Majalah Waleta Minahasa memfokuskan materi peneribatannya pada nilai, simbol, sejarah  serta kekayaan alam Minahasa.
Majalah Waleta Minahasa menyediakan ruang sastra dan seni. Terbitnya sebulan sekali. Redaksi majalah Waleta Minahasa  kala itu berkomitmen untuk menjadikan majalah ini sebagai referensi utama kebudayaan Minahasa.
Prof. Johny Weol, Ketua Forum Buku Sulut saat itu mengatakan bahwa majalah Waleta Minahasa merupakan majalah budaya yang terpadat dan memiliki gaya khas dalam penyajiannya.Â
"Ini majalah yang menurut saya luar biasa bagus. Padat isinya dan penyajiannya juga menarik. Terlebih isi materinya yang kita sebagai tou Minahasa sudah menantikannya dari lama,"Â ujarnya.
Saya dipercayakan sebagai Pemred Majalah Waleta Minahasa. Teringat, Â saya sempat mengatakan bahwa majalah ini hadir dari komitmen bersama antara dua kelompok gerakan anak muda Minahasa yaitu Mawale Movement dan Gerakan Minahasa Muda (GMM) untuk menghadirkan media bernafaskan budaya bagi masyarakat Minahasa. Kala itu, saya adalah juga Ketua Dewan Penggerak GMM.
"Ini adalah satu bentuk kongkrit kami dalam usaha menggali dan mengembangkan nilai-nilai kebudayaan Minahasa. Media penting sebagai alat perlawanan terhadap imprealisme kebudayaan," ungkapku saat itu.
Sayang sekali, Waleta Minahasa kini tidak terbit lagi. Dia hanya menjadi saksi bisu sejarah bahwa di saat itu, ada anak-anak muda yang melakukan gerakan literasi kebudayaan untuk membangun peradaban.
Meskipun tak terbit lagi, namun Waleta Minahasa masih hadir sebagai spirit yang menginspirasi para pegiat literasi di Minahasa. Waleta Minahasa telah menjadi pioner untuk hadirnya media online atau media daring dengan kepedulian terhadap kebudayaan atau peradaban manusia.
#LiterasiAdalahInspirasi #SejarahAdalahCermin #KebudayaanAdalahSemangat
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H