Mohon tunggu...
Anjar Meiaw
Anjar Meiaw Mohon Tunggu... Editor -

Kadang nulis | Kadang ngedit | Kadang nyanyi | Kadang ngemsi | Kadang shopping |

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cemburu

12 Mei 2016   12:56 Diperbarui: 12 Mei 2016   12:59 81
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sejak satu jam yang lalu, aku sibuk bolak-balik di depan cermin. Mengecek rambut dan riasan di wajah. Sebagai sentuhan final, kupulaskan eyeliner yang membuat mataku terlihat semakin belok. Setelah itu, kusemprotkan parfum ke kedua pergelangan tangan, ke belakang leher, dan ke selangkangan. Aku ingin tampil se-wah mungkin di hadapan Rendra nanti.

Gaun merah menyala membuatku semakin memesona. Pas di badan. Pahaku yang putih bersih terlihat begitu sempurna. Belahan dadaku yang aduhai, dijamin tak akan gagal mencuri perhatian siapa pun yang berpapasan denganku.

Pun perhatian Rendra!

Saat tadi pagi aku menerima pesan dari Rendra yang mengajakku berkencan, aku serasa masuk surga. Langsung kuiyakan, kupersiapkan betul-betul. Tak seperti untuk tamuku yang biasanya, kali ini aku tampil istimewa. Jarang-jarang orang sekaya Rendra datang ke tempat ini. Biasanya, orang sekelas Rendra jajannya ya di Mangga Besar.

Ah, siapa tahu, malam ini terakhirnya aku berdagang di sini, sebelum wacana si Sipit yang akan menjadikan tempat ini menjadi kebun pisang betul-betul dilaksanakan.

Mataku berbinar saat menangkap bayang mobil sedan silver melaju begitu bersemangat menghampiriku. Aku membiarkan si pengemudi turun dari mobil lalu menggamit lenganku, dan mengajaknya masuk ke dalam mobil. Diiringi mata kawan-kawanku yang melotot dan bibir mereka berdesis, mungkin mendengungkan istighfar.

Mereka tak akan menyangka malam ini aku melayani pemilik stasiun televisi itu. Seterkenal-terkenalnya aku di wilayah ini, tetap saja pol mentok Martono, bandar judi itu. Atau sesekali Dadang, camat desa sebelah yang lagi kesepian setelah ditinggal mati istrinya.

Kemenanganku tak berhenti sampai di situ. Duapuluh menit lagi aku akan mereguk kemenangan lagi saat Melisa memeluk kakiku, meronta, merengek, sambil memohon untuk mengembalikan lelakinya. Persis seperti anak kecil yang habis direbut mainannya.

Di dalam hati, aku terkikik puas.

***

Semua kupersiapkan sendiri. Gaun, gedung, katering, bahkan hal-hal detail seperti siapa yang akan memegangi ujung gaunku nanti, siapa yang menjadi lektris, siapa yang membukakan pintu mobil pengantin, semua aku yang urus.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun