Dalam catatan H.B Palar, disebutkan bahwa Dr. Kruijf menulis bahwa Riedel datang di Tondano yang masih merupakan perkampungan baru bagi orang-orang pindahan dari kampung di atas air (Minawanua), sesudah perang di wilayah Danau Tondano  tahun 1809. Belum ada rumah tetap baginya, kecuali rumah yang dipinjamkan pemerintah. Terdapat sebuah gereja kayu kecil, jemaat berjumlah 200 orang. Pada hari minggu hanya sepersepuluhnya yang hadir di gereja. Kebanyakn masih tinggal dalam gubuk di ladang-ladang padi dan belum mengerti apa itu hari minggu.
Disaat kedatangan Riedel, pengenalan orang Tondano akan kekristenan masih kurang. Banyak orang hidup tidak tertib. Karena itu pula usaha pertama Riedel dalam kegiatan penginjilan adalah  memberi perhatian pada sekolah yang sudah ada. Baginya, keteraturan, kebersihan dan kesopanan dapat diajarkan melalui pendidikan agama.Â
Selain itu dengan topangan istrinya, Riedel mengadakan pendekatan terhadap orang-orang kampung. Ia menerima mereka di rumahnya, mengadakan percakapan dengan mereka mengenai kehidupan sehari-hari dan ia juga mengadakan perkunjungan ke rumah-rumah. Iapun bertegur sapa dengan orang-orang yang dijumpainya, dan dengan pendekatan itu Riedel mengadakan percakapan dengan penduduk setempat. Setelah keakraban terjalin barulah Riedel mengalihkan perhatian orang-orang Tondano kepada pengajaran Kristen. Siapa yang dilihatnya memberikan perhatian sungguh-sungguh dijadikannya orang-orang inti dalam persekutuan di rumahnya.
Perhatian Riedel terhadap orang-orang sakit juga mempengaruhi penduduk. Walaupun kepercayaan penduduk terhadap kepercayaan lama tidak segera hilang. Orang Tondano ternyata menerima pengajaran Kristen yang dibawa oleh Riedel. Selain jumlah mereka yang mengikuti kebaktian semakin banyak, perkembangan di bidang pendidikan  semakin tampak oleh banyaknya anak-anak yang rajin kesekolah.Â
Schwarz dan Penginjilannya di Langowan
Schwarz lahir di Koningsbergen Jennan, 21 April 1800. Mula-mula sebagai tukang sepatu. Pada tahun 1822, bersama-sama dengan Riedel dididik di Jaenicke, lalu pada 1827 keduanya ke Rotterdam. Pada 23 Nopember 1829 bertolak ke Hindia Belanda dan tiba di Ambon 7 Januari 1832. Setelah belajar bahasa daerah beberapa bulan di Manado, ia diajak pendeta Hellendoorn ke Langowan dan sekitarnya untuk mencari tempat cocok untuk dijadikan pos. Walau memilih Langowan namun untuk sementara waktu harus tinggal di Kakas. Pada tahun-tahun awal ia mendapat perlawanan dari ulama-ulama (Walian) Alifuru yang diam-diam disokong oleh Mayoor Langowan. Setelah Mayoor tersebut dipecat pemerintah, karya pendeta Schwarz mulai berkembang.  Terlebih setelah pemerintah melarang semua peranan  para walian.
Hal yang hampir sama dengan Riedel, juga dilakukan Schwarz di Langowan. Walaupun Schwarz menghadapi para Walian (pemimpin agama tua di Minahasa) yang pengaruhnya kuat dalam diri anggota  masyarakat, namun adanya sekolah-sekolah yang menjadi sarana pembelajaran kekristenan sangat membantu penerimaan orang Langowan dan sekitarnya terhadap Injil.Â
Hal ini nyata sesudah tiga tahun pelayanan Schwarz ada 4 orang dibabtis, sesudah sembilan tahun bertambah menjadi 300 orang dan lebih dari 1800 orang sesudah 12 tahun.Â
Penutup
Dalam pekabaran injil, pemuliaan akan Tuhan menjadi alasan utama mengapa Riedel dan Schwarz memberi diri keluar dari kaumnya dan berintegrasi dengan orang-orang Minahasa. Semangat untuk mengantarkan orang lain mengenal dan memahami kerja penebusan Kristus menjadi motivasi utama dalam diri para zendeling Riedel dan Schwarz.Â
Riedel meninggal di Tondano pada 12 Oktober 1860 dan dimakamkan di Tondano, Ibukota Kabupaten Minahasa sekarang. Namanya diabadikan sebagai nama salah satu jemaat/gereja di Tondano yaitu Jemaat GMIM "Riedel" Wawalintouan.