Mohon tunggu...
Meidiana Emma Awawangi
Meidiana Emma Awawangi Mohon Tunggu... Freelancer - Law Student

Ketika sebuah karya selesai ditulis, maka pengarang tak mati. Ia baru saja memperpanjang umurnya lagi. (Helvy Tiana Rosa)

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Mendesak Pengesahan RUU PKS Menjadi Undang-Undang Melalui "Sidang Rakyat"

11 Oktober 2020   22:18 Diperbarui: 11 Oktober 2020   22:29 106
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) telah melewati jalan yang amat panjang, tetapi masih belum terlihat kejelasan dalam hal pengesahannya menjadi Undang-Undang. Seperti yang kita ketahui, pada awal Juli 2020, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) bersama Pemerintah dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) telah memutuskan untuk mengeluarkan RUU PKS dari Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2020. Bahkan, Wakil Ketua Komisi VIII DPR yang menaungi pembahasan di bidang pemberdayaan perempuan dan anak mengusulkan penarikan RUU PKS dari Prolegnas prioritas tahun 2020 karena dinilai "agak sulit" dalam pembahasannya.

Padahal, kasus kekerasan seksual kepada perempuan masih tercatat di angka ribuan dalam dua tahun terakhir. Hal ini pun didapat dari sebatas hasil survey, karena tidak semua korban kekerasan seksual mau untuk mengakui ataupun tidak menyadari bahwa dirinya menjadi korban. Sepanjang tahun 2018, jumlah kasus kekerasan seksual mencapai 348.466 dan mengalami kenaikan pada tahun 2019 menjadi sebanyak 406.178 kasus hal ini dilaporkan oleh Komnas Perempuan. Kekerasan seksual yang kerap terjadi di Indonesia tidak dapat diselesaikan dengan serius.

Sebanyak 17 kantor Lembaga Bantuan Hukum (LBH) yang berada di bawah naungan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) melaksanakan Sidang Rakyat sebagai upaya mendesak DPR dan Pemerintah agar segera melakukan pengesahan RUU PKS tersebut. Sidang Rakyat ini pun digelar pada tanggal 2-5 Oktober 2020 lalu, yang berisi agenda sidang Pembukaan, Region Sulawesi dan Papua, Region Sumatera, Region Jawa, Region Bali, Nusa Tenggara dan Kalimantan. Sidang Rakyat ini pun dipimpin oleh tiga pimpinan sidang yaitu Ni Putu Chandra (LBH Bali), Melia Nurul Fajriah (LBH Yogyakarta) dan Rezky Pratiwi (LBH Makassar)

Sidang Rakyat ini hadir karena adanya ketidakpuasan masyarakat terhadap pemerintah dalam penyelesaian kekerasan seksual di Indonesia. Juga, karena pemerintah dinilai tidak serius dalam pembahasan RUU PKS ini yang mana akan melindungi seluruh korban kejahatan seksual di seluruh Indonesia. Pula, Sidang Rakyat ini adalah bentuk nyata untuk mewakili perasaan korban dan juga pendamping korban yang selama ini tidak mendapat perhatian oleh negara atas kekerasan seksual yang dialaminya. Tujuan dari Sidang Rakyat adalah mendesak DPR agar memasukkan kembali RUU PKS ke dalam Prolegnas Prioritas 2021 dan segera melakukan pengesahan RUU PKS menjadi Undang-Undang bersama Presiden.

RUU PKS mengatur 9 jenis kekerasan seksual didalamnya, yaitu mengenai eksploitasi seksual, pemaksaan kontrasepsi, pemaksaan aborsi, perkosaan, pemaksaan perkawinan, pemaksaan pelacuran, perbudakan seksual, dan penyiksaan seksual. Dari banyaknya jenis kekerasan seksual yang terjadi, para korban cenderung tidak memiliki keberanian untuk mengungkapkan apa yang dialaminya karena takut terhadap stigma yang timbul dalam masyarakat yang cenderung menyalahkan korban dan juga adanya persekusi yang bahkan dilakukan oleh keluarga korban.

Kejahatan seksual dinilai sebagai kejahatan yang paling keji dalam sejarah bangsa, bahkan telah terjadi sejak sebelum kemerdekaan dan dialami oleh perempuan dan anak-anak. Hingga saat ini, masih adanya kekosongan hukum dalam hal perlindungan korban kekerasan seksual di Indonesia, karena ketidakjelasan pembahasan dan pengesahan Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual menjadi Undang-Undang.

Dalam Sidang Rakyat yang digelar oleh 17 kantor LBH di seluruh Indonesia, Lasma Natalia Wakil LBH Bandung menyatakan bahwa situasi dan kondisi Indonesia berada dalam kondisi darurat kekerasan seksual. Karena, semakin banyak korban yang berjatuhan dan tidak adanya kejelasan terkait perlindungan mereka, sehingga tidak bisa menunggu lebih lama lagi untuk pengesahan RUU PKS ini. Ia juga mengatakan dengan tegas "Dengan lantang kami teriakkan DPR RI, RUU PKS harus jadi Prolegnas Prioritas 2021 dan sahkan sekarang juga. Hidup Korban!"

Dukungan terhadap pengesahan RUU PKS menjadi Undang-Undang ini pun juga datang dari para pendamping korban, penyintas, akademisi sejumlah perguruan tinggi, lembaga non-pemerintahan, seniman yang hadir pada Sidang Rakyat tersebut.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun