Mohon tunggu...
Meidy Y. Tinangon
Meidy Y. Tinangon Mohon Tunggu... Lainnya - Komisioner KPU Sulut | Penikmat Literasi | Verba Volant, Scripta Manent (kata-kata terbang, tulisan abadi)

www.meidytinangon.com| www.pemilu-pilkada.my.id| www.konten-leadership.xyz| www.globalwarming.blogspot.com | www.minahasa.xyz| www.mimbar.blogspot.com|

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Ini 2 Hal Penting yang Mengawinkan Gerakan Literasi dan Pandemi, Yuk Kita Simak!

25 April 2020   19:36 Diperbarui: 25 April 2020   20:00 145
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
| Webkusi | "Pandemi Covid-19 & Gerakan Literasi" || DokPri 

Hujan tak menghalangi aktivitas para pegiat literasi berkumpul. Maklum aktivitas kumpul-kumpul, sebagaimana juga aktivitas lainnya dimasa pandemi, wajib dilaksanakan #DiRumahAja dan di ruang virtual atau dunia maya. Yah, Sabtu sore, 25 April 2020, mulai pukul 15.00 Wita, Alumni Kelas Menulis Online - Komunitas "Mapatik" di Sulawesi Utara menggelar webkusi atau diskusi virtual dengan mengangkat tema "Pandemi Covid-19 dan Gerakan Literasi". 

Sesuai kesepakatan sehari sebelumnya, sayapun hadir di ruang virtual tersebut sebagai salah seorang pemantik diskusi bersama Rikson Karundeng, jurnalis yang juga Direktur Komunitas Penulis "Mapatik" dan Kalfein Wuisan, seorang akademisi, sinematografer dan penggerak komunitas film.

Diskusi virtual yang dipandu kawan jurnalis milenial Kharisma Kurama, tersebut tercipta karena kegelisahan kawan-kawan pegiat literasi di Sulawesi Utara yang diwadahi Komunitas Penulis "Mapatik", terhadap kondisi kekinian pandemi global Covid-19, termasuk kegelisahan terhadap fenomena literasi di media sosial yang bertabur hoax dan stigmatisasi.

Beragam literasi berwujud ekspresi lisan dari para peserta tertuang di forum tersebut. Mulai dari cakap-cakap tentang isu-isu terkait kabar hoax Covid-19, stigmatisasi, media palsu (fake media), hingga model-model gerakan literasi dalam konteks pandemi Covid-19. Tak ketinggalan ekspresi literasi berwujud baca puisi dari kawan Jamal, Nedine, Green dan Tasya.

Di ruang literasi tersebut, saya memberikan pendapat bahwa ada 2 hal penting ketika mencakapkan keterkaitan pandemi Covid-19 dengan gerakan literasi. 

Dua hal tersebut membuat pandemi dan literasi berjodoh dan kawin untuk waktu yang lama, sekalipun pandemi akan usai. Karena pandemi telah melukis sejarah yang akan jadi referensi historis dan bahan percakapan para literator termasuk editor dan orator sepanjang literasi masih hidup.

Yang pertama, Covid-19 memengaruhi gerakan literasi. Pandemi Covid-19 faktanya sangat berpengaruh terhadap dinamika dan dialektika literasi dalam berbagai wujudnya. Pengaruhnya bisa positif dan negatif. Sebagai pandemi yang mengglobal dan memengaruhi segala aspek kehidupan manusia, otomatis pandemi Covid-19 menjadi berita utama, topik utama, hot topic percakapan baik di ruang istana, di jalanan, di rumah hingga ruang virtual. 

Sayangnya, aktualisasi literasi baik pembacaan, penulisan dan penyebaran informasi sangat reaktif dan masih kurang bijak, sehingga terjadilah gagal paham, stigmatisasi, mis-informasi dan hoax. Bahkan tercipta juga ketakutan, alienasi dan psikosomatisasi akibat "literasi gagal paham" dan "literasi negatif" dari pelaku literasi yang saya istilahkan literator, termasuk didalamnya provokator.

Yang kedua, bagaimana harusnya gerakan literasi merespon pandemi Covid-19? Hemat saya, 

kita sebagai insan literator harus menjadi pewarta pandemi secara bijak. Saring sebelum sharing wajib hukumnya. Covid-19 membuat sebuah momentum baru lahirnya karya-karya literasi yang monumental. 

Karena itu dibutuhkan kemampuan para literator baik pemilik akun facebook, penulis, jurnalis dan siapapun yang melakukan aktivitas literasi untuk beradaptasi secara positif dengan pandemi.

Pandemi membuat literasi menemukan momentum baru. Karenanya, gerakan literasi jangan membiarkan momentum historis ini lepas kendali. Literasi harus digerakan kearah yang positif terhadap pandemi dan harus mampu menjadi literasi yang membebaskan, yang menginspirasi, yang menghidupkan.

Pada bagian akhir, sebelum berpisah di ruang virtual yang indah itu, tak lupa saya memberi motivasi kepada para literator milenial untuk terus berkarya, menulis, membaca, berdialog, menganalisa dan berbagi. Untuk berkarya dibutuhkan kemerdekaan ber-imajinasi dan rangsangan, karena

"imajinasi adalah nafas literasi yang menghembuskan udara kreatifitas, sedangkan rangsangan adalah vitamin untuk meningkatkan imun atau daya tahan gerakan, sehingga gerakan literasi akan terus menjaga eksistensinya dan semakin menginspirasi "

Salam literasi.... teruslah menginspirasi ...


                                                          #LiterasiAdalahInspirasi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun