Esensi merupakan hakikat, inti, atau isi dari sesuatu. Setiap hal memiliki hakikatnya tersendiri, termasuk pendidikan. Menurut pemaparan-pemaparan yang ada, esensi pendidikan terkait dengan karakter sumber daya manusia. Hal tersebut berarti bahwa pendidikan pada dasarnya menginginkan hasil atau output darinya berupa manusia yang benar-benar manusia atau manusia yang bermoral, memiliki karakter.
Namun, pernahkah kalian berpikir jangan-jangan di zaman sekarang manusia telah melupakan esensi itu. Lihatlah, pernah kalian melihat siswa yang sedang ujian? Atau kalianlah siswa yang sedang ujian itu. Pernah melihat atau bahkan mengalaminya sendiri? Saat ujian sudah menjadi rahasia umum bahwa mencontek merupakan budaya yang sudah mengakar pada diri peserta didik.
Lantas pernahkah kalian berpikir bahwa jangan-jangan ketika mencontek itu dilakukan justru kita telah mengatakan bahwa pendidikan yang sejauh ini dilakukan gagal total. Bagaimana mungkin pendidikan yang memiliki hakikat membentuk manusia yang berkarakter, membentuk manusia yang memang benar-benar manusia justru dalam proses akhirnya menunjukkan penyelewengan yang nyata.
Apakah mencontek sesuatu yang salah? Tentu saja. Jika kalian berpikir mencontek itu hal yang lumrah maka kalian benar-benar telah dibutakan oleh nilai. Kalian justru telah terjebak dalam paradigma yang salah. Baiklah akan saya jelaskan kenapa mencontek itu salah.
Pertama, dengan mencontek kita telah menipu diri kita sendiri, membuat ilusi seakan-akan kita sehebat itu, sepandai itu bisa menyelesaikan semua soal dengan sempurna. Padahal yang sesungguhnya kita bahkan tidak ingat materi apa itu, kita hanya sibuk menghitung-hitung angka yang tidak berguna sama sekali. Ya, tidak berguna. Coba pikirkan ketika kalian mendapatkan angka seratus apakah itu akan menjamin di masa depan nanti kalian akan menjadi Profesor? Presiden? Menteri? Itu tidak menjamin sama sekali, Bro.
Kedua, dengan mencontek kita justru telah memupuk sikap kebal terhadap sebuah kebohongan. Sembunyi-sembunyi membuka catatan, sembunyi-sembunyi searching jawaban, dan pada akhirnya muncul sikap kebal hingga kita tidak bisa merasa bersalah lagi atas hal-hal buruk yang kita lakukan. Dan dampak seriusnya lagi, jika dengan nilai saja kita bisa melakukan cara apapun, bagaimana nanti jika suatu saat kita diamanahi suatu jabatan. Apakah kita akan korup karena sudah terbiasa sejak kecil melakukan hal-hal buruk.
Ketiga, dengan mencontek itu berarti kita telah mengambil jalan instan, yang justru membuat kita kehilangan hakikat dari kata belajar sendiri. Bukankah seseorang yang mencontek itu karena ingin mendapatkan nilai yang tinggi tanpa mau berusaha keras belajar untuk mencapainya? Benar, begitu? Apa yang didapatkan setelahnya? Nilai? Apakah nilai itu yang akan digunakan saat membuat undang-undang, apakah nilai itu yang digunakan membuat nasi goreng? Apakah nilai itu yang akan kau jadikan bahan presentasi untuk klien? Sayangnya justru pengetahuan lah yang akan digunakan. Pengetahuan lah yang akan menjadi dasar dalam pengambilan keputusan.Â
Itu saja sementara dari saya, dan saya harap kalian bisa berhenti mencontek jika kalian melakukannya, atau bisa memberi tahukan kepada teman, sahabat kalian jika mencontek itu salah. Atau kepada para orang tua, nilai bukanlah segalanya pak, Bu, jangan paksa anak kalian meraihnya. Tapi kembangkanlah apa yang menjadi keunggulannya, karena setiap orang itu spesial. Dan ingatlah selalu bahwa sampai kapanpun ikan akan selalu dianggap bodoh jika dibandingkan dengan burung dalam hal terbang. Tapi ikan adalah seorang genius, ahlinya jika dilihat dari kemampuannya berenang. Pikirkanlah.
(Jika terdapat kata-kata saya yang keliru ataupun salah mohon dimaafkan. Terima kasih karena sudah bersedia membacanya)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H