Gerakan Reformasi bangsa kita yang mencapai klimaksnya pada 21 Mei 1998 saat Presiden Soeharto mundur diri dari jabatannya, digerakan oleh sebuah kekuatan massif mahasiswa dan rakyat berjudul people power. Kini memaknai reformasi di usianya ke 22, dalam suasana 112 tahun Hari Kebangkitan Nasional, people power adalah kebutuhan. People power harus bangkit selamatkan bangsa!
Mencoba melawan lupa. Mengenang kala itu saya berstatus mahasiswa semester 6 UKI Tomohon-Sulut. Â Bersama teman-teman yang terhimpun dalam Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI) berangkat ke Jakarta via Surabaya. Dengan menumpang kapal laut akhirnya tiba di Surabaya, 13 Mei 1998. Kemudian melanjutkan perjalanan dengan kereta api ke Jakarta.Â
Suasana negeri makin panas, mahasiswa makin semangat bergerak pasca peristiwa tertembaknya sejumlah mahasiswa di kampus Trisakti. Rakyat bergabung dengan kekuatan mahasiswa, turun ke jalan. People power bergaung dan menjadi catatan sejarah.Â
Di ibu negeri, Jakarta, people power mengepung rumah aspirasi rakyat tempat para wakil rakyat berkantor, kantor MPR/DPR. Mahasiswa akhirnya menduduki rumah rakyat. Ada yang menginap di gedung  yang menurut kompas.com pembangunannya digagas Presiden Soekarno dan diselesaikan dimasa pemerintahan Presiden Soeharto 1 Februari 1983. Gedung yang berlokasi di Senayan tersebut akhirnya menjadi saksi bisu puncak gerakan reformasi, gerakan people power, dengan tumbangnya rezim orde baru pimpinan Soeharto 21 Mei 1998, dalam suasana hangatnya pemaknaan kebangkitan nasional 20 Mei 1998.Â
Sejak saat itu, reformasi menjadi orde yang baru, orde reformasi atau orde pembaharuan. Pembaharuan yang terus menerus dengan segala dinamika. Kini dalam perjalanannya di tahun ke -22, reformasi masih terus berlanjut. Tahun ini musuh utama reformasi bukan manusia atau pemerintah, namun mahluk supermikro, virus Corona yang mampu terbang melintas benua hingga akhirnya memiliki kekuasaan global dan pengaruh global yang disebut pandemi Covid-19. Saya mengistilahkan disini sebagai "Coronakrasi".Â
Mampukah gerakan reformasi mereformasi Pandemi Covid -19?Â
Saya optimis, dan Indonesia harus optimis bahwa kekuasaan "Coronakrasi" akan mampu dilengserkan. Â Namun optimisme itu punya syarat mutlak.Â
Coronakrasi tidak mampu dilengserkan dari negeri ini hanya oleh seorang Presiden Jokowi, atau mereka para medis yang tulus di garda terdepan. Reformasi melengserkan Coronakrasi, hanya bisa dilakukan oleh people power yang powerfull. Kekuatan rakyat secara utuh. Powerfull!
Yah, the powerfull people power, harus dibangkitkan dari Sabang sampai Merauke. Dari Miangas sampai Pulau Rote. Dari Istana sampai di rumah. Dari mall sampai pasar. Semua elemen bangsa menyatu, full unity. All Indonesian People.
Kali ini, people power tak perlu turun kejalan untuk mewujudkan agenda reformasi, cukup #DiRumahAja. Â
Tak perlu bergandengan tangan membobol barikade Covid-19, yang penting cuci tangan dan lipat tangan panjatkan doa.
Tak perlu berdesak-desakan dalam arak-arakan demonstran, cukup jaga jarak. Â
Tak perlu mulut yang lantang bersuara dihadapan megaphone, cukup mulut berbungkus masker sambil ucapkan doa pada pemimpin besar people power, Tuhan Maha Pemurah, God's Power.  Yah, people power tiada guna tanpa God's power!
Sayapun tak perlu ke Jakarta seperti Mei 1998 untuk bergabung dengan people power reformasi 2020Â melawan Coronakrasi 19-20.
Cukup #DiRumahAja, sambil berdoa, dan berharap Coronakrasi akan lengser. Sambil menulis catatan ini dan sampaikan, Salam Reformasi, Salam People Power.  Sambil menyerukan: Ayo bangkit bergerak! kita people power lagi!
[Baca juga, Bangkitlah Indonesia Raya!]
#IndonesiaBisa #IndonesiaBangkit
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H