PINTU YANG TAK PERNAH TERTUTUP
Berjalanlah jika berlari terasa melelahkan, berhentilah jika berjalan di rasa terlalu melemahkan. Emak berkata singgahlah jika dirasa semua terasa memberatkan.
Masjid merupakan tempat yang akan menerima kita sebelum benar-benar pulang ke rumah sesungguhnya. Namun, bagaimana bisa jika setiap masjid selalu tertutup rapat, tidak hanya saat matahari mengistirahatkan diri bahkan saat suara-suara alam menyerukan diri untuk berhenti melakukan segala aktifitas keduniawian. Pintu-pintu itu masih saja tertutup rapat hingga detik-detik mendekat takbiratul ihram.
Sampailah aku di sini, di depan pintu yang selalu terbuka lebar, dari semua pintu-pintu yang kutemui. Pintu rumah Tuan yang kehilangan kunci bagi orang sepertiku. Meskipun Emak tak pernah mengatakan atau bahkan menceritakan alasan apa yang membuatku tak boleh menyinggahi rumah ini.
"Mungkin saja saat ini Emak memperbolehkan untuk kusinggahi," pikirku.
Di tempat ini banyak sekali benda-benda berharga, berkilauan dengan warna-warni kebahagiaan, namun entah mengapa tak satupun pintu dari rumah ini ditutup. Di sini selalu menampung orang-orang yang kemalaman, kebelet, kedinginan, dan orang-orang yang rindu rumah.
"Selain di sini, aku mesti kemana lagi?" pikirku. "Sementara rumah Tuhan tak memperbolehkan kusinggahi."
***
Untuk kesekian kali mata Emak enggan melepas kepergianku malam ini. Lirih suaranya mengutarakan keberatan.
"Malam ini, masuk malam lagi?"