"Benarkah politik itu kejam?" tanyaku pada diriku sambil menyeruput secangkir kopi pahit, lalu kupejam sejenak mata ini, membawa alam pikir membayangkan kelakuan insan yang disebut politisi. Â Â
Aku melihat percakapan insan pecinta kuasa di sudut kota berserak sampah, bercakap serius tentang jalan meraih kuasa, tentang sobat yang harus disingkirkan, tentang rupiah untuk membeli suara dan tentang dusta berjubah putih.Â
Pun, aku melihat pemegang kuasa di istana rakyat, bercakap dalam kemewahan istana yang sedang digerogoti tikus-tikus liar, berwacana merdu tentang daulat rakyat, namun siapa sangka ada udang dibalik batu. Â Â
Politik memang hidup di alam kuasa, seni meraih dan mempertahankan kuasa, lalu membagi kue kekuasaan.
Sah-sah saja meraih kuasa asalkan kuasa itu untuk daulat dan sejahtera rakyat.
Politik akan menjadi kejam jika jalan menuju kuasa berlumur darah anak negeri, yang ditabrak kereta taktik busuk, abaikan markah nurani dan rambu-rambu lalu lintas demokrasi. Â Â
Politik sesungguhnya tidak kejam, jika tarian seni kuasa berbalut nurani memeluk mesra keadilan dalam cinta nan damai, tak mau berpisah, mewujud kuasa yang menghidupkan...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H