengan mengubah bangunan yang ada dan merupakan bangunan shalat Komunitas Islam Stuttgart e.V. Tapi banyak orang menyebutnya Wangen Moschee.

Komunitas muslim Bosnia ini sendiri sudah ada sejak tahun 1990 di distrik Bad Cannstatt dengan anggota dari Bosnia, Serbia, Montenegro, Albania, Makedonia, dan beberapa negara lain.

Dari jalan utama sudah terlihat Minaret atau menara masjid setinggi 15 meter. Minaret ini nanti dibangun beberapa tahun kemudian sejak pertama kali masjid difungsikan. 

Komunitas Islam Stuttgart dan Assosiasi Komunitas Islam Bosnia Jerman meresmikan menara masjid tersebut pada tanggal 10 Mei 2015 saat memperingati hari jadi komunitas yang ke-25.

Peresmian Minaret (www.stuttgarter-nachrichten.de)
Peresmian Minaret (www.stuttgarter-nachrichten.de)

Arti penting menara masjid setinggi 15 meter dengan kaligrafi bersudut di setiap sisinya adalah simbolis bahwa umat Islam sangat dihormati keyakinannya.

Dikutip dari stuttgarter-zeitung.de tanggal 11 Mei 2015, Imam komunitas Hamza Subasic dalam sambutannya mengatakan, "Bagi kami umat Islam, menara berarti menemukan jalan spiritual di luar angkasa. Hal ini mewajibkan kami umat Islam di Stuttgart untuk menghargai nilai-nilai Barat. Sejarah dunia adalah salah satu kesatuan budaya dan agama yang berbeda. Rasa hormat terhadap orang lain dan mereka yang berpikiran berbeda harus diberikan."

Pada kesempatan yang sama, Ferid Kugic dari Komunitas Islam menuturkan, "Sejak awal kami mendapat banyak pengakuan, baik dari pemerintah kota maupun dari komunitas agama lain."

Senada dengan itu, Martin Schairer, Walikota bidang Hukum, Agama, dan Ketertiban menegaskan, "Anggota masyarakat komunitas muslim diterima di sini" dan menurut Stefan Ritz, Kepala Kantor Polisi Ostendstarsse membenarkan tentang hidup berdampingan secara damai. 

Aku masuk ke halaman masjid pada waktu hampir mendekati Iftar atau waktu berbuka puasa. Di Jerman pada Ramadan tahun ini, puasa berlangsung sekitar 15-16 jam. Pada hari itu, Sehar (Sahur) pada jam 04. 13 dan Iftar pada jam 18.52.

Area halaman masjid yang dihiasi Paviliun Wudhu (Shadrivan) dan taman, nampak sepi. Sebelum sampai di tempat ini, aku sudah tahu dari sahabat-sahabat muslimku di desa tempatku tinggal yang berkewarganegaran Bosnia, Albania, Kosovo, dan Algeria bahwa sebagian besar umat muslim di Jerman melaksanakan Iftar di rumah masing-masing karena jarak tinggal yang jauh dari masjid apalagi jam itu adalah masih termasuk jam pulang kerja. Kecuali pada hari Jumat banyak jamaah yang khusus datang untuk melakukan Shalat Jumat bersama.

Di kedua sisi pintu masuk terdapat tulisan "Ramadhan". 

(Dokumentasi Pribadi)
(Dokumentasi Pribadi)

Di ruang koridor sebelum memasuki ruang sholat yang terletak di sebelah kanan, terdapat rak-rak buku agama dan meja kecil yang di atasnya disediakan air dan kurma untuk berbuka. Juga terdapat monitor yang menunjukan jam-jam sholat setiap hari.

Kurma dan air untuk Iftar (Dokumentasi Pribadi)
Kurma dan air untuk Iftar (Dokumentasi Pribadi)

Koridor dengan rak buku dan monitor jam sholat (Dokumentasi Pribadi)
Koridor dengan rak buku dan monitor jam sholat (Dokumentasi Pribadi)

Aku memasuki ruang sholat berharap ada seseorang yang bisa kutemui untuk bercakap-cakap, tapi sayang sekali, aku masih tetap seorang diri. Di dalam ruang sholat terlihat Mihrab dan Mimbar Ceramah dari kayu. 

Halaman masjid dengan Shadrivan atau paviliun wudhu, pintu masuk ruang shalat, ruang shalat (dokumen pribadi)
Halaman masjid dengan Shadrivan atau paviliun wudhu, pintu masuk ruang shalat, ruang shalat (dokumen pribadi)

Aku menggunakan waktu untuk beristirahat sebentar dan duduk sebentar di karpet. Ingatanku melayang pada kenangan masa kecil, meskipun aku dan keluargaku sendiri tidak ber-Ramadan, tapi kenangan akan bulan ini di kota Gorontalo di tempat aku dibesarkan selalu memberi ruang rindu.

Waktu aku kecil, bersama kakakku, kami ikut dalam Malam Tumbilotohe atau Malam Pasang Lampu Minyak yang dilakukan di hari-hari terakhir bulan Ramadan sebelum memasuki Hari Idul Fitri. 

Saat itu, halaman rumah kami pun dipenuhi dengan lampu minyak. Ibuku selalu bertanya, "Kalian kan cuma bikin tadi beberapa, kenapa sekarang sudah jadi banyak?". Kemudian aku dan kakakku akan menjawab serempak ,"Dikasih teman-teman tetangga."

Keheningan ruang itu membuatku tetap larut dalam kenangan dan ingatan akan sahabat-sahabatku nun jauh di kampung halaman, di tanah air tercinta yang tentu saja sangat bersuka-cita setiap bulan ini. 

Aku pun merenungi tentang makna agama dan kepercayaan yang merupakan sebuah ajaran kebaikan yang menuntun manusia kembali kepada hakikat kemanusiannya dan makna agama dalam pluralisme. 

Benar apa yang dikatakan oleh Hamza Subasic, Imam Komunitas Islam dalam sambutannya saat meresmikan Minaret bahwa sejarah dunia adalah salah satu kesatuan budaya dan agama yang berbeda. Rasa hormat terhadap orang lain dan mereka yang berpikiran berbeda harus diberikan."

Selamat melanjutkan puasa bagi semua saudara-saudari muslim. Semoga ibadah ini lebih menuntun kepada kehidupan yang lebih baik dan membawa keberkahan yang melimpah.

Kernen im Remstal (kota kecil di dekat Stuttgart), Kenangan 30 Maret 2024

Salam Bhinneka Tunggal Ika,

Meike Juliana Matthes

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun