Mohon tunggu...
meida embrianto
meida embrianto Mohon Tunggu... Akuntan - blog pribadi

Seorang pelamun di tengah keramaian dunia.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Pandemi yang Mengubah Masa Depan

24 Maret 2020   16:45 Diperbarui: 24 Maret 2020   16:51 127
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pandemi COVID-19 yang telah melanda seluruh dunia dan telah membunuh lebih dari 16.000 jiwa, saat artikel ini ditulis, telah mengubah banyak hal di sekitar kita. Lockdown, karantina, social distancing, pembatasan mobilisasi, dan sebagainya kini telah diterapkan oleh banyak otoritas untuk meminimalisasi dampak dari  wabah virus ini. 

Berbagai upaya baru telah muncul untuk "mengakali" keberhentian ini, agar aktivitas manusia tetap dapat berjalan dengan baik, seolah sepeti tidak terjadi apa-apa. Upaya itu antara lain Work From Home (WFH), Study From Home (SFH), dan sebagainya telah diterapkan secara penuh baik oleh pemerintah maupun privat. 

Di Indonesia sendiri, hal itu juga diterapkan dimana para ASN di-WFH-kan, para pegawai swasta juga di-WFH-kan, anak-anak sekolah pun semuanya diminta untuk belajar di rumah, paling tidak selama 14 hari. Namun, penerapan "sistem terpaksa" ini menarik untuk disimak, karena mungkin setelah wabah ini berakhir, sistem ini boleh jadi akan menjadi "budaya" di masa depan.

Mungkin hal pertama yang menarik adalah WFH. Bekerja dari rumah mungkin bagi sebagian kalangan di jaman sekarang bukanlah hal yang aneh, misalnya seperti pelaku bisnis digital atau freelancer. Namun jumlah mereka masih sangat kecil bila dibandingkan dengan pekerja kantoran. 

Tapi, dengan adanya wabah virus corona, jalanan menjadi jauh lebih lengang dan lancar serta polusi udara dan suara berkurang, dan sederet manfaat lainnya, mungkin akan membuat sebagian pemberi kerja yang peduli lingkungan berpikir dua kali. Mempekerjakan karyawan di rumah adalah suatu ide yang luar biasa bermanfaat bagi banyak orang. 

Memang perlu studi lebih lanjut untuk melihat produktivitas pekerja ketika di rumah, terutama mengenai kedisiplinan, namun pengurangan jam mobilisasi manusia adalah suatu fakta yang nyata, yang harus kita syukuri. Seandainya saja, setelah pandemi ini berakhir dan separuh orang yang di-WFH-kan saat ini, masih tetap di-WFH-kan sampai pensiun, betapa besar sekali dampaknya buat lingkungan.

Hal yang kedua yang mungkin akan menjadi budaya di masa depan, khususnya bagi Indonesia adalah budaya peduli pada kebersihan. Sebelum virus corona ini merebak, cuci tangan adalah domain iklan sabun kesehatan. Tetapi sekarang, semakin banyak orang yang gemar cuci tangan bukan karena kemakan iklan, tapi takut virus. Mulai banyak juga bapak-bapak yang tidak lagi malu membawa hand sanitizer kemana-mana, padahal dulunya hal ini identik dengan feminisme. 

Kebiasaan di saat wabah ini sepertinya akan terus berlanjut setelah pandemi ini berakhir karena banyak manusia akan berpikir bahwa menjaga kebersihan adalah pangkal kesehatan, sebagaimana pribahasa di jaman SD.

Hal ini tentu sangat menggembirakan, mengingat masih banyak warga kita yang kurang peduli kebersihan. Dari kebiasaan simpel, mencuci tangan sebelum makan, budaya bersih yang lebih besar akan terjadi. Mulai dari budaya bersih badan, bersih rumah, bersih lingkungan, hingga mungkin bersih harta dari barang haram. 

Ketiga, budaya yang sangat mungkin terbentuk adalah budaya sains dan mencari tahu. Jujur saja, banyak orang di sekitar kita yang malas untuk mencari tahu. Namun karena virus corona ini adalah sesuatu yang sains sekali, dan penanganannya pun juga besifat sains, walaupun aplikasinya mungkin sederhana, mau tidak mau, banyak orang akhirnya yang berusaha membaca lebih, mencari tahu lebih, karena merasa bahwa ini demi diri mereka sendiri. 

Seorang tukang bangunan yang saya kenal yang sepertinya selama ini tidak peduli kesehatan, tiba-tiba saja bertanya kepada saya mengenai virus ini dan bagaimana cara mengatasinya. Banyak sekali sharing di grup whatsapp yang bersumber pada sumber yang valid yang dibagikan untuk mengedukasi orang-orang di sekitar untuk bisa memahami dan meredakan wabah ini. 

Pemerintah pun tidak segan untuk memberikan edukasi setiap sore melalui konferensi pers terhadap warganya. Bahkan, menurut WHO, cara terbaik yang sebenarnya dilakukan untuk menghindari virus corona ini adalah "educating yourself", ya, mengedukasi diri kita tentang virus ini, sehingga kita jadi paham atas semua tindakan saat ini. 

Mungkin bila diteliti, pembicaraan warga baik di dunia maya atau pun di dunia nyata, pada saat ini paling banyak adalah virus corona dan sains di balik itu. Kebiasaan yang baik selama beberapa minggu ini kemungkinan besar akan menjadi budaya baru di negara kita, sehingga masyarakat menjadi semakin terdidik dengan baik. 

Tentunya masih banyak lagi hal-hal lain yang mungkin akan berubah di masa depan setelah pandemi ini berakhir. Wabah ini memang berbahaya, dan jumlah korban yang semakin terus bertambah. Namun kita tidak boleh menutup mata terhadap hikmah yang dapat dipetik dari semua ini. Y

ang harus kita yakini adalah, Tuhan mengirimkan virus ini bukan karena Dia ingin memusnahkan kita, namun mungkin ini adalah bentuk kasih sayang-Nya kepada kita, agar kita belajar dari kesalahan-kesalahan kita. 

Paling tidak, setelah wabah ini berakhir, kita bisa menjadi pribadi yang lebih baik lagi dalam beberapa hal terutama dalam menjaga kebersihan dan kesehatan, serta terus merasa bodoh sehingga kita akan selalu mencari ilmu-Nya di dunia ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun