Mohon tunggu...
Meidy Y. Tinangon
Meidy Y. Tinangon Mohon Tunggu... Lainnya - Komisioner KPU Sulut | Penikmat Literasi | Verba Volant, Scripta Manent (kata-kata terbang, tulisan abadi)

www.meidytinangon.com| www.pemilu-pilkada.my.id| www.konten-leadership.xyz| www.globalwarming.blogspot.com | www.minahasa.xyz| www.mimbar.blogspot.com|

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Tak Ku Tahu 'kan Hari Esok

16 Juni 2021   09:47 Diperbarui: 16 Juni 2021   09:56 195
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokpri, Pantai Bukit Tinggi, Minahasa

Tak kutahu 'kan hari esok.
Apakah senyuman langit masih secerah biru yang mencumbu putih, ataukah mendung yang bermain hujan lalu basah dengan air mata.
Apakah pepohonan masih setia kidungkan hijau semangat, dan angin tanpa warna masih berbisik mesra tentang asa dibalik senja, dan harapan setelah gelombang yang tak bosan menerpa pantai dan dermaga yang tabah.

Tak kutahu 'kan hari esok.
Apakah kerikil jalanan masih mengaku kalah kepada langkahku seperti kemarin, dan telapak kaki masih sanggup menepis keluh, lalu setia mencipta jejak bercampur peluh. Ataukah tak ada lagi jejak tercipta, dan yang ada hanya keluh yang luluh dan terjatuh di atas debu, lalu tubuh berlalu kembali menjadi debu.

Tak kutahu 'kan hari esok.
Apakah kita masih bisa bersama, dalam lemah yang mencoba berbagi senyum dan semangat, sekalipun langit tak tersenyum dan pelukan bumi tak sehangat dulu. Ataukah kita tak lagi bersama, karena di langit sana telah tersedia tempat terindah, yang siap dihuni sang fana, seturut waktu Sang Khalik. Lalu, yang tersisa hanya air mata yang sementara, cinta di dalam hatimu, pusara yang berdebu dan bait-bait puisi ini.

Tak kutahu 'kan hari esok.
Namun ku harus melangkah, entah tegap atau tertatih, sambil tak lupa mengucap maaf untuk segala lemah insan fana, yang hanya mampu memanah buah-buah sederhana, tiada sempurna, dalam lemah dan pelukan semangatmu.

Tak kutahu 'kan hari esok, namun ku harus terus melangkah dalam dekapan doa dan pasrah, sambil memohon belas kasih Sang Pemilik Esok, yang berkuasa mencipta hari esok: untukmu, untukku dan untuk kita, yang tak tahu apa-apa 'kan hari esok.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun