Di era 5.0, perkembangan teknologi telah membawa media sosial menjadi bagian integral dari kehidupan sehari-hari. Berdasarkan data Kementerian Komunikasi dan Informatika (KOMINFO) Republik Indonesia, jumlah pengguna media sosial di Indonesia mengalami peningkatan signifikan dari 130 juta pada 2018 menjadi 180 juta pada semester pertama 2021. Platform seperti Instagram, WhatsApp, dan Twitter kini menjadi sarana utama bagi banyak orang untuk berkomunikasi, berbagi informasi, serta berinteraksi. Namun, di balik kemudahan ini, muncul sejumlah tantangan yang harus diwaspadai, terutama terkait penyebaran misinformasi atau informasi yang tidak benar.
Kecepatan penyebaran informasi di media sosial memberikan dampak besar. Pemerintah dan organisasi internasional seperti WHO memanfaatkan media sosial untuk menyebarkan informasi penting terkait kesehatan, kebijakan publik, hingga situasi darurat. Selama pandemi COVID-19, misalnya, media sosial memainkan peran vital dalam mengedukasi masyarakat tentang gejala, vaksinasi, dan langkah-langkah pencegahan. Tagar populer seperti #StayAtHome dan #VaksinUntukSemua berhasil mendorong partisipasi global dalam kampanye kesehatan yang berbasis pada sains.
Selain itu, media sosial memungkinkan masyarakat untuk berbagi pengalaman pribadi terkait kesehatan, yang sering kali menjadi sarana saling dukung antar pasien. Komunitas online untuk penderita penyakit kronis seperti diabetes dan kanker telah membantu banyak orang mendapatkan saran serta dukungan moral yang relevan. Misalnya, kelompok-kelompok pendukung di Facebook dan forum Reddit berfungsi sebagai ruang berbagi cerita serta memberikan panduan kepada mereka yang menjalani perawatan serupa.
Namun, di balik manfaat tersebut, tantangan besar muncul dalam bentuk misinformasi. Penyebaran informasi yang salah, seperti yang terjadi pada kasus misinformasi vaksin COVID-19, menimbulkan dampak buruk di masyarakat. Beberapa hoaks yang menyebar menyatakan bahwa vaksin mengandung microchip atau menyebabkan infertilitas, yang menyebabkan keraguan publik terhadap vaksinasi. Dampaknya nyata: banyak yang menolak vaksinasi karena percaya pada teori konspirasi yang tidak berdasar.
Sebuah studi dari Pew Research Center pada 2021 menemukan bahwa 41% orang dewasa di Amerika Serikat mendapatkan informasi medis dari pengalaman orang lain di internet. Meskipun hal ini menunjukkan pentingnya koneksi sosial, banyak informasi yang beredar di media sosial tidak diverifikasi dengan benar. Di Indonesia, misinformasi juga menjadi ancaman nyata. Pada awal 2023, kasus "obat COVID-19 palsu" yang viral di media sosial menyebabkan kebingungan masyarakat. Informasi mengenai obat yang diklaim bisa menyembuhkan COVID-19 secara instan tersebut tidak memiliki dasar ilmiah, dan akhirnya membahayakan kesehatan masyarakat yang mempercayainya.
Untuk mengatasi kasus seperti ini, pemerintah melalui KOMINFO bekerja sama dengan platform media sosial seperti Facebook dan Instagram untuk memblokir konten yang tidak valid serta memberikan edukasi yang benar kepada masyarakat.
Fenomena misinformasi ini menyoroti betapa pentingnya literasi digital di era modern. Masyarakat harus dilatih untuk mengevaluasi kebenaran informasi yang mereka terima. Selain itu, kita perlu menjaga etika dalam berkomunikasi di media sosial. Sebagai pengguna, kita harus memastikan bahwa informasi yang kita bagikan Sebagai pengguna, kita harus memastikan bahwa informasi yang kita bagikan bersumber dari sumber yang dapat dipercaya. Beberapa prinsip dasar yang perlu dipegang adalah:
- Verifikasi Informasi: Pastikan sumber informasi memiliki reputasi yang baik dan dapat dipertanggungjawabkan.
- Jaga Kesopanan dan Privasi: Menghormati opini orang lain, menjaga kesopanan dalam berkomentar, dan tidak menyebarkan informasi pribadi yang tidak perlu.
Khususnya di sektor kesehatan, para profesional medis juga harus berhati-hati dalam menggunakan media sosial. Pelanggaran privasi pasien dan penyebaran informasi medis yang tidak akurat bisa berdampak pada kepercayaan publik terhadap institusi medis. Oleh karena itu, keterlibatan tenaga medis dalam menyebarkan informasi yang valid melalui media sosial sangat penting.
Ada sejumlah tindakan konkret yang dapat diambil untuk mengatasi masalah ini. Pertama, pemerintah perlu memperkuat kampanye literasi digital di seluruh lapisan masyarakat. Edukasi publik mengenai cara memeriksa fakta dan mengenali misinformasi sangat penting. Misalnya, program pelatihan kolaboratif antara pemerintah, platform media sosial, dan komunitas dapat menjadi solusi jangka panjang untuk meningkatkan literasi digital.
Kedua, melibatkan lebih banyak profesional medis dalam kampanye media sosial juga merupakan langkah strategis. Para tenaga medis bisa menjadi duta kesehatan digital, dengan menyampaikan informasi yang benar dan berbasis bukti kepada publik. Ini dapat membantu menumbuhkan kepercayaan masyarakat terhadap data yang akurat.. Dengan adanya profesional yang aktif di media sosial, diharapkan publik akan lebih selektif dalam menerima dan membagikan informasi.
Ketiga, platform media sosial juga harus mengambil peran aktif dalam mengatasi misinformasi. Algoritma yang digunakan sebaiknya didesain ulang agar tidak mendorong konten yang tidak terverifikasi untuk viral. Selain itu, regulasi yang lebih ketat dan pengawasan konten oleh platform diperlukan agar informasi yang beredar lebih akurat.