Sosiolog Serge Donisoff mengkategorikan lagu-lagu perjuangan di atas sebagai lagu magnetis. Lagu-lagu ini  memancing lahirnya solidaritas, efeknya ngeri lah ya: Pendengar merasa 'gerah' lalu jadi bersemangat untuk melawan. Makanya pengarang lagu-lagu magnetis saat jaman penjajahan pasti jadi sasaran tembak.
***
Addie MS dan John Lennon punya pandangan berbeda soal negara. Bagi Lennon, negara adalah  penyebab perang. "Imagine there's no countries/ Nothing to kill or die for,"begitulah penggalan lirik 'Imagine'. Lagu ini disebut Lennon sebagai 'The Communist Manifesto' dan  'anti-nasionalisme.'Sedangkan bagi Addie, negara adalah sebuah entitas yang keberadaanya harus diperjuangkan, kemerdekaanya mesti  diisi, identitasnya patut dijaga dan peradabannya wajib dibangun.Â
Konser kemarin adalah cara Addie menunjukkan apa yang ia yakini harus dilakukan oleh warga negara yang baik. Anak-anak muda sekarang hidup dalam komunitas yang berkarakteristik global. Pilihan Addie atas tema musik yang dibawakan Orkes Kita adalah ekspresi dari kegelisahannya. "Anak-anak muda kita mesti jadi anak-anak bangsa Indonesia bukan bangsa global," kata Addie."Kita mesti berbuat sesuatu,"lanjutnya.
Nah, 'sesuatu'-nya Addie otomatis berhubungan dengan musik. Antropolog Alan Merriam mengatakan bahwa musik memang berperan besar dalam kesinambungan dan stabilitas budaya. Identitas diri atau kelompok pun bisa dilestarikan dan bahkan diperkuat lewat musik. Makanya pengamen yang nyanyi lagu Batak bisa menerima uang lebih banyak dari pengunjung asli Balige dibandingkan dari pengunjung asal Jawa.
Merriam juga mengatakan bahwa musik berperan besar dalam bersatunya sebuah masyarakat karena musik bersifat komunikatif. Â Kakak saya pernah mengundang pengamen buat menghibur anggota Brimob yang jaga di sebelah pertokoan Sarinah, Jakarta. Â Itu ya, tentara, ABG penggila skateboard, kakek-nenek, tidak saling kenal tapi mereka nyanyi bersama-sama. Padahal umur, jenis kelamin, profesi, status ekonomi dan etnisnya berlainan.Â
"Music unites pople of different background.  It is part of almost every important personal and collective moment,"begitulah kata Sekjen PBB Kofi Annan tahun 2004.  Di dunia politik, perbedaan  sekecil apapun bisa digoreng jadi isu yang intimidatif dan provokatif.
Di hadapan musik, hal-hal yang berlainan tersebut  bisa tunduk jadi satu. Nada yang berdaulat di sini, bukan uang atau jabatan. Dalam kalimat yang berbeda namun punya substansi serupa, Dr.Thomas Currie dari University of Exter mengatakan bahwa musik adalah perekat sosial karena fungsi utamanya adalah menyatukan manusia dan mengikat kelompok-kelompok sosial.
Pada 13 Juli 2019 pagi, sehari sesudah konser, kita dikejutkan oleh pertemuan Jokowi-Prabowo di MRT. Kita, minimal saya, tak akan bisa lupa betapa sosok yang terakhir ini  membuat Indonesia pecah berkeping-keping. Bagaimanapun, sepertinya peristiwa 'rujuk'nya negarawan dan politisi tersebut layak diapresiasi karena memberi harapan bahwa negara ini bisa bersatu kembali walau prosesnya pasti  makan waktu puluhan tahun.
Pertemuan Jokowi-Prabowo melahirkan harapan tentang persatuan Indonesia. Mungkin  berlebihan kalo kita berharap konser Addie bisa melahirkan hal serupa. Bagaimanapun, jika kita melihat bahwa konser tersebut melibatkan orang dari berbagai suku yang tersebar di banyak provinsi dan jika kita mengkaji ulang penjelasan Merriam tentang fungsi musik,  kita pasti bisa memahami pernyataan berikut:
Pilihan musik yang dibawakan Orkes Kita, walau  dalam skala yang jauh lebih kecil, membuat harapan tersebut sangat mungkin untuk ada.