Pengelolaan sumber daya alam kemudian juga diatur pada Undang-Undang (UU) Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, yang intinya mengatur agar tidak ada lagi ekspor bahan tambang mentah.Â
Namun, pengimplementasian UU ini masih memiliki banyak kendala baik dari dalam negeri maupun luar negeri. Salah satu contoh masalah dari dalam negeri ialah kesiapan industri pengolahan bahan tambang dari mentah menjadi barang setengah jadi.Â
Selain itu, saat ini Indonesia tengah menghadapi gugatan Uni Eropa terkait larangan ekspor biji nikel yang (untuk sementara) dimenangkan World Trade Organization (WTO).Â
Menurut Uni Eropa, kebijakan ekspor, kewajiban pengolahan, dan pemurnian nikel di Indonesia tidak sesuai dengan General Agreement on Tariffs and Trade (GATT) 1994. Sebagai konsekuensinya, kebijakan pelarangan ekspor nikel mentah yang telah dilakukan sejak Januari 2020 harus dicabut. (setkab.go.id)
Sejauh apa manfaat yang dihasilkan oleh program hilirisasi ini?
Dalam acara Jakarta Geopolitical Forum VII, di Juni 2023 lalu, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marinves) Luhut Binsar Pandjaitan memaparkan bahwa nilai ekspor produk nikel hasil hilirisisasi telah mencapai USD33,81 miliar atau Rp504,2 triliun (kurs Rp14.915 per USD) pada 2022. Sampai pada April 2023, realisasi nilai ekspor nikel hasil hilirisasi sudah mencapai USD 11 miliar atau Rp165 triliun. Diperkirakan tahun ini akan naik.
Dalam artikel Kompas.com, Deputi Investasi dan Pertambangan Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves) Septian Hario Seto mengatakan, mayoritas dari investasi hilirisasi nikel dilakukan di wilayah Sulawesi dan Halmahera yang sebelumnya memiliki gap aktivitas ekonomi yang besar dengan Jawa.Â
"Dengan adanya investasi ini, terjadi penciptaan tenaga kerja dan aktivitas ekonomi yang besar, yang tidak akan terjadi tanpa adanya hilirisasi nikel ini," ujar Seto dalam keterangan tertulis dikutip Senin (14/8/2023). Ia menuturkan, seperti pada PT Indonesia Marowali Industrial Park (IMIP) di Sulawesi Tengah, saat ini jumlah pekerjanya mencapai 74.700 orang. Lalu pada PT Indonesia Weda Bay Industrial Park (IWIP) di Maluku Utara memiliki jumlah pekerja sekitar 56.000 orang. (kompas.com)
Namun, apakah pendapatan negara ini dan penyerapan tenaga kerja sudah sejalan dengan industri ramah lingkungan yang juga menjadi agenda pemerintah?
Sejumlah penelitian menyebutkan bahwa hilirisasi kerap menimbulkan masalah serius.