Mohon tunggu...
Meidy Y. Tinangon
Meidy Y. Tinangon Mohon Tunggu... Lainnya - Komisioner KPU Sulut | Penikmat Literasi | Verba Volant, Scripta Manent (kata-kata terbang, tulisan abadi)

www.meidytinangon.com| www.pemilu-pilkada.my.id| www.konten-leadership.xyz| www.globalwarming.blogspot.com | www.minahasa.xyz| www.mimbar.blogspot.com|

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Bung Karno, Om Sam, Bandung, dan Indonesia

7 Juni 2020   01:12 Diperbarui: 7 Juni 2020   07:36 637
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
| "Bung Karno dan Om Sam"|| sumber: kepustakaan-presiden.pnri.go.id |

Tanggal 6 Juni merupakan tanggal kelahiran Soekarno, Sang Proklamator Kemerdekaan Republik Indonesia. Presiden RI pertama tersebut juga akrab dengan sapaan Bung Karno.  Om Sam adalah sapaan akrab Pahlawan Nasional Indonesia Sam Ratulangi. Nama lengkapnya, Gerungan Saul Samuel Jakob (GSSJ) Ratulangi. Lalu, apa hubungan Bung Karno dan Om Sam dengan Kota Bandung dan kata 'Indonesia' yang menjadi nama bangsa kita?

Dari catatan sejarah kita tahu bersama bahwa nama "Indonesia" bukanlah nama yang sejak awal digunakan sebagai nama negeri kita. Idn.times (17/8-2019) dalam artikel berjudul: Sebelum Merdeka, Ini Nama 6 Negara Indonesia dari Masa ke Masa, menyebut 6 nama yang digunakan sebelum nama Indonesia berkumandang. Keenam nama yang hendak menggambarkan Indonesia yang kita kenal saat ini adalah: 

  1. Nusantara (digagas oleh Kerajaan Majapahit sejak abad ke-12), 
  2. Indunesians (muncul pertama kali dalam sebuah jurnal berjudul 'On the Leading Characteristics of The Papuan, Australian and Malay-Polynesia Nation' karya George Samuel Windsor di tahun 1850),
  3. The Malay Archipelago (Alfred Russel Wallace, Abad 18, seorang penjelajah sekaligus ilmuwan asal Britania Raya, menjuluki kawasan Malaysia, Singapura dan Kepulauan Indonesia sebagai 'The Malay Archipelago'),
  4. Insulinde (Eduard Douwes Dekker, Abad ke- 19),
  5. Nederlandsch Oost-Indie/Netherlandsch Indie  (akhir abad ke-19), dan
  6. Hindia (penghujung abad ke-15)

Robert Edward Olsen dalam bukunya "The Idea of Indonesia" (2008) menyebut bahwa kata "Indonesia" pertama kali digagas Tahun 1850 dalam bentuk "indu-nesians" oleh pelancong dan pengamat sosial Inggris, George Samuel Windsor Earl. Namun Earl akhirnya membuang kata itu, dan menggantikannya dengan "malayunesians". Namun menurut kolega Earl bernama James Logan, kata Indonesians lebih tepat sebagai istilah geografis bukan etnografis. Penggunaan kata Indonesia selanjutnya oleh: E.T Hammy (1877), AH Keane (1880), Adolf Bastian (1884), G.A Wilken (1885), A.C Kruyt (1906).

Oleh penduduk pribumi, istilah Indonesia pertama kali digunakan di negeri Belanda oleh mahasiswa Indonesia/Hindia yang kuliah di Belanda, termasuk diantaranya adalah Sam Ratulangi, yang pernah juga aktif dalam organisasi Perhimpunan Indonesia (sebelumnya bernama Indische Vereeniging) dan terpilih sebagai ketua Perhimpunan Indonesia pada tahun 1914.  Ki Hajar Dewantara, juga diyakini sebagai yang pertama kali menggunakan nama 'Indonesia'. Sewaktu dibuang ke Belanda tahun 1913, beliau mendirikan biro pers dengan nama Indonesische Pers-bureau.

Dalam kesempatan berpidato saat menjabat Ketua Perhimpunan Indonesia, Om Sam berucap, "Marilah kita di Holland ini bersatu untuk menghadapi kewajiban kita di Indonesia kelak, marilah kita bersatu...," begitu pidato Sam yang membakar semangat para pelajar Indonesia di Belanda.

Saat kembali ke Indonesia dari pencarian ilmu di negeri seberang dengan menyandang gelar doktor ilmu pasti dan ilmu alam. Usai menjadi pendidik di Yogyakarta (1919-1922), Sam Ratulangi pindah ke Bandung dan memulai perusahaan asuransi Levensverzekering Maatschappij Indonesia. 

Penggunaan kata Indonesia dalam nama perusahaan asuransi Om Sam, adalah contoh pertama yang diketahui dari penggunaan kata "Indonesia" yang digunakan dalam dokumen resmi (Miriam Kunkler, 2017 "Constitutionalism, Islamic Law, and Religious Freedom in Postindependence Indonesia" dalam id.wikipedia.org).

Dari beberapa literatur dicatat bahwa dalam suatu kesempatan mengunjungi Bandung untuk mengikuti sebuah konferensi, Bung Karno muda berjalan keliling Bandung dan pertama kali bertemu Om Sam setelah tertarik melihat nama perusahaan Om Sam yang menggunakan kata "Indonesia" di tengah dominannya penggunaan Bahasa Belanda waktu itu. Dia penasaran dengan pemilik usaha ini dan bertemu dengan Ratulangi.

Dikisahkan oleh manadopedia.com, saat waktu senggang Bung Karno menyusuri jalan Braga Bandung dan sempat melihat tulisan 'Indonesia' di papan nama perusahaan Sam.  Bung Karno lalu bertanya pada warga sekitar tentang perusahaan yang didirikan Sam dan dia mendapatkan jawaban jika perusahaan tersebut adalah perusahaan asuransi jiwa yang dipimpin doktor asal Minahasa, Sulawesi. Bung kagum dan bangga, kemudian menemui Sam hampir tengah malam. Keduanya terlibat pembicaraan serius tentang pergerakan nasional Indonesia.

"Tak dapat saudara menulis sejarah pergerakan nasional dan kemerdekaan Indonesia tanpa menulis di dalamnya nama Sam Ratulangi...  Saudara Sam Ratulangi adalah guru dalam lapangan politik. Tanpa menyebut nama Sam Ratulangi sejarah akan pincang dan tidak lengkap," begitu puji Sukarno dalam sebuah pidato setelah menjadi presiden pertama RI ketika mengenang pertemuannya dengan Sam Ratulangi.

Pernah juga dalam pidatonya, 18 Agustus 1960 di Gedung Pemuda Jakarta, di hadapan Kongres Mahasiswa dan Pelajar Minahasa se-Nusantara Sukarno menirukan ucapan Sam Ratulangi, "Ideku ratusan atau ribuan pulau-pulau dan penduduknya satu Indonesia, ideku sudah disampaikan dan disetujui pemuda pemudi yang sedang belajar di Eropa," ujar Sukarno menirukan kalimat Sam yang selalu membekas di telinga Sukarno.

Pertemuan pertama Bung Karno dan Om Sam di Bandung kelihatan kebetulan. Namun saya percaya pertemuan tersebut merupakan bagian dari sebuah proses menuju kemerdekaan Indonesia. 

Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa pertemuan Bung Karno dan Om Sam di Bandung merupakan sebuah proses transfer of knowledge tentang ide dan nilai filosofis dari sebuah kata "Indonesia" dari seorang senior kepada seorang muda yang kelak menjadi proklamator kemerdekaan Indonesia. Sebuah proses sharing, tukar pikiran antara dua tokoh nasionalis pergerakan Indonesia, yang bukan tidak mungkin menjadi momentum yang menginspirasi Bung Karno dalam proses persiapan kemerdekaan Indonesia, menggiring penggunaan kata Indonesia bagi bangsa yang kita cintai ini.

Dalam perjalanan waktu kita tahu bersama "Indonesia" kemudian menjadi sebuah konsensus nasional dalam momentum yang kini kita kenal sebagai Sumpah Pemuda, 28 Oktober 1928.

Kata Indonesia sendiri, dalam kosa kata lokal di Kota Tondano khususnya dan Minahasa secara umum, memiliki kemiripan dengan kata "endonisia". Saya kebetulan tinggal di Kota kelahiran Om Sam. Kata "endonisia" mengandung arti "ambilah dia". 

Menurut mantan Rektor IKIP Manado (sekarang Universitas Negeri Manado/Unima) 1982-1992, Prof Dr Adolf Everhard Sinolungan SH sebagaimana dikutip okezone.com dari konten blognya menyebut bahwa nama Indonesia sesungguhnya berasal dari suku-suku di Nusantara sendiri, yakni Suku Tondano/Toulour, Sulawesi Utara. Menurutnya, orang-orang suku Tondano khususnya dan suku-suku Tontemboan, Tomohon, Tonsea, Tonsawang umumnya sudah menggunakan kata sandi perjuangan "endonei-sia" (Tondano,Tonsea,Tomohon, Tountemboan, Tonsawang), atau "induni-sia" (Remboken/Tondano) terucap "indonesia". Kata kerja Endonei, endoni, induni bermakna ambil rebut kembali "sia" adalah si dia yaitu gadis manis personifikasi kemerdekaan.

"Sandi perjuangan ini digunakan setelah penderitaan tak terperi dan sakit hati tak tergambarkan suku-suku bangsa Minahasa karena ulah penjajah, sejak Minahasa kalah pada 5 Agustus 1809 dikeroyok pasukan gabungan bangsa-bangsa taklukkan Belanda bersama pasukan inti Belanda dalam Perang Tondano 1808-1809," tulisnya di blog pribadi aesinolungan.blogspot.com, 20 Desember 2010

Tondano merupakan kota tempat Om Sam dilahirkan. Semangat kultural kejuangan orang Tondano yang dikenal dengan perang Tondano yang hingga kini menjadi buah bibir masyarakat Sulawesi Utara nampaknya dibawa Om Sam ketika meninggalkan Tondano untuk mengejar ilmu kemudian bergerak dalam pergerakan nasional hingga akhirnya bertemu Bung Karno di Bandung dan mencakapkan tentang filosofi Indonesia dan masa depannya. 

Bagaimanapun kisah antara keduanya, kita bersyukur dan berterimakasih atas perjuangan Bung Karno, Om Sam dan para pejuang lainnya  yang mengupayakan kebebasan dan kemerdekaan yang kita nikmati sekarang. Tugas kita kini melanjutkan perjuangan mereka.

Bung Karno berucap, "jangan sekali-kali melupakan sejarah!" 

Biarlah perjuangan mereka termasuk pertemuan mereka di Bandung, Kota Perjuangan akan selalu kita kenang dan menjadi spirit melanjutkan ke-Indonesiaan dalam ke-bhinekaannya.

Jayalah Indonesia !

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun