Mohon tunggu...
Meidy Y. Tinangon
Meidy Y. Tinangon Mohon Tunggu... Lainnya - Komisioner KPU Sulut | Penikmat Literasi | Verba Volant, Scripta Manent (kata-kata terbang, tulisan abadi)

www.meidytinangon.com| www.pemilu-pilkada.my.id| www.konten-leadership.xyz| www.globalwarming.blogspot.com | www.minahasa.xyz| www.mimbar.blogspot.com|

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Ketika Pilih Kampus Bukan yang Utama, Lalu Apa yang Utama?

11 Januari 2021   19:05 Diperbarui: 11 Januari 2021   19:18 176
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tak bisa pilih kampus? Kok bisa? Bukankah perguruan tinggi bertebaran di Indonesia? 

Hehehe, ini pengalaman saya waktu memasuki dunia kuliah, setelah melepas seragam putih abu-abu. Biasanya, baik calon mahasiswa maupun orang tua, dihadapkan pada berbagai pilihan kampus. Namun yang saya hadapi adalah situasi dimana tak ada alternatif lain di daerah saya. Bukan karena kampusnya hanya  satu tapi ini berhubungan dengan keterlambatan memutuskan untuk kuliah.

Gimana jalan ceritanya?

Yatim Piatu

Sejak umurku baru setahun, ibuku berstatus single parents selepas meninggalnya almarhum ayahku. Sejak mengenyam pendidikan TK, SD, SMP dan SMA, biaya pendidikan diupayakan  ibu yang berprofesi sebagai pedagang kecil, dibantu kakak-kakak.  

Pas kelas 3 SMA, ibu meninggal dunia dan lengkaplah status saya sebagai yatim piatu. Saya tak berpikir untuk kuliah. Bersyukur saja dengan pendidikan hingga SMA. Apalagi dalam bayangan saya, kuliah itu mahal. 

Terpaksa Kuliah 

Keputusanku untuk kuliah dapat dikatakan terlambat dan terpaksa.  Keputusan itu diambil disaat pendaftaran di universitas negeri dan beberapa perguruan tinggi swasta telah ditutup. Beruntung, masih ada sebuah kampus di Kota Sejuk Tomohon yang masih membuka kesempatan pendaftaran untuk gelombang ketiga, itupun hanya terbatas untuk Fakultas yang masih belum terpenuhi kuota pendaftar. 

Keputusanku untuk kuliah juga karena paksaan dan desakan para kakanda. Oh ya, saya adalah anak bungsu dari 7 bersaudara, dimana 6 orang kakak paling tinggi berpendidikan SMA sederajat. Tak ada yang bergelar Sarjana. Mungkin hal ini yang mendorong semangat mereka untuk mendesak si bungsu kuliah.

Maka mendaftarlah saya di Fakultas MIPA Universitas Kristen Indonesia Tomohon (UKI Tomohon) di Sulawesi Utara. Kota Tomohon dikenal sebagai Kota Sejuk, Kota Pendidikan dan Kota Bunga.

Beasiswa PPA Ditjen Dikti

Beruntunglah saya, biaya pendidikan sejak semester 3 terbantu ketika lolos seleksi penerima beasiswa Peningkatan Prestasi Akademik (PPA) dari Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Ditjen Dikti) Kementerian Pendidikan Nasional.

Beasiswa itu sangat membantu proses kuliah saya. Biasanya hanya pinjam buku teks milik teman, saat menerima beasiswa saya bisa membeli buku atau menggandakan buku kemudian dijilid. 

Berorganisasi 

Sisi lain kehidupan kampus yang saya alami sebagai bagian dari proses pengembangan kapasitas dan kemampuan leadership adalah dengan berorganisasi. Sempat terpilih sebagai sekretaris Senat Mahasiswa Fakultas kemudian Ketua Senat Mahasiswa Perguruan Tinggi (SMPT). 

Berbagai pengalaman berorganisasi ternyata membentuk karakter kepribadian serta berbagai skill manajemen dan kepemimpinan. Pengalaman-pengalaman tersebut sangat bermanfaat saat memasuki dunia kerja.

Lulus Dengan Predikat Cum Laude 

Tahun 1999, setelah berjuang melakukan penelitian di bidang Ekologi dan menyusun skripsi berjudul Studi Komunitas Tumbuhan pada Ekosistem Danau Tondano, dan kemudian mengikuti ujian skripsi akhirnya saya dinyatakan lulus. 

Senang bercampur haru di kala itu. Semakin lengkap ketika predikat kelulusan saya masuk kategori cum laude.

Dunia Kerja

Setelah lulus, langsung diangkat asisten dosen di kampusku. Selain mengajar, juga diberi tugas mengurus perpustakaan dan redaksi majalah ilmiah. 

Berusia 28 Tahun, pada Tahun 2004 terpilih sebagai Pembantu Dekan Bidang Kemahasiswaan untuk periode 2004-2008. Jabatan tersebut diemban kembali pada 2008-2011. 

Beriringan dengan itu, sejak 2007-2018 mulai bertugas rangkap sebagai Komisioner KPU Kabupaten Minahasa, dimana 2012-2018 saya dipilih sebagai Ketua.

Tahun 2011 masih sempat dipilih sebagai Pembantu Rektor Bidang Kemahasiswaan, namun mengundurkan diri karena UU 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilu melarang komisioner KPU untuk merangkap dalam pekerjaan lainnya. Tahun  2018 terpilih menjadi Komisioner KPU Provinsi Sulawesi Utara, tugas yang saya emban sekarang, dan jika Tuhan berkenan akan diemban sampai 2023.

Konklusi: Sukses Kuliah dan Kerja Bukan Soal Kampusnya 

Begitulah perjalanan singkat si bungsu yatim piatu, mulai kuliah hingga bekerja. Sekalipun tak kuliah di Universitas papan atas, namun ketika kita berusaha keras, tekun belajar, maka hasil tak akan menghianati proses. 

Saya berkesimpulan sukses kuliah dan kerja bukan soal kita kuliah dimana, tetapi soal kuliah kita bagaimana. Apakah kuliah dengan tekun atau hanya sekedar memenuhi status sebagai mahasiswa. 

Syukuri apa yang ada, hidup adalah anugerah.  Kunci sukses adalah berdoa dan berusaha. Ora et Labora.

Salam....

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun