Hampa, hanya itulah yang bisa aku rasakan saat itu. Saat kehilangan orang yang aku cintai, yang tidak direstui Semesta. Seseorang yang menurutku tepat, tapi menurut Semesta tidak tepat sama sekali. Jalan perpisahan yang paling menyakitkan dalam hidupku selama ini, dan hanya aku yang tau betapa peliknya. Tapi seiring waktu berjalan, ternyata apa yang dilakukan Semesta kepadaku adalah yang terbaik. Dan dari sini kisahku dimulai.
Ajang festival dan lomba seni nasional, Â telah mempertemukan kami. Â Di ajang ini, bukan Cuma pelajaran seni yang kudapat, tapi juga pelajaran tentang pentingnya mengikhlaskan. Saat itu, aku terpilih sebagai salah satu perwakilan provinsi sumatera utara dalam ajang tersebut. Aku dan dia, sama sama di bidang lomba yang sama yaitu vokal solo.Â
Roda mobil kami berhenti di sebuah halte. Saat itu aku sedang tertidur sampai dia masuk ke dalam mobil dan duduk tepat disampingku. Suara lembutnya yang menyapa guru pendamping kami membuatku terbangun. Â "Hai, aku Jasmine. Boleh kenalan gak?" sapanya kepadaku dengan suara lembutnya yang jujur sempat membuatku hampir tertidur lagi. Â "Iya, boleh. Aku Duivelando, panggil aja Duivel. " Jawabku dengan tangan gemetar sambil menjabat tangannya.
"Mau foto gak?" ujarnya yang sempat membuatku terkaget. Â "Oh, boleh. " Lalu dia mengambil ponselnya dan mengajakku bergeser mendekatinya. Sambil membuat pose terkerenku, aku pun berfoto dengannya di mobil. Setelah itu, tidak ada pembicaraan lagi diantara kami. Mobil kami pun terus melaju menuju hotel tempat ajang seni itu diadakan. Selama perjalanan, aku hanya bisa menatapnya diam diam dan mengaguminya walaupun kami baru kenal 15 menit lalu.
"Bangun Jas, dah sampe"  ujarku sambil menepuk lembut pundaknya.  "Eh, udah sampe yahh. Hehe sorry aku ketiduran. " "Iya, ayo kita masuk ke dalem. Kayanya dah rame tuh. " Lalu kami pun masuk sambil membawa barang barang kami ke hotel.  "Kamar nomor berapa Jas?"  tanyaku.  "Jasmine dapet kamar  431 Vel. "  "Wah, kamar kita hadap hadapan loh. "  Pekikku gembira.  "Wah, berarti kita ga jauh, jadi nanti kalo Jasmine butuh apa-apa tinggal ketuk pintu, hehehe"  ujarnya sambil tersenyum manis. Setelah itu kami memasuki lift dan naik ke lantai 4, dan kami pun masuk ke kamar kami masing masing.
"Nak, ayo kita latihan. " Ujar guru pendamping kami sembari mengetuk lembut pintu kamarku. Â "Iyaaa bu, sebentar" pekikku dari dalam kamar. Lalu aku pun membuka pintu, dan di hadapanku ada Bu Flo dan Jasmine yang mentapku sambil tersenyum, yang kemudian kubalas dengan kedipan mata kiriku. Â "Kita latihan dimana Bu?" Â tanyaku. Â
"Di kamar Ibu aja nak, soalnya stage belum siap. " Jawab Bu Flo santai. Dan kami pun berlatih, walau kadang saat Jasmine bernyanyi, aku merasa seperti dibelai lembut olehnya. Sebuah perasaan yang belum pernah aku sangka sebelumnya. Kenapa perasaan itu harus muncul dalam kehidupanku?
Pukul 7 pagi, aku terbangun mendengar ponselku berdering. Bu Flo, nama itu tertera di layar ponselku. Â "Halo bu, selamat pagi" sapaku dengan suara serak karena baru bangun. Â "Ayo ke resto bang, ajak Jasmine yaa" Â "Baik bu, saya mau siap siap dulu" jawabku. Setelah selesai berberes, aku pun menuju kamar Jasmine. Â "Jas, ayo ke resto. Sarapan dulu. " Â Pekikku pelan sambil mengetuk pintu kamarnya. Â "Jas, Jasmine!" Â aku pun mulai berteriak karena pintu tak kunjung dibuka olehnya. Saat ingin mengetuk pintunya untuk ketiga kalinya, tiba tiba pintu terbuka.
Kami pun saling bertatapan dengan jarak yang tidak sampai 1 jengkal. Mata indahnya yang dihalangi lensa kacamata menatap bola mataku dengan tatapan yang sangat dalam. Sebuah keadaan yang membuatku hampir ngompol saat itu juga. Â "Eh, ayo ke bawah. Disuruh sarapan sama Bu Bunga. " Â Ujarku sambil memalingkan wajahku darinya. Â "Kenapa Vel, kok langsung buang muka?" Â tanyanya yang membuat jantungku berdegup tak karuan. Â "Engga. Kita disuruh cepat ke bawah, ga ada waktu buat tatap tatapan ga jelas gitu. " Jawabku dengan suara gemetar.
Aku pun berjalan cepat menuju lift, tapi sempat terhenti setelah aku mendengar panggilan dari Jasmine. Â "Veeel, tungguin Jasmine!!" "Lama banget sih jalannya, kaya siput" Â jawabku kesal. Â "Abisnya Duivel sih jalannya kaya dikejar setan " Â Ujarnya sambil mencubit lengan kananku. Â "Aduhh, sakit tau Jas. Main cubit ajaa" Â pekikku kesakitan. Â "Eh, sorry hehehe. " Â Ujarnya lembut. Kami pun menuruni gedung dengan lift. Sesampainya di resto, tepatnya di lantai 1 kami sudah ditunggu Bu Flo yang sudah lebih dulu sarapan.Â