Mohon tunggu...
Meicky Shoreamanis Panggabean
Meicky Shoreamanis Panggabean Mohon Tunggu... Administrasi - Penulis biografi BTP dan Munir

www.gurupenulis.weebly.com

Selanjutnya

Tutup

Politik

Surat Terbuka untuk DAG-DKI: Ketika Menganggap Diri Tak Penting adalah Hal yang Penting

15 Maret 2016   11:03 Diperbarui: 15 Maret 2016   23:06 2696
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Teman-teman DAG-DKI,

terima kasih ya  untuk 14an ribu KTP  yang  sudah diserahkan ke Teman Ahok (TA). Ijinkan  saya untuk seterusnya pake kata 'kalian'. Memang kurang sopan, maaf ya...Pertimbangannya praktis:Hurufnya lebih sedikit dibandingkan 'teman-teman'.

Begini, saya sudah lama mengamati kalian, relawan Ahok yang militan. Kalian   luar biasa bangga bahwa kalian dicerca, difitnah tapi tetap  tekun ngumpulin KTP. Saya juga ikuti postingan tentang rasa kecewa kalian  karena DAG-DKI nggak disebut oleh Amalia, juru bicara TA, di acara Kick Andy.

Kalian banyak yang seumuran saya oleh karena itulah saya paham kenapa  kalian heboh banget di Facebook. Kita mesti mikirin kerja, melayat sodara, anak sakit, ambil rapor, rapat keluarga, datang ke reuni, pembantu pulang kampung dan....Ngumpulin KTP. Perjuangan orang kayak kita untuk ngumpulin KTP sangat mungkin lebih berat daripada perjuangan  anak muda umur  25an tahun ngumpulin KTP. 

Kalian ngumpulin KTP dengan form DAG-DKI yang kalian bentuk. Ini  tentu lebih memuaskan kalian dibandingkan ngumpulin pake form TA. Menggunakan logo DAG-DKI memenuhi kebutuhan kalian akan sebuah  pengakuan. Semua orang butuh rasa diterima dan diakui. DAG-DKI membuat  kalian dipuji dan merasa diakui. Saya senang dipuji dan butuh  pengakuan  juga jadi saat melihat kalian  demikian heboh, saya paham.

Bagaimanapun, rasa mengerti saya berhenti tadi malam. Ahok  udah bilang ngumpulin KTP mesti satu pintu lewat TA. Kenapa  kalian  berpikir "saya pake form DAG-DKI dan nyerahin itu ke TA jadi itu artinya satu pintu"? Jelas sekali 'satu pintu'  artinya hanya satu: Kumpulkan KTP pake formulir  TA.

Teman-teman DAG-DKI, butuh pengakuan adalah hal yang wajar. Kalo kalian nggak butuh itu, carilah konselor karena itu pertanda kalian sakit jiwa. Bagaimanapun,  sungguh, sekarang saat yang tidak tepat untuk memenuhi kebutuhan kita akan pujian dan pengakuan. Mungkin pujian dan pengakuan bukan tujuan melainkan hanya efek samping  dari kegiatan ngumpulin KTP ? Efek yang terjadi terus-menerus bisa menjelma jadi tujuan.Berhati-hatilah.

Kemarin saya kirim beberapa puluh lembar form kosong TA ke seorang teman. Saya katakan dia bisa mengembalikannya lewat saya atau langsung ke booth TA.  Kalo  dia  nyerahin ke booth TA, saya kehilangan momen untuk menepuk dada dan bilang,"Eh, ada  sekian puluh form nih masuk ke gue". Saya nggak dapat pengakuan padahal sebagai manusia normal saya  butuh pengakuan. Lalu mengatasinya gimana ? Bukan...Bukan dengan cara memaksa teman-teman yang lain ngumpulin lewat saya. Caranya adalah:Kerjakan hal lain. Berkarya di aspek kehidupan yang lain. Dapatkan pengakuan dan  rasa dihargai  dari situ.

Teman-teman DAG-DKI, ada beberapa catatan sehubungan sepak-terjang kalian:

(1)Hindari bilang "saya tulus". Ketulusan yang digembar-gemborkan akan berubah jadi ketidaktulusan karena kita merasa orang mengagumi ketulusan kita dan ini mendorong kita untuk bilang "saya tulus" lagi dan lagi. (2)Biasakan punya prinsip "Biarin yang baik dan bagus tentang saya keluar dari mulut orang lain, bukan dari mulut  saya".Tentu saja jangan lakukan ini pas ngelamar kerja:-) (3).Kita susah payah ngumpulin KTP dan TA yang dapat nama. Ini sangat fair. Mereka penggagas, kreatif, cekatan dan kerja sangat keras.

Kalo kalian nggak setuju dengan nomor 3, yuk…Kita belajar sama-sama. Mari kita belajar  merasa senang ketika orang lain diakui dan dipuji. Kita belajar juga yuk untuk merendahkan hati dan diri kita. Ingatlah, saat telur  terhidang di meja, sapilah yang dapat nama. Tak satu pun dari kita menyebutnya telur mata ayam, bukan ? Kita juga tak tahu siapa nama pengawalnya Ahok, nama petugas yang menjinakkan  bom di mal dekat rumah serta nama asosiasi petani yang membuat kita bisa makan nasi tiap hari.

Ada begitu banyak pahlawan tak terlihat di sekitar kita dan mereka bahkan tak tahu bahwa mereka pahlawan. Adapun mereka yang ingin terlihat sebagai pahlawan...Ahhh....Bisakah mereka benar-benar dengan tulus kita sebut sebagai pahlawan ?

Teman-teman DAG-DKI, tolong  jangan ganggu Ahok untuk urusan "memegahkan diri "macam begini. Datangi beliau untuk urusan KJP, banjir, tanah warisan diserobot preman atau sejenisnya. Warganya Ahok tuh 9 jutaan lho, bukan hanya kalian.  Kalian datangi Ahok jam 7 malam, ampunnn....Ahok  lembur tiap hari  buat rakyat  tuh nggak cukup, ya ? Beliau ninggalin anak istri untuk ngurusin jutaan orang yang nggak beliau kenal secara pribadi...Di Belanda nggak sempat shopping, di nikahan Gibran nggak sempat makan karena diajak warga selfie, hari Minggu juga jadi hari kerja... Tahun lalu beliau taruhan nyawa buat warga termasuk kalian... Bagi kalian itu  masih kurang ? Ahok masih  kalian minta juga buat ngurusin rasa bangga kalian yang tergerus karena nama Teman Ahok lah yang menjadi besar?? Hadeuuhh.

Teman-teman DAG-DKI, berbahagialah karena ada sekumpulan anak muda yang memperjuangkan nasib anak cucu kita. Ini bukan soal berapa ribu KTP yang bisa kita serahkan ke  TA di dalam amplop yang bertuliskan nama kita. Ini tentang apakah kelak anak cucu kita bisa  dapat pengobatan yang layak saat mereka sakit dan apakah kita harus meminjamkan  mereka uang untuk modal menyuap pejabat saat mereka kelak merintis bisnis.

Ingatlah, memandang  diri tak penting kerapkali adalah hal yang penting. Yuk, tetap kumpulkan KTP  tapi pake form Teman Ahok.

Kita lagi berupaya  untuk habis-habisan mendukung Ahok, bukan sedang berusaha agar orang melihat kita lagi mati-matian mendukung Ahok, begitu bukan ?

15 Maret 2016, 11.06 WIB

 

           

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun