Di dalam kamar hotel Nina yang saat itu hanya mengenakan pakaian dalam warna hitam, sibuk membenahi rambutnya yang kusut. Sementara lelaki di sampingnya tertelungkup dalam tenang. Lelaki yang telah sepuluh tahun menemaninya tampak begitu tak berdaya. Entah pertarungan apa yang baru saja mereka lakukan.
Lelaki itu adalah lelaki pertama yang ditemui di hari dia melangkahkan kaki, setelah tiga tahun terkungkung dalam penjara karena kasus prostitusi online yang menjeratnya. Bos rumah makan tempatnya bekerja itu menjadikannya istri ketiga. Menjadi penghilang sepi kala berjauhan dari istri-istri tuanya di kampung.
Perangai dan watak lelaki di sebelahnya itu tampak begitu kasar, dengan tubuh gempal dan tato ular cobra di lengan kanannya, sungguh tak ada bagus-bagusnya untuk dipandang mata. Selain daripada uang yang dimiliki tak ada sedikit pun alasan bagi Nina untuk terus bersamanya.
Bahkan luka-luka seminggu lalu belum hilang dari tubuhnya, malam ini telah bertambah dua-tiga gigitan di dua dada. Rasanya setumpuk uang dalam genggaman tangan tak cukup untuk mengobati sakit hati Nina selama bertahun-tahun.
"Sayang, aku tahu kaulah lelaki pemilik api yang tak pernah padam," ketiknya.
"Kuharap kaulebih bersabar lagi." Pesan dikirimkan ke nomor Saga.
Perempuan cantik itu berjalan gontai ke kamar mandi. Dari balik pakaian dalam hitamnya tampak sebuah pesona yang tak dimiliki kebanyakan perempuan lain. Dengan air yang mengalir dari wastafel, perlahan dicucinya noda darah dari kedua tangan. Dua tangan yang beberapa waktu lalu dengan pisau lipat telah melukis dua garis horisontal di leher lelaki yang menghidupinya.
Surabaya, Juli 2022
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H