Surat Untuk Bapak Pendeta Gilbert Lumoindong, Bapak Pendeta Jacob Nahuway dan Bapak Pendeta Nus Reimas Tentang Dukungan Untuk Prabowo.
______________
Jawaban Pak Pendeta Gilbert (sejauh ini hanya beliau yang balas):
http://glowfc.com/tanggapan.html
Surat ini ditulis oleh pendukung berat Jokowi, yang jelas-jelas menyatakan kebenciannya pada salah satu capres.
Penulis surat, hanya senang menghakimi para Pendeta dengan data-data yang beredar diinternet, yang belum tentu 100% akurat.
Penulis menafsirkan dan menggunakan ayat-ayat Alkitab seenaknya demi dukungannya kepada Jokowi, & menyatakan kebenciaannya kepada Capres yang lain. Saya mendukung kedua capres, karena saya lebih cinta kesatuan & kedamaian Indonesia lebih dari apapun.
Biarlah umat Tuhan, jangan terpecah-pecah demi mendukung salah satu Capres. Mendoakan siapa saja bebas, namun saran saya jangan mempergunakan ayat-ayat Alkitab semaunya demi dukungan pada salah satu capres.
Indonesia damai, Indonesia yang bersatu, Indonesia yang kuat dambaan kita semua; siapapun Presidennya Jokowi atau Prabowo. Salam kasih & damai.
_____________________________
Permintaan Maaf Penulis Untuk Bapak Pendeta Gilbert Tentang ‘Surat Kepada Tiga Pendeta’
Bapak Pendeta Gilbert,
terima kasih untuk responsnya. Saya mencintai negeri ini dan surat itu didasari oleh kekhawatiran saya akan kembalinya rezim Orde Baru. Pilpres 2014 bukan tentang Jokowi vs Prabowo melainkan tentang terbentuknya negara demokrasi vs negara tiran seperti yang Prabowo sampaikan kepada Allan Nairn (Do I Have The Guts To Be Called A Fascist Dictator ? http://www.allannairn.org/2014/06/news-do-i-have-guts-prabowo-asked-am-i.html dan http://pemilu.tempo.co/read/news/2014/06/27/269588446/AllanPrabowo-Ajarkan-Cara-Membantai-Warga-Sipil) .
Mengutip seorang teman:Pada Pemilu kali ini rakyat bukan sedang memilih presiden. Rakyat sedang menentang militerisme. Jadi, mendukung kedua capres demi kedamaian bangsa adalah sebuah hal yang mustahil.
Bahwa Bapak secara terbuka mendukung Prabowo itu saya dapatkan dari Berita Satu. Saya anggap artikel-artikel di Berita Satu pada umumnya cukup bisa dipercaya apalagi pemiliknya bukan pimpinan atau aktivis partai politik. Jika Bapak berpendapat Berita Satu kurang terpercaya tak apa-apa. Saya membuka diri terhadap kemungkinan bahwa Bapak benar, Berita Satu salah dan otomatis saya pun salah.
Hal lain, betul yang Bapak katakan, surat saya memang isinya adalah kebencian namun bukan terhadap Prabowo. Saya mengungkapkan kebencian saya terhadap kesewenang-wenangan dan politik kotor: Mahasiswa digaji untuk buka akun palsu, pembantaian massal dibenarkan, fasisme dijadikan cita-cita, dan lain-lain. Bagi saya itu adalah sacred anger, amarah yang muncul saat melihat ketidakadilan. Jika hal ini membuat Bapak tak nyaman, saya mohon maaf. Bagaimanapun, saya tetap merasa sacred anger adalah hal yang mulia jadi saya berharap tetap punya nyali dan tenaga untuk menyuarakannya. Tuhan Yesus mengungkapkan sacred anger ketika Ia menebalikkan meja di Bait Allah dan menggunakan kata “ular beludak” saat murka.
Bapak menganggap saya menghakimi pendeta dan menafsir ayat Alkitab sembarangan. Saya tak bermaksud demikian namun jika Bapak berpendapat beda, tak apa-apa. We agree to disagree, we are adults. Namun, ijinkan saya untuk menjelaskan bahwa saya menggunakan Alkitab karena yakin sebagai pendeta terkemuka pasti Bapak menggunakan Alkitab sebagai acuan dalam mengambil semua keputusan besar termasuk saat mendukung capres. Ketika saya bertanya kepada pimpinan tentang peraturan kantor, beliau pasti mengacu pada buku peraturan karyawan. Agar diskusi berjalan lancar, saat beliau memegang buku itu, saya harus pegang buku yang sama, begitu kira-kira analoginya. Selain itu, saya menggunakan ayat Alkitab karena percaya bahwa Tuhan Yesus tidak hanya peduli dengan kekekalan yang akan saya jalani nanti setelah mati. Ia juga peduli dengan semua aspek hidup saya, sekarang dan di sini, termasuk kehidupan saya dalam berbangsa dan bernegara.
Mengenai kalimat bahwa Bapak mendukung ke-2 capres sekaligus, itu membingungkan bagi orang bodoh macam saya. Informasi dari semua media terpercaya menunjukkan bahwa Jokowi dan Prabowo sangat berbeda, bahkan bertolak belakang. Misal:Prabowo berkoalisi dengan FPI sedangkan Jokowi menjunjung pluralisme. Saya tidak punya kemampuan untuk mendukung 2 orang, yang keputusannya kerap bertolak belakang, pada waktu yang sama untuk tujuan serupa. Maaf jika ketidakmampuan ini menimbulkan ketidaknyamanan bagi Bapak.
Bapak Pendeta Gilbert,
Di surat sebelumnya, saya minta penjelasan tentang alasan-alasan kenapa Bapak secara terbuka mendukung Prabowo (dengan asumsi ketika itu Berita Satu tidak salah tulis). Walau Bapak tak menjawabnya, saya amat berterima kasih Bapak mau menanggapi surat saya. Selamat melayani, Pak. Mohon doanya agar saya bisa mencintai negeri ini dengan bijaksana. Saya harap perbedaan pendapat ini bisa ditutup dengan manis. Jika suatu saat saya bertemu Bapak, saya akan memperkenalkan diri karena akan lebih elok jika saya menyampaikan maaf secara langsung.
26/6/2014
We don't see things as they are, we see things as we are.
Salam damai,
Meicky Shoreamanis Panggabean
Note:Kepada pembaca, maaf jika komentar-komentarnya tak akan saya tanggapi. Dipostingnya surat ini menandai ditutupnya ‘perdebatan’. Jika ternyata surat ini dibalas lagi, saya akan mempostingnya namun tak akan membalasnya. Jika surat saya bisa membuat pembaca menjadi (kian) sadar bahwa Tuhan Yesus peduli pada semua aspek kehidupan kita termasuk aspek politik, berbangsa dan bernegara, itu adalah pekerjaan Tuhan sepenuhnya. Jika surat saya membuat pembaca menjauh dari gereja dan Tuhan, itu adalah kesalahan saya seutuhnya. Terima kasih.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H