Dinamika "perang" bangsa melawan pandemi Covid-19 bersiap memasuki era new normal, sebuah proses adaptasi terhadap kondisi pandemi. New normal, oke-oke saja. Namun sesungguhnya bangsa kita memendam kultur old normal (normal lama) yang harusnya menjadi kekuatan dalam "perang pandemi" ini. Kultur old normal itu diantaranya adalah: mapalus!
Apa itu mapalus?
Mapalus adalah sebuah sistem budaya kearifan lokal yang lahir dan berkembang dalam peradaban masyarakat etnik Minahasa di Sulawesi Utara.Â
Lumintang (2015) dalam artikel di Jurnal Administrasi Publik berjudul: Konstruksi Budaya Mapalus Dalam Kehidupan Masyarakat Minahasa, menyebut mapalus sebagai bentuk solidaritas masyarakat agraris Minahasa yang berkembang sebagai pola perilaku tradisi yang diwariskan secara turun temurun yang terus berkembang dari generasi ke generasi secara terus menerus.Â
Kata dasar Mapalus dalam bahasa lokal di Minahasa ialah palus yang antara lain artinya menuangkan dan mengerahkan, sehingga mapalus mengandung makna suatu sikap dan tindakan yang didasarkan pada kesadaran akan keharusan untuk beraktivitas dengan menghimpun (mempersatukan) daya (kekuatan dan kepandaian) setiap personil masyarakat untuk memperoleh suatu hasil yang optimal sesuai tujuan yang telah disepakati sebelumnya (Sumual 1995, Baku Beking Pande).
Prinsip utama mapalus adalah kerjasama. Di awal perkembangannya, budaya mapalus hanya terbatas pada kegiatan kerja di bidang pertanian misalnya untuk kerjasama pembukaan lahan ataupun penggarapan sawah dan ladang. Mapalus juga merupakan kultur lokal yang memiliki organisasi sehingga dikenal sebutan kelompok mapalus. Juga terdapat aturan dalam kegiatan kerja kelompok tersebut.Â
Lalu, mengapa mapalus bisa digunakan sebagai kekuatan menghadang pandemi?
Menurut Sumual, (1995) mapalus adalah budaya yang merupakan penjabaran dari falsafah Si Tou Timou Tomou Tou (manusia hidup untuk memanusiakan manusia). Mapalus ialah suatu aktivitas kehidupan masyarakat dengan sifat gotong royong (kerja-sama) dan telah melekat pada setiap insan putra-putri masyarakat suku Minahasa.
Jadi, mapalus punya kesamaan prinsip dengan budaya gotong-royong, sama-sama prinsipnya adalah kerjasama. Bagaimana mapalus mau diterapkan di masa pandemi, sementara kumpul-kumpul kebersamaan itu tak memungkinkan?Â
Jangan salah duga, tak mungkinlah kita bermapalus dengan kumpul-kumpul dan mengabaikan physical distancing, sekalipun mapalus erat kaitannya dengan kebersamaan. Mapalus sebagai kultur masa lampau (old normal)Â yang praktek serta nilai-nilainya masih hidup sampai saat ini, masih relevan penerapan nilai-nilainya dalam kondisi pandemi.Â
Nilai kebersamaan atau kolektivitas mapalus dalam kaitannya dengan konteks pandemi Covid-19 diimplementasikan dalam bentuk kebersamaan gerak yang konsisten dan disiplin melaksanakan protokol pencegahan transmisi Covid-19.
Protokol pencegahan Covid-19 membutuhkan gerak langkah bersama, bermapalus, bergotong royong, bahu membahu menjalankan petunjuk terkait protokol pencegahan penularan Covid-19. Tanpa langkah bersama, maka pandemi tak akan mampu dikendalikan di bumi nusantara yang luas ini. Contohnya, jika hanya sebagian orang saja yang mematuhi larangan berkumpul, tentu saja potensi penyebaran masih terbuka lebar.
Mapalus, seperti halnya gotong royong dan kultur kerjasama lainnya di Indonesia mengandung nilai utama kebersamaan dan solidaritas. Jika kita mampu konsisten bersama dan bersama konsisten menjalankan protokol kesehatan tentu saja jumlah rakyat terdampak pandemi Covid-19 akan berkurang.
Dalam penerapan sesungguhnya, mapalus mengatur sanksi bagi anggota mapalus yang tidak menjalankan regulasi bersama. Menurut Lumintang (2015), aturan dalam mapalus kerja pertanian antara lain, yaitu wajib hadir dalam aktivitas kerja pertanian yang telah dijadwalkan, bekerja sampai waktu yang ditentukan.Â
Jika ada yang tidak memenuhi kewajibannya sebagai anggota mapalus  kerja akan diberikan sanksi sesuai dengan kebijakan dari ketua mapalus yang disepakati anggotanya.
Dalam konteks penanganan kondisi pandemi, penegakan hukum termasuk pemberian sanksi bagi yang melangggar penting untuk mengatur kedisiplinan warga. Karenanya, perlu menjadi suatu hal yang wajib dilaksanakan dalam konteks pencegahan pandemi. Jika tidak, maka masyarakat akan bertindak "suka-suka mereka" dan pandemi makin meluas.
Dari sisi solidaritas, nilai mapalus diimplementasikan melalui saling membantu bagi mereka yang mengalami kesulitan akibat pandemi. Juga saling menguatkan, bukan justru melemahkan dengan mendiskreditkan pasien maupun keluarga mereka.
Marilah kita bermapalus, bekerjasama, kolektif kolegial, gotong-royong, bahu-membahu melawan pandemi Covid-19. Melawan pandemi dengan kultur old normal mapalus, mengiringi new normal.  Old tak perlu hilang oleh new. Old culture adalah identitas dan kekuatan eksistensial. Eksislah selalu the old normal, mapalus!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H