Ukuran kemajuan suatu bangsa dapat ditemukan dalam kaliber sistem pendidikannya. Sangat penting bagi negara dengan pendidikan berkualitas tinggi untuk memprioritaskannya, dengan menempatkannya setara dengan bidang penting lainnya dari pemerintahan sosial.
   Karena guru terlibat secara langsung dalam proses belajar, guru adalah komponen paling penting dalam proses pendidikan. Sumber daya manusia yang unggul akan berasal dari guru yang unggul, yang akan menompang kebutuhan sumber daya manusia yang unggul di seluruh negeri. Namun, harapan tersebut tidak akan tercapai jika berbagai masalah pendidikan terus ditemukan. Ketidakadilan dalam dunia kerja bagi guru honorer adalah salah satu dari banyak masalah di dunia pendidikan. Kehidupan guru honorer sangat tidak adil.
   Menurut PP Nomor 48 Tahun 2005, tenaga honorer adalah orang yang diangkat oleh pejabat pembina kepegawaian atau pejabat lain dalam pemerintahan untuk melakukan pekerjaan tertentu di organisasi pemerintahan, salah satunya adalah sekolah. Masyarakat Indonesia sangat menyukai pekerjaan guru honorer. Namun demikian, meskipun profesi guru honorer sangat diminati oleh masyarakat, ada banyak masalah dengan kesejahteraan mereka. Guru honorer adalah isu yang sampai saat ini belum bisa ditangani secara baik dan adil oleh pemerintah. Bagaimana mungkin gaji seseorang yang memanusiakan manusia jauh lebih besar daripada seorang engineer yang membuat robot yang memiliki kemampuan yang hampir sama dengan manusia?
   Sebaliknya, Permenpan-RB Nomor 27 Tahun 2021 dan Permenpan-RB Nomor 28 Tahun 2021 menyetujui pengadaan Pegawai Negeri Sipil (PNS). Untuk jabatan fungsional guru, instansi daerah menyuarakan bahwa ujian CASN 2021 tidak akan menghasilkan pengangkatan PNS bagi sarjana pendidikan dan honorer. Menteri Pendidikan Nadiem Makarim juga menyatakan bahwa, karena berbagai alasan, ujian CPNS untuk guru akan ditiadakan untuk beberapa tahun ke depan. Gambaran kecil ini tidak cukup menjelaskan bagaimana perlakuan antara guru Honorer dan guru PNS tidak sesuai dengan keadilan Hak Asasi Manusia.
   Salah satu faktor penting yang dapat mempengaruhi produktivitas seorang guru adalah gajinya. Selain itu, pembayaran gaji yang tidak teratur atau kurang dapat menyebabkan sikap apatis dan moral yang rendah terhadap kegiatan belajar mengajar yang mereka lakukan. Selain itu, guru honorer sering menganggap sistem kompensasi tidak efektif.
   Menurut UU No. 14 Tahun 2005, yang mengatur tentang guru dan dosen, guru berhak mendapatkan penghasilan yang melebihi kebutuhan hidup minimum dan jaminan kesejahteraan sosial. Mereka juga berhak mendapatkan promosi dan penghargaan sesuai dengan prestasi mereka dalampekerjaanmereka.
   Pasal 15 ayat 3 UU No. 14 Tahun 2005 menyatakan bahwa guru yang diangkat oleh satuan pendidikan akan diberi gaji berdasarkan perjanjian kerja atau dengan kesepakatan Bersama. Pasal ini memang berlaku sesuai fakta, tetapi tidak ada ketentuan lebih lanjut, terutama untuk guru honorer.
   Surat kabar online melaporkan bahwa Mendikbud baru-baru ini mengajukan masalah gaji guru honorer minimal UMR kepada Menteri Keuangan. Menanggapi hal tersebut, laporan yang diberikan tentang gaji guru honorer masih diselidiki oleh Menteri Keuangan (detik.com, 23 Januari 2019). Tidak ada kebijakan yang jelas yang mengatur kompensasi guru honorer di Indonesia, jadi tidak mengherankan jika penghasilan mereka masih di bawah rata-rata UMR
   Jumlah guru honorer di Indonesia terus meningkat. Kita telah mengetahui bahwa banyak guru honorer yang sudah berusia lanjut. Data dari Kemenpan-RB (2021) menunjukkan bahwa ada 129.938 guru THK-II. Tentu saja, ini bukan jumlah yang sedikit, dan dengan kompensasi yang relatif kecil, ada banyak alasan untuk tetap menjadi guru honorer. Salah satu alasan tersebut adalah untuk meningkatkan kemampuan kaum muda di negara ini, yang tentunya sangat berharap dapat diangkat menjadi PNS. Namun, harapan tersebut tidak akan terwujud karena kebijakan pemerintah Indonesia tidak memadai dan tidak memihak kepada guru honorer nasional.
   Pasal 28 D ayat 2 UU Nomor 39 Tahun 1999, yang berbunyi "setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan mendapat perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja," mempertegas hak guru honorer untuk kehidupan yang lebih layak dan hak untuk menuntut perlakuan yang adil di tempat kerja.
KESIMPULANÂ
   Hasil diskusi menunjukkan bahwa menjadi guru honorer adalah tugas yang sulit, terutama dalam hal ketidakadilan yang dialami oleh guru honorer di tempat kerja. Sudah jelas bahwa sistem kompensasi guru honorer di Indonesia masih sangat kecil dan tidak efisien. Ini menunjukkan bahwa ada banyak kekurangan yang perlu diperbaiki segera. Ada beberapa metrik yang harus segera diperbaiki untuk meningkatkan kesejahteraan guru, terutama guru honorer. Ini termasuk bagaimana gaji, tunjangan, dan kebijakan pekerjaan itu sendiri diterapkan. Selain itu, perlu ada fasilitas yang memadai untuk membantu guru bekerja dengan baik.
   Guru honorer adalah kelompok yang lemah dan memerlukan perhatian yang lebih besar. Guru honorer harus diperhatikan untuk memenuhi prinsip utama kebutuhan karena mereka adalah orang pertama yang memikul berbagai tugas di sekolah karena mereka adalah kelompok yang lebih lemah. Untuk meningkatkan kesejahteraan para guru honorer, Kemendikbud dan pemerintah harus mengatasi ketidaksamaan ekonomi dan sosial.
SARANÂ
   Kedepannya, pemerintah diharapkan untuk mempermudah proses perekrutan Aparatur Sipik Negara (ASN) bagi guru honorer yang telah memiliki masa kerja yang memadai. Pemerintah juga harus memperketat professionalitas guru sehingga guru mempunyai prospek kerja yang menjanjikan bagi generasi muda Indonesia di masa depan. Selain hal tersebut, pemerintah juga diharapkan untuk dapat memenuhi hak guru honorer agar bisa mendapatkan gaji yang layak dan sesuai dengan perundang-undangan, dengan cara memisahkan dana anggaran yang khusus untuk guru honorer.
   Jika dilihat kebijakan mengenai sistem kompensasi guru honorer di Indonesia belum ada, akan tetapi disarankan pihak sekolah lebih jelas mengenai kebijakan kompensasi yang diberikan kepada guru, sehingga sesuai dengan beban kerja yang dilakukan guru. Dengan demikian, kebutuhan mereka terpenuhi dan produktivitas dalam bekerja akan semakin tinggi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H